forestdiarys

10:25 WIB

“Ok, Thank you, Raka. See you.”

“With my pleasure, Navin. See you— nah, udah bagus tuh. Mau maju sekarang apa mau latihan lagi?” tanya Raka pada Navin.

Navin terdiam, ia berpikir keras. Disatu sisi ia merasa perlu latihan lagi sebelum maju untuk praktek dialogue bahasa inggrisnya, tapi disatu sisi ia merasa tidak enak pada Raka jika hanya terus berlatih saja sedari tadi.

“Yaudah, kita latihan lagi aja sampe lu ngerasa cukup.” kata Raka yang memahami ekspresi Navin yang terlihat tidak nyaman itu.

“Sorry ya, Rak.”

“Ga, gapapa. Ayo dari awal lagi.”

Berbeda dengan suasana hangat Raka dan Navin, latihan hafalan Jezz dan Ehan justru sangat berisik.

“I'm going to— udah ah udah hafal pokoknya gue, ayo maju.”

“Hafal apaan anjing? belum-belum, dari ulang.” balas Jezz. Ehan mendecak sebal, karena ia tidak sabar untuk maju ke depan agar tidak perlu menghafal seperti ini.

“Ehannnn, berisik ih. Pelan-pelan napa, gue sama Ajun juga lagi latihan.” kata Kayla protes karena suara Ehan mengganggu konsentrasinya.

“Bawel lu. Udah ayo maju aja ah, Jezz. Gue hafal sumpah.” balas Ehan.

“Yang bener lu, Han?” tanya Jezz untuk meyakinkan Ehan.

“Iyeee.”

“Yaudah, ayo. Lu ngomong ke miss Eva sana.” kata Jezz yang langsung dituruti oleh Ehan.

“Miss miss!! saya sama Jezz mau maju.” teriak Ehan pada guru bahasa inggrisnya.

“Ok, sini maju.” kata miss Eva menyuruh kedua muridnya itu untuk maju ke depan kelas. Ehan dengan percaya diri pun maju ke depan kelas dan diikuti oleh Jezz.

“Gue yakin gaakan hafal tuh Ehan.” kata Raka berbisik pada Navin. Navin hanya tertawa canggung, karena ia juga sedang di posisi yang sama dengan Ehan.

“Ehan tuh kebiasaan mau cepet-cepet beres doang, walaupun kerjaannya belum selesai. Tuh liat aja.” lanjut Raka sambil menunjuk Ehan dengan dagunya.

Navin menatap Raka heran, ia sedang menjelek-jelekkan Ehan, namun mata dan bibirnya malah tersenyum menatap Ehan, bahkan ia tertawa renyah begitu Ehan membuat kesalahan. Navin tersenyum, ia paham dengan situasi ini.

“Lama lu berdua, kaya gue dong udahan.” kata Ehan begitu berjalan melewati kursi Raka dan Navin sebelum duduk di kursinya.

“Udahan tapi di depan a... eu.... a... eu... buat apa?” balas Raka sambil menolehkan kepalanya ke belakang untuk menggoda Ehan.

“Yaudah iya, si perfeksionis.” kata Ehan pada Raka.

Navin hanya tertawa melihat pertikaian Raka dan Ehan, lalu ia dengan iseng dan sengaja menoleh kepada Jezz, ia tidak menyangka akan mendapati Jezz yang tengah memperhatikannya lalu langsung membuang muka begitu melihat Navin menoleh padanya.

10:25 WIB

“Ok, Thank you, Raka. See you.”

“With my pleasure, Navin. See you— nah, udah bagus tuh. Mau maju sekarang apa mau latihan lagi?” tanya Raka pada Navin.

Navin terdiam, ia berpikir keras. Disatu sisi ia merasa perlu latihan lagi sebelum maju untuk praktek dialogue bahasa inggrisnya, tapi disatu sisi ia merasa tidak enak pada Raka jika hanya terus berlatih saja sedari tadi.

“Yaudah, kita latihan lagi aja sampe lu ngerasa cukup.” kata Raka yang memahami ekspresi Navin yang terlihat tidak nyaman itu.

“Sorry ya, Rak.”

“Ga, gapapa. Ayo dari awal lagi.”

Berbeda dengan suasana hangat Raka dan Navin, latihan hafalan Jezz dan Ehan justru sangat berisik.

“I'm going to— udah ah udah hafal pokoknya gue, ayo maju.”

“Hafal apaan anjing? belum-belum, dari ulang.” balas Jezz. Ehan mendecak sebal, karena ia tidak sabar untuk maju ke depan agar tidak perlu menghafal seperti ini.

“Ehannnn, berisik ih. Pelan-pelan napa, gue sama Ajun juga lagi latihan.” kata Kayla protes karena suara Ehan mengganggu konsentrasinya.

“Bawel lu. Udah ayo maju aja ah, Jezz. Gue hafal sumpah.” balas Ehan.

“Yang bener lu, Han?” tanya Jezz untuk meyakinkan Ehan.

“Iyeee.”

“Yaudah, ayo. Lu ngomong ke miss Eva sana.” kata Jezz yang langsung dituruti oleh Ehan.

“Miss miss!! saya sama Jezz mau maju.” teriak Ehan pada guru bahasa inggrisnya.

“Ok, sini maju.” kata miss Eva menyuruh kedua muridnya itu untuk maju ke depan kelas. Ehan dengan percaya diri pun maju ke depan kelas dan diikuti oleh Jezz.

“Gue yakin gaakan hafal tuh Ehan.” kata Raka berbisik pada Navin. Navin hanya tertawa canggung, karena ia juga sedang di posisi yang sama dengan Ehan.

“Ehan tuh kebiasaan mau cepet-cepet beres doang, walaupun kerjaannya belum selesai. Tuh liat aja.” lanjut Raka sambil menunjuk Ehan dengan dagunya.

Navin menatap Raka heran, ia sedang menjelek-jelekkan Ehan, namun mata dan bibirnya tersenyum menatap Ehan, bahka ia tertawa renyah begitu Ehan membuat kesalahan. Navin tersenyum, ia paham dengan situasi ini.

“Lama lu berdua, kaya gue dong udahan.” kata Ehan begitu berjalan melewati kursi Raka dan Navin sebelum duduk di kursinya.

“Udahan tapi di depan a... eu.... a... eu... buat apa?” balas Raka sambil menolehkan kepalanya ke belakang untuk menggoda Ehan.

“Yaudah iya, si perfeksionis.” kata Ehan pada Raka.

Navin hanya tertawa melihat pertikaian Raka dan Ehan, lalu ia dengan iseng dan sengaja menoleh kepada Jezz, ia tidak menyangka akan mendapati Jezz yang tengah memperhatikannya lalu langsung membuang muka begitu Navin menoleh padanya.

18:37 WIB

“Woi Jezz!!”

“Hah? apaan sih?”

“Lu dari tadi diajak ngobrol ga disautin buset, mikirin apaan sih?” tanya Ehan. Jezz pun mengerjapkan matanya, ia mencoba menyadarkan dirinya yang memang sedaritadi memikirkan hal lain.

Jezz dan Ehan saat ini sedang di warkop sejak pulang sekolah tadi, judulnya mereka ingin mengerjakan tugas, namun nyatanya hingga jam 6 sore pun dua siswa SMA itu masih santai menikmati kopi dan rokok mereka.

“Kagak ah, biasa aja. Lu ngomong apaan emang?” jawab Jezz. Ehan menghela nafasnya.

“Ini tugas dialog bahasa inggris kita buat besok gimana anjir? gue jam 8 udah disuruh balik nih sama nyokap.”

“Oh tugas...”

“Iye— Eh btw, gue tadi ngirim nomor lu sama Ajun ke Navin, gue suruh dia duluan yang ngechat duluan soalnya 2 temen gue ini pemalu.” kata Ehan. Jezz pun membulatkan matanya lalu menatap Ehan seakan berbicara 'Kalo ga gara-gara lu, gue gaakan ngobrol sama orang itu'.

“Kenapa lu?” tanya Ehan heran dengan tatapan Jezz. Jezz pun tersenyum yang terlihat terpaksa itu pada Ehan.

“Engga, gapapa. Tadi tugas kita apa? yuk dikerjain, keburu malem.” balas Jezz yang berusaha menunjukan bahwa ia tidak kenapa-kenapa, tapi Ehan justru makin heran dengan perubahan sikap Jezz.

“Jezz, jangan gitu. Takut gua sumpah.”

“Bajingan.”

18:37 WIB

“Woi Jezz!!”

“Hah? apaan sih?”

“Lu dari tadi diajak ngobrol ga disautin buset, mikirin apaan sih?” tanya Ehan. Jezz pun mengerjapkan matanya, ia mencoba menyadarkan dirinya yang memang sedaritadi memikirkan hal lain.

Jezz dan Ehan saat ini sedang di warkop sejak pulang sekolah tadi, judulnya mereka ingin mengerjakan tugas, namun nyatanya hingga jam 6 sore pun dua siswa SMA itu masih santai menikmati kopi dan rokok mereka.

“Kagak ah, biasa aja. Lu ngomong apaan emang?” jawab Jezz. Ehan menghela nafasnya.

“Ini tugas dialog bahasa inggris kita buat besok gimana anjir? gue jam 8 udah disuruh balik nih sama nyokap.”

“Oh tugas...”

“Iye— Eh btw, gue tadi ngirim nomor lu sama Ajun ke Navin, gue suruh dia duluan yang ngechat duluan soalnya 2 temen gue ini pemalu.” kata Ehan. Jezz pun membulatkan matanya lalu menatap Ehan seakan berbicara 'Kalo ga gara-gara lu, gue gaakan ngobrol sama orang itu'.

“Kenapa lu?” tanya Ehan heran dengan tatapan Jezz. Jezz pun tersenyum yang terlihat terpaksa itu pada Ehan.

“Engga, gapapa. Tadi tugas kita apa? yuk dikerjain, keburu malem.” balas Jezz yang berusaha menunjukan bahwa ia tidak kenapa-kenapa, tapi Ehan justru makin heran dengan perubahan sikap Jezz.

“Jezz, jangan gitu. Takut gua sumpah.”

“Bajingan.”

18:37 WIB

“Woi Jezz!!”

“Hah? apaan sih?”

8:20 WIB

“Misi, ketua kelas disini siapa ya?”

“Oh, itu tuh yang lagi di meja guru. SANDI!! ada yang nyariin nih.” teriak salah satu siswa IPS 3 yang kursinya dekat dengan pintu kelas, pada ketua kelasnya.

“Oh iya, kenapa?”

“Dipanggil sama wali kelasnya kak, disuruh bawa anak baru kesini.” jawab adik kelas yang ternyata menjadi pengantar pesan wali kelas IPS 3 itu.

“Oh oke. Thank you, dek.”

Suasana kelas pun langsung ricuh begitu Sandi dan adik kelas tadi pergi, topik ricuhnya siswa IPS 3 sama, yaitu membicarakan berita kelas mereka akan kedatangan murid baru.

“Nanti duduknya sama Raka nih pasti.”

“Yah, Han lu pindah duduk sama Raka sana. Biar anak baru duduknya sama gue.” kata Jezz bercanda pada Ehan yang sebangku dengannya itu.

“Gamau anying, ga pw sebelah Raka. Lu aja sana, gue yang duduk sama anak baru.” balas Ehan. Raka yang tempat duduknya dijelek-jelekan itu hanya menatap sebal ke arah dua temannya.

“Jun, lu duduk sama Raka aja. Ntar anak barunya yang duduk sama Kayla.”

“Eh ga mau, enak aja! gue udah pw sama Ajun.” Kayla langsung memblokir saran Ehan agar tidak diterima oleh Ajun. Ajun hanya tertawa.

“Dih yaudah biasa aja dong.” balas Ehan menggoda Kayla, teman sebangku Ajun.

“Bacot.”

“Eh, sstt.” tiba-tiba suara itu membuat satu kelas hening dalam sekejap, lalu perhatian mereka pun pindah pada dua orang yang ada di depan kelasnya, Sandi dan anak baru.

“Oke, jadi gini berhubung walas kita lagi rapat, jadi gue yang bakal ngenalin anak barunya.” kata Sandi pada anak-anak kelasnya.

Sandi pun memberi isyarat pada murid baru yang sedang menunggu diluar, kemudian murid baru itu pun menurut dan masuk ke dalam kelas. Jezz mengeryitkan alisnya, ia merasa familiar dengan wajah anak baru tersebut, namun ia memilih tidak memikirkannya.

“Jadi dia pindahan dari SMA 17 Jakarta– lu aja deh yang memperkenalkan diri, biar enak.”

“Oke. Hallo, gue Navin Noraka, gue pindahan dari SMA 17, dan apalagi ya? udah sih segitu aja. Kalo ada yang mau ditanyain, bisa langsung tanyain ke gue ya.” kata Navin sebagai anak baru itu memperkenalkan dirinya pada teman kelasnya yang baru.

*“Navin, mau nanya.”

“Iya?”

“Nomor emergency itu 112 kan?”

“Hah? iya...”

“Terus kalo nomor ambulans 119?”

“Iya.”

“Tuh, udah tau semua ah gue nomor panggilan darurat. Tinggal nomor lu aja yang belum, 08 berapa?”*

Perempuan yang sedang menggoda Navin itu pun langsung mendapat sorakan dari teman-teman kelasnya, sementara Navin hanya tertawa.

“Eh sorry ya, lu culture shock pasti Hahaha. Btw Vin, lu duduk sama Raka ya berarti, itu yang kursinya kosong di pojok tuh.” bisik Sandi pada Navin di tengah ricuhnya kelas. Navin pun tersenyum dan mengangguk.

“Thank you, San.”

“Santai, semoga betah ya lu setahun disini.”

“Hahaha, semoga.”

Selesai berbincang dengan Sandi, Navin pun berjalan menuju kursi yang kosong di samping siswa yang bernama Raka katanya. Ketika sampai, ia terkejut dan berusaha mengontrol ekspresinya agar tidak tersenyum begitu melihat Jezz, sasaran empuknya.

“Hi, Navin! gue Raka, temen sebangku lu. Salam kenal ya.” kata Raka sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

“Salam kenal juga, Raka.” balas Navin.

Lalu tiba-tiba ada yang mencolek pundaknya dari belakang, Navin pun menoleh.

“Navin! salam kenal, gue Ehan. Eh, lu main PUBG ga?”

“Oh, dulu iya, cuma udah gue hapus, soalnya gue butuh memori banyak buat galeri gue.” jawab Navin pada Ehan, sesekali ia mencuri pandang pada Jezz yang duduk di samping Ehan sedang sibuk dengan ponselnya.

“Jadi lu ga main game sama sekali?” tanya Ehan.

“Main, paling di Nintendo atau PC.”

“Anjir, mantap. Kapan-kapan gue berkunjung ya ke rumah lu.”

“Iya santai, dateng aja kalo mau.” kata Navin pada Ehan.

Lalu Navin menoleh pada Jezz yang sama sekali tidak menghiraukan kehadiran dirinya, Navin yang tadinya berniat untuk memulai aksinya pun menyerah karena Jezz terlihat tidak mengenalnya, dan kembali menghadap depan dan mengobrol dengan Raka.

8:20 WIB

“Misi, ketua kelas disini siapa ya?”

“Oh, itu tuh yang lagi di meja guru. SANDI!! ada yang nyariin nih.” teriak salah satu siswa IPS 3 yang kursinya dekat dengan pintu kelas, pada ketua kelasnya.

“Oh iya, kenapa?”

“Dipanggil sama wali kelasnya kak, disuruh bawa anak baru kesini.” jawab adik kelas yang ternyata menjadi pengantar pesan wali kelas IPS 3 itu.

“Oh oke. Thank you, dek.”

Begitu si adik kelas beserta Sandi pergi dari kelas, suasana kelas pun langsung ricuh dengan berita kelas mereka akan kedatangan murid baru.

“Nanti duduknya sama Raka nih pasti.”

“Yah, Han lu pindah duduk sama Raka sana. Biar anak baru duduknya sama gue.” kata Jezz bercanda Ehan yang sebangku dengannya itu.

“Gamau anying, ga pw sebelah Raka. Lu aja sana, gue yang duduk sama anak baru.” balas Ehan. Raka yang tempat duduknya dijelek-jelekan itu hanya menatap sebal ke arah dua temannya itu.

“Jun, lu duduk sama Raka aja. Ntar anak barunya yang duduk sama Kayla.”

“Eh ga mau, gue udah pw sama Ajun.” Kayla langsung memblokir saran Ehan agar tidak diterima oleh Ajun. Ajun hanya tertawa.

“Dih yaudah biasa aja dong.” balas Ehan menggoda Kayla, teman sebangku Ajun.

“Bacot.”

“Eh, sstt.” tiba-tiba suara itu membuat satu kelas hening dalam sekejap, lalu perhatian mereka pun pindah pada dua orang yang ada di depan kelasnya, Sandi dan anak baru.

“Oke, jadi gini berhubung walas kita lagi rapat, jadi gue yang bakal ngenalin anak barunya.” kata Sandi pada anak-anak kelasnya.

Sandi pun memberi isyarat pada murid baru yang sedang menunggu diluar, kemudian murid baru itu pun menurut dan masuk ke dalam kelas. Jezz mengeryitkan alisnya, ia merasa familiar dengan wajahnya, namun ia memilih tidak memikirkannya.

“Jadi dia pindahan dari SMA 17 Jakarta– lu aja deh yang memperkenalkan diri, biar enak.”

“Oke. Hallo, gue Navin Noraka, gue pindahan dari SMA 17, dan apalagi ya? udah sih segitu aja. Kalo ada yang mau ditanyain, tanyain aja nanti.” kata Navin sebagai anak baru itu memperkenalkan dirinya pada teman kelasnya yang baru.

*“Navin, mau nanya.”

“Iya?”

“Nomor emergency itu 112 kan?”

“Hah? iya...”

“Terus kalo nomor ambulans 119?”

“Iya.”

“Tuh, tau semua gue nomor panggilan darurat. Tinggal nomor lu aja yang belum, 08 berapa?”*

Perempuan yang sedang menggoda Navin itu pun langsung mendapat sorakan dari teman-teman kelasnya, sementara Navin hanya tertawa.

“Eh sorry ya, lu culture shock pasti. Lu duduk sama Raka ya berarti, itu yang kursinya kosong di pojok.” bisik Sandi pada Navin di tengah ricuhnya kelas. Navin pun tersenyum dan mengangguk.

“Thank you, San.”

“Santai, semoga betah ya lu setahun disini.”

“Hahaha, iya.”

Selesai berbincang dengan Sandi, Navin pun berjalan menuju kursi yang kosong di samping siswa yang bernama Raka katanya. Ketika sampai, ia terkejut dan berusaha mengontrol ekspresinya agar tidak tersenyum begitu melihat Jezz, sasaran empuknya.

“Hi, Navin! gue Raka, temen sebangku lu. Salam kenal ya.” kata Raka sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

“Salam kenal juga, Raka.” balas Navin.

Lalu tiba-tiba ada yang mencolek pundaknya dari belakang, Navin pun menoleh.

“Navin! salam kenal, gue Ehan. Eh, lu main PUBG ga?”

“Oh, dulu iya, cuma udah gue hapus, soalnya gue butuh memori banyak buat galeri gue.” jawab Navin pada Ehan, sesekali ia mencuri pandang pada Jezz yang duduk di samping Ehan sedang sibuk dengan ponselnya.

“Jadi lu ga main game sama sekali?” tanya Ehan.

“Main, paling di Nintendo atau PC.”

“Anjir, lebih seru itu mah. Kapan-kapan gue berkunjung ya ke rumah lu.”

“Iya santai, dateng aja kalo mau.” kata Navin pada Ehan.

Lalu Navin menoleh pada Jezz yang sama sekali tidak menghiraukan kehadiran dirinya, Navin yang tadinya berniat untuk memulai aksinya pun menyerah karena Jezz terlihat tidak mengenalnya, dan kembali menghadap depan dan mengobrol dengan Raka.

8:20 WIB

“Misi, ketua kelas disini siapa ya?”

“Oh, itu tuh yang lagi di meja guru. SANDI!! ada yang nyariin nih.” teriak salah satu siswa IPS 3 yang kursinya dekat dengan pintu kelas, pada ketua kelasnya.

“Oh iya, kenapa?”

“Dipanggil sama wali kelasnya kak, disuruh bawa anak baru kesini.” jawab adik kelas yang ternyata menjadi pengantar pesan wali kelas IPS 3 itu.

“Oh oke. Thank you, dek.”

Begitu si adik kelas beserta Sandi pergi dari kelas, suasana kelas pun langsung ricuh dengan berita kelas mereka akan kedatangan murid baru.

“Nanti duduknya sama Raka nih pasti.”

“Yah, Han lu pindah duduk sama Raka sana. Biar anak baru duduknya sama gue.” kata Jezz bercanda Ehan yang sebangku dengannya itu.

“Gamau anying, ga pw sebelah Raka. Lu aja sana, gue yang duduk sama anak baru.” balas Ehan. Raka yang tempat duduknya dijelek-jelekan itu hanya menatap sebal ke arah dua temannya itu.

“Jun, lu duduk sama Raka aja. Ntar anak barunya yang duduk sama Kayla.”

“Eh ga mau, gue udah pw sama Ajun.” Kayla langsung memblokir saran Ehan agar tidak diterima oleh Ajun. Ajun hanya tertawa.

“Dih yaudah biasa aja dong.” balas Ehan menggoda Kayla, teman sebangku Ajun.

“Bacot.”

“Eh, sstt.” tiba-tiba suara itu membuat satu kelas hening dalam sekejap, lalu perhatian mereka pun pindah pada dua orang yang ada di depan kelasnya, Sandi dan anak baru.

“Oke, jadi gini berhubung walas kita lagi rapat, jadi gue yang bakal ngenalin anak barunya.” kata Sandi pada anak-anak kelasnya.

Sandi pun memberi isyarat pada murid baru yang sedang menunggu diluar, kemudian murid baru itu pun menurut dan masuk ke dalam kelas. Jezz mengeryitkan alisnya, ia merasa familiar dengan wajahnya, namun ia memilih tidak memikirkannya.

“Jadi dia pindahan dari SMA 17 Jakarta– lu aja deh yang memperkenalkan diri, biar enak.”

“Oke. Hallo, gue Navin Noraka, gue pindahan dari SMA 17, dan apalagi ya? udah sih segitu aja. Kalo ada yang mau ditanyain, tanyain aja nanti.” kata Navin sebagai anak baru itu memperkenalkan dirinya pada teman kelasnya yang baru.

*“Navin, mau nanya.”

“Iya?”

“Nomor emergency itu 112 kan?”

“Hah? iya...”

“Terus kalo nomor ambulans 119?”

“Iya.”

“Tuh, tau semua gue nomor panggilan darurat. Tinggal nomor lu aja yang belum, 08 berapa?”*

Perempuan yang sedang menggoda Navin itu pun langsung mendapat sorakan dari teman-teman kelasnya, sementara Navin hanya tertawa.

“Eh sorry ya, lu culture shock pasti. Lu duduk sama Raka ya berarti, itu yang kursinya kosong di pojok.” bisik Sandi pada Navin di tengah ricuhnya kelas. Navin pun tersenyum dan mengangguk.

“Thank you, San.”

“Santai, semoga betah ya lu setahun disini.”

“Hahaha, iya.”

Selesai berbincang dengan Sandi, Navin pun berjalan menuju kursi yang kosong di samping siswa yang bernama Raka katanya. Ketika sampai, ia terkejut dan berusaha mengontrol ekspresinya agar tidak terlihat panik.

“Hi, Navin! gue Raka, temen sebangku lu. Salam kenal ya.” kata Raka sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

“Salam kenal juga, Raka.” balas Navin.

Lalu tiba-tiba ada yang mencolek pundaknya dari belakang, Navin pun menoleh.

“Navin! salam kenal, gue Ehan. Eh, lu main PUBG ga?”

“Oh, dulu iya, cuma udah gue hapus, soalnya gue butuh memori banyak buat galeri gue.” jawab Navin pada Ehan, sesekali ia mencuri pandang pada Jezz yang duduk di samping Ehan sedang sibuk dengan ponselnya.

“Jadi lu ga main game sama sekali?” tanya Ehan.

“Main lah, paling di Nintendo atau PC.”

“Anjir, lebih seru itu mah. Kapan-kapan gue berkunjung ya ke rumah lu.”

“Iya santai, dateng aja kalo mau.” kata Navin pada Ehan.

Lalu Navin menoleh pada Jezz yang sama sekali tidak menghiraukan kehadiran dirinya, Navin yang menyerah pun kembali menghadap depan dan mengobrol dengan Raka.

8:12 WIB

“EH LIAT KESINI BENTAR DONG.” kata Sandi si ketua kelas yang berada di depan kelas itu sambil membawa buku paket Sosiologinya.

“Jadi bu Dewi gabisa masuk karena ada rapat mingguan, tapi kita dikasih tugas buat ngerangkum bab 2, dikumpul sekarang ya. Gaboleh nyalin dibagian kesimpulan, kalo udah taro di meja gue. Terus terserah kalo mau nyetel lagu pake speaker, tapi jangan berisik biar ga kena tegur.” jelas Sandi pada teman-temannya yang langsung mendapat sorakan bahagia karena secara tidak langsung mereka mendapat jam kosong di hari senin ini.

“Eh login login.” kata Ehan yang daritadi memang berencana main game bersama Raka, Jezz, dan Ajun.

“Gue mau ngerjain dulu ah biar tenang.” kata Ajun sambil membuka buku paket serta buku tulisnya.

“Gue juga.”

Ehan mendecak sebal melihat Ajun dan Raka yang memilih untuk mengerjakan tugasnya dulu. Ehan pun menoleh ke Jezz.

“Jezz, lu juga?” tanya Ehan.

“Males, udah lanjut main aja kita.”

“NAH!!! ini baru temen gue. Kuy!”

Sudah 30 menit Ehan dan Jezz bermain PUBG di ponselnya dan sudah berkali-kali juga Jezz kalah dalam permainnya diiringi oleh omelan Ehan. Sementara Ajun dan Raka baru saja kembali dari meja si ketua kelas, habis mengumpulkan tugasnya.

“Ah bego, lu lagian kenapa kesana?!” omel Ehan ke Jezz. Jezz mengacak rambutnya lalu menaruh ponselnya di mejanya.

“Susah banget fokus gue daritadi. Udah ah, gue mau ngerjain tugas aja. Rak, liat punya lu dong.” kata Jezz pada Raka.

“Ambil di Sandi sana, lu ga ngomong, gue udah ngumpulin ke Sandi.” balas Raka. Jezz mendecak sebal, kenapa hari ini semuanya tidak berjalan dengan lancar baginya.

“Lagian lu lagi kenapa sih?”

“Gatau, perasaan gue ga enak banget kaya gelisah sendiri dari tadi, padahal gue ga ngapa-ngapain.” jawab Jezz pada pertanyaan Raka.

Jezz pun berjalan ke depan ke meja Sandi untuk mengambil buku Raka. Lalu ketika ia melihat keluar kelasnya, ia melihat siswa yang sepertinya telat karena sedang berjalan di koridor sambil menggendong tasnya.

“Buset, jam 8 baru dateng. Jagoan.” gumam Jezz sambil kembali ke mejanya dengan buku Raka di tangannya.

16:37 WIB

“Kalo jaman saya tuh, main ngumpul gini cuma bawa 100 perak aja udah kenyang.”

“Ya, makanya om, ini harga kopi sama rokoknya turunin jadi 50 perak, biar kita jadi se-jaman.”

“Yeee, enak di elu dong.”

“Lah hahaha, kan om yang ngomong duluan.”

Navin tertawa saat mengobrol dengan pemilik warung om, yang biasa disebut warom itu. Navin menyeruput kopinya lagi begitu om pergi karena kedatangan pembeli.

“Sumpah– aduh, bentar dulu gue capek.”

“AH ANJING, YANGYANG.”

“HAHAHAHA SORRY.”

Dengan kesal, Navin pun membersihkan kopi yang keluar dari mulutnya karena tersedak dengan datangnya Yangyang yang tiba-tiba sambil memukul punggungnya itu. Yangyang hanya menyengir lalu menyapa pemilik Warom itu.

“Om!”

“Eh Yang, mesen ga?” saut om sambil membersihkan meja.

“Boleh deh, kaya biasa.”

“Sip.”

Setelah berbicara dengan om, Yangyang pun melepas jaketnya lalu menaruh tasnya di kursi.

“Panas banget anjing. Lu disini daritadi?” kata Yangyang pada Navin yang tengah memakan rotinya.

“Kagak, baru sampe.”

“Dih boong, gue tau obrolan lu sama om udah sampe topik peradaban dunia.”

“Hahaha anjing, lu lagian lama banget.” jawab Navin yang mendapat pukulan di kepalanya dari Yangyang.

“Makanya sekolah goblok.” kata Yangyang. Navin mendecak sebal, kesal karena pukulan Yangyang tadi.

“Males. Gue pindah sekolah lu dah, Yang.”

“Dih, lu yang ngomong kalo SMA kita pisah aja biar ga bareng mulu.”

“Iya, tapi bosen ternyata ga ada lu. Males gua.”

“Yaudah, pindah gih lu biar sekolah. Lu ke warung gua mulu, kagak ada ilmunya.” kata om yang tiba-tiba menyela percakapan dua siswa SMA itu sambil menyodorkan kopi dan ciki pada Yangyang.

“Thank you, om. Nah tuh dengerin, Vin.”

Melihat dirinya diserbu oleh dua orang ini sebenernya menjadi hal biasa, hanya saja Navin merasa kesal jika disudutkan seperti ini.

Navin mendecak sebal sambil menyuap rotinya dengan kasar, “Bawel. Lu mau ngomongin apaan tadi sampe temen lu mau dibikin mati karena keselek?” tanya Navin yang mengalihkan pembicaraan.

“Oh iya, bangsat banget tadi. Gue lagi remidi ulangan lisan kan, tapi berisik banget di lapangan, gue sampe ngulang lima kali. Eh pas gue liat ke lapangan ada si Jezz sama temennya diteriakin fansnya, anjing.” Yangyang berhasil mendapatkan atensi Navin begitu mendengar nama Jezz.

“Masa sih? ini di sekolah lu ga ada yang lebih ganteng dari dia gitu? alay banget muka se-Jezz aja diomongin satu sekolah.” kata Navin yang bersemangat menjelekkan Jezz.

“Sebenernya ada, cuma pada tutup mata aja sih anak sekolahan gue.”

“Oh ada, siapa?” tanya Navin serius. Yangyang pun tersenyum lebar lalu menunjuk dirinya sendiri.

“Arelio Bayang— AW!! bajingan, sakit.”

“Lu yang bajingan, tai. Gue udah serius.”

“Lagi dibawa serius amat, santai brodi.”

“Bacot.”

“Eh, gue ketawain ya lu kalo tiba-tiba naksir Jezz.”

“NAJIS. TARIK GA OMONGAN LU.”

“Apa dah tweet lu yang dulu itu? Jezz, jangan tinggalin Navin, bukan?”

“Yangyang Demi Tuhan, gue balik ah.” kata Navin yang kesal karena Yangyang tidak berhenti menggodanya.

“Yaudah, dadah.”