write.as

𝐒𝐞𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡

Jujur, Jelita nyesel.

Bukan sedikit, tapi banyak.

Waktu dia teasing Hisyam tadi, dia beneran gak nyangka kalo Hisyam sedang dalam waktu ‘prima’nya. Alhasil, Jelita kini hanya bisa tertidur lemas didalam pelukan Hisyam. Jangankan mandi, sekedar bangun dari kasur aja dia gak sanggup.

Jelita menengadah, menatap Hisyam yang bisa ia tebak, belum sepenuhnya tertidur.

“Syam,”

“Hmm…”

Jelita bergerak memberikan jarak antara dirinya dan Hisyam, jemarinya bergerak mengikuti alur wajah Hisyam.

“…Syam,” panggil Jelita lagi.

Hisyam membuka sebelah matanya, “Mau lagi?” seringaian jahil muncul di wajahnya.

Jelita refleks memukul lengan Hisyam, “GAK!” jawabnya dengan kesal. Hisyam hanya tersenyum sambil kembali menutup matanya.

“Syam…”

“Panggil sekali lagi aku nikahin kamu,”

Jelita melotot kaget, namun ia lalu tersenyum lebar. “HISYAM HISYAM HISYAM HISYAAAAAMMM”

Laki laki itu spontan tertawa, ujung bibirnya naik menampilkan deretan giginya yang putih, matanya menyipit membentuk garis bulan yang indah,

dan Jelita menyaksikan itu.

Kenapa ya, dulu susah banget buat Jelita sadar kalau menghabiskan waktu dengan laki-laki dihadapannya ini jauh lebih baik daripada galauin Joel yang gak jelas itu?

Kenapa terasa sulit untuk Jelita menyadari kalau dia jauh lebih mencintai Hisyam dibanding Joel?

Kenapa juga, Jelita baru bisa jujur sama perasaannya sendiri sekarang?

Dulu, waktu akhirnya ketemu Hisyam setelah Jelita ngajak dia pacaran, rasanya Jelita mau kabur dan langsung pindah kampus aja. Heck, dia bahkan udah ngerencanain buat ikut ibunya di Jogja saking malunya buat ketemu Hisyam.

Tapi itu semua gak berlaku buat Hisyam.

Dari pertama ketemu, Hisyam langsung bersikap santai sama dia. Selayaknya orang pdkt aja, dia banyak tanya tentang kehidupan Jelita, perkuliahannya, keluarganya, tapi satu yang gak pernah Hisyam singgung adalah tentang Joel.

Seakan paham kalau Jelita akan langsung breakdown kalau diungkit tentang Joel, laki-laki itu memilih untuk diam sampai Jelita sendiri yang menangis meminta Hisyam untuk membantunya melupakan Joel.

Seperti Hisyam, Jelita juga enggan menyinggung Hisyam tentang Ghea.

Bukan, bukan karena dia gak simpati sama Hisyam dan mantan kekasihnya itu.

Se-simple karena Jelita gak mau mendengar nama perempuan yang sudah merebut kekasihnya dulu. Cinta pertamanya.

Tapi Jelita lupa, kalau Hisyam juga pernah mencintai Ghea sama besarnya seperti dia mencintai Joel.

Jelita lupa, kalau Hisyam juga korban dari mantan pacar mereka.

Jelita lupa, kalau Hisyam juga merasakan sakit hati yang dalam seperti dia.

Dan Jelita mengabaikan itu semua,

Demi keegoisan dia.

Mata Jelita terasa panas saat memikirkan itu, kepalanya menengadah ke atas berusaha mati-matian menahan tangisnya.

“What is it?” Hisyam bertanya dalam tidurnya. “Apa yang lagi mengganggu fikiran kamu?”

Thank god Hisyam memilih untuk bicara dengan matanya yang masih terpejam. Karna Jelita lagi gak mau Hisyam melihat dia yang tiba-tiba nangis seperti ini.

Tapi ternyata itu gak bertahan lama, Hisyam langsung membuka matanya begitu mendengar tarikan nafas Jelita yang semakin memberat.

“Hey…” Hisyam panik. Tangannya merengkuh Jelita kedalam pelukannya. “Kamu kenapa?”

Jelita mengusap air matanya kasar, “Aku minta maaf, Syam” ujar Jelita sebelum melepas pelukan mereka dan mengambil posisi duduk.

Hisyam ikut duduk, alisnya menyatu kebingungan. “Buat?”

“Buat aku yang dulu,” Jelita menjeda kalimatnya. “Dan buat aku di masa depan, jaga-jaga.”

“Kenapa tiba-tiba?”

Jelita menarik nafasnya sebelum bicara, “Aku baru sadar… selama ini aku cuma fokus sama rasa sakit hati aku,” perempuan itu menatap Hisyam lekat-lekat. “Aku lupa kalau kamu juga ngerasain sakit yang sama kaya aku.”

Hisyam hanya diam menatap Jelita.

“Gimana perasaan kamu sekarang, Syam…?” Jelita mengusap wajah Hisyam pelan. “Masih suka keingetan Ghea?”

Ya. Akhirnya nama tersebut keluar dari mulut Jelita.

Hisyam tersenyum, lama ia menatap Jelita sebelum akhirnya menjawab. “Aku udah sama sekali gak mikirin dia, Jel.” tangannya meraih tangan Jelita. “Kalo kamu tanya ini karna merasa bersalah, gaperlu. Kamu harus tau kalo sama seperti kamu, aku juga bersyukur diatas rasa kecewa yang Ghea kasih ke aku, aku jadi bisa kenal sama kamu.”

Hisyam menunduk, tangannya memainkan jemari Jelita. “Aku bukan pasangan yang baik buat Ghea.” ia menarik nafas panjang. “Aku juga manfaatin kamu,”

“Kita saling manfaatin satu sama lain, Syam.” Jelita memotong perkataan Hisyam.

Hisyam mengangguk kecil, “Satu hal yang pasti, Jel.” Hisyam akhirnya menatap Jelita. “Kita bukan cuma manfaatin satu sama lain. Kita juga saling mengobati. Kamu ngobatin aku, dan aku ngobatin kamu.”

Jelita menatap Hisyam sendu.

“Sekarang, stop ngomongin mereka terus. Aku udah sepenuhnya buat kamu jadi kamu gaperlu mikir macem macem.” ujar Hisyam lagi

Jelita tersenyum lebar. tangannya bergerak memukul dada bidang Hisyam pelan.

Jelita salting.

“Kamu tuh kalo ngomong dalem banget tau gak? tapi abis itu modus!”

Hisyam tertawa lebar, tangannya meraih tengkuk Jelita, mengecup ranum Jelita lembut sebelum kembali merebahkan tubuhnya.

Laki laki itu menepuk-nepuk bantal Jelita sebelum bicara, “Mau tidur atau kita lanjut ronde ke-empat?”

“HEHHHHHHHHH!!!!”