write.as

Suara lonceng kecil berbunyi saat Daniel membuka pintu minimarket. Udara dingin menyambutnya.

Dia mengecek kembali ponselnya sebelum mengarahkan pandangan ke seluruh penjuru toko, mengernyitkan dahi saat tidak melihat tanda-tanda keberadaan Ong Seongwoo.

Mengedikkan bahu, Daniel memutuskan untuk membeli snack dan minuman saja untuk dibawa pulang. Wajahnya mencerah mendapati kue bolu dan pastel kesukaannya masih dijual.

Suara lonceng itu terdengar kembali, nyaring.

Saat Daniel mengangkat kepala, ada sepasang mata bulat yang balas menatapnya.

Daniel menganggukkan kepala kepada pendatang baru itu, dan dibalas dengan cibiran kecil. Matanya mengekori sosok Jihoon yang langsung menyembunyikan diri ke balik rak-rak minuman.

Tak berapa lama, Jihoon muncul dengan membawa satu botol kecil minuman ion. Ia melewati Daniel tanpa bicara, dan langsung melesat ke kasir.

Selesai memilih makanan ringan, Daniel berjalan santai dan berhenti tepat di belakang Jihoon. Ia dapat melihat pucuk rambut kecokelatannya dan semburat samar merah muda di pipi lelaki itu, yang sekarang ia duga adalah hal natural yang terjadi bahkan tanpa okasi apapun. Daniel menelengkan wajah, memperhatikan secara seksama bagaimana garis mata Jihoon melengkung cantik dan bagaimana bibirnya merah secara (lagi-lagi) natural— kali ini ia yakin warna itu muncul dari kebiasaan lelaki itu dalam menggigiti bibirnya, suatu hal yang ia sadari selama kelas elektif tadi siang.

Bunyi plastik terdengar dan samar-samar Daniel mendengar suara Jihoon menolak tawaran tersebut, berkata bahwa ia akan menenteng minumannya sendiri. Daniel masih sibuk dengan otaknya yang bekerja keras memikirkan di mana dia melihat wajah ini? Kenapa familiar sekali? sampai ia tidak menyadari suara kasir memanggilnya.

Detik itu juga, dia tersadar. Mata sipitnya melebar.

“Nakyum-ah—!” suaranya tertahan.

Jihoon, yang hampir mendorong pintu minimarket, menoleh dan mendelik.

“Hah?”

Daniel menggelengkan kepala, menatapnya dengan pandangan baru. Ia seolah baru saja mendapat pencerahan.

“Maaf. Bukan apa-apa.” ia berkata, bibirnya tak tahan untuk membentuk senyuman lebar yang lebih mirip seringaian.

Jihoon menatapnya aneh, sebelum menggelengkan kepala dan mendorong pintu.

Samar-samar, Daniel mendengar gumaman Jihoon,

Orang gila.”