write.as

Jembatan Warna Warni

Tiara yang terlihat sangat senang melihat city lights kota yang sangat indah dengan kerlap kerlip cahaya disetiap gedungnya, tiba-tiba tubuhnya terdorong kedepan karena motor yang ia naiki rem mendadak.

“ADUUUHHH. KAK LO BISA BAWA MOTOR GA SIH!?”

“Udah sampe. Turun”

“Ya kan bisa pelan pelan berhenti nya.”

“Lo aja yang gapegangan, Malah nyalahin si ganteng”

“Hah? Si ganteng? Lo maksudnya?”

“Motor gue. Namanya si ganteng”

Tiara terheran heran, masih aja ada orang yang menamai kendaraan nya di tahun 2022 seperti ini.


“Ini dimana namanya ka?”

“Tempat biasa gue kabur. Rumah ke 2”

Kabur? Kabur dari siapa? Mamahnya? Tidak mungkin. Mamah Ka Tara adalah mamah yang sangat baik. Atau.... Ayahnya?

“Mas, permisi, susu hangat 1 sama mineral ya”

Ka Tara sedang memesan susu hangat yang selalu jadi minuman andalan dia ketika bersama Tiara.

“Makasih ya mas.”

“Nih minum. Ngangetin badan”

“Susu again. Gaada nutrasira apa rasa jeruk Peres. Enak tau itu”

“Gasehat. Susu sehat. Biar otak Lo jalan terus”

“Gausah cari gara gara sama gue ya ka. Gue masih dalam suasana happy”

“Lo suka?”

Suka sama pemandangan? Iya. Suka sama ka Tara? Tidak mungkin. Dia sudah dianggap Abang bagi Tiara

“Suka Ka! Ternyata emang sebagus ini ya kota. Nanti kalau udah selesai pendidikan kuliah, aku pengen kerja di rumah sakit belakang gedung itu.”

“Kok tau ada rumah sakit?”

“Iya waktu papah meninggal di rumah sakit, aku inget gedung itu. Jadi ya tau aja walau pertama kali kesini”

“Kuat juga ingatan Lo”

“Kalau ingatan tentang orang yang disayang emang akan melekat bukan ka? Mau itu sedih atau senang?”

“Ehm... yap betul”

Tiara sangat ingin bertanya perihal ayah dari Ka Tara. Tapi ia takut merusak moment yang mungkin tidak akan terulang lagi

“Ka Tara, ini rumah ke 2 ya? Sejak kapan?”

“Iya. Sejak kapan ya? Ehm.... Sejak bokap mukul gue pas SMP kayaknya”

“Mukul? Ayah ka Tara mukul kk?”

“Iya. Bad past. Walaupun gue gasalah, tetap. Dimata ayah gue, gue hanyalah kesalahan semesta yang tidak direncanakan. Makanya dia sering mukul gue dari kecil. Tapi baru ngerti pas SMP. Nih salah satu lukanya di punggung Gue. Dia ngelembar piring ke arah mamah tapi gue menghadang tindakan dia itu.”

Tara sangat serius kali ini dan memperlihatkan bagian punggung yang mempunyai luka dari Masa lalunya.

“Bokap selalu bilang kalau gue bukan anak yang dia pengen. Bahkan pernah dia bilang, gue bukan anak dari darah dia. Such a cowards. Ga lama setelah itu, dia cerai sama mamah dan berusaha merusak rumah pertama gue.

“Makanya gue harus kerja banting tulang sejak SMA. Disaat orang lain bersenang senang di umur segitu, gue harus kerja part time sana sini dan Ngumpulin uang buat kebutuhan diri sendiri & mamah. Apapun yang gue lakuin sekarang, gue cuma pengen mamah tersenyum. Senyum bahagia tanpa terpaksa. Gaada kesedihan lagi di matanya. It's more than enough”

“Ka...sorry ya kak. Ga bermaksud...”

“Gpp, gue senang kok.”

“Senang? Senang kenapa kak?”

“Senang karena bisa cerita ini ke Lo yang kelihatan keponya sejak lama dan karena Rumah kedua gue kedatangan tamu untuk pertama kalinya”

“Eh? Serius? Aku yang pertama kk ajak kesini?”

Tiara terheran heran. Bagaimana bisa ia menjadi orang pertama yang diajak ka Tara kesini. Tidak mungkin. Pasti dia sedang berbohong. Karena dia sangat populer di sekolah dulu dan universitasnya.

“Ka, Walau kk udah lulus dari SMA aku beberapa tahun lalu, Ka Tara itu masih jadi idaman disekolah. Foto kk terawat rapih di mading sekolah. Pasti temen ka Tara tuh banyak banget. Masa selama Ka Tara sekolah di SMA dan sudah jadi mahasiswa kedokteran, gapernah bawa teman satupun kesini?”

“Kalau gue bawa temen gue kesini, mungkin aja dia bawa temen lainnya kesini dan tempat ini jadi ramai. Gue tau ini tempat umum, tapi sayang kalau tempat setenang ini jadi ramai orang. Makanya gue bawa Lo.”

“Karena Lo gamungkin bisa kesini tanpa gue”

“Kak....”

“Iya?”

“Kalau ka Tara lagi kurang bahagia, gue ada disini kok. Walaupun gue cuma anak SMA kelas 2 yang sedang pusing ujian bedah kodok, tapi gue bisa dipercaya”

“Gue tau. Makanya gue bawa Lo. Karena gue percaya sama Lo”

Tiara terdiam kaku setelah mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut Ka Tara yang sangat terkenal dingin.


Meghantara sedang sibuk mencari sesuatu didalam saku kecil miliknya. Terlihat sangat penting sehingga ia terlihat panik.

“Kak, nyari apa?”

“Obat”

“Hah? Obat apa?”

“Biasa obat migrain. Udah semester tua, banyak pikiran. Makanya Lo jangan nambah pikiran gue”

“Ih enak aja. Gue gapernah gitu ya”

“Gapernah? Ujian kodok Lo buat gue kepikiran.”

Tiara tersenyum kecil sambil menggaruk rambut nya yang mulai kusut.

“Yah abis ternyata. Yaudahlah. Nanti aja”

“Serius gpp kak?

“Iya gpp. Cuma obat migrain, bukan obat yang lain”

Tiara Merasa kejanggalan disini. Sebab, selama Tiara bersama ka Tara, ia tidak pernah melihat Ka Tara migrain. Bahkan yang Tiara tau, cowok dingin ini sangat benci obat. Lalu kenapa kali ini dia terlihat serius?

“Ehm... Kak, Lo mau pulang aja? Udaranya makin dingin”

“Lo udah puas belum liat gedungnya?”

“Udah kak. Daripada ka Tara kenapa kenapa, lebih baik kita pulang aja. Udah mau jam 9 juga kan? Abis ini ka Tara ada nugas lagi bareng temen”

“Yaudah. Sini tangan Lo”

Hah? Apaan nih? Dia mau ngapa ngapain gue ya? Kok gue deg deg an? – suara hati Tiara

“Mau ngapain ka?”

“Udah sini”

Tara memegang tangan Tiara sangat erat seperti ingin mengucapkan janji yang tidak akan terpatahkan oleh siapapun.

“Dear jembatan warna warni, terima kasih sudah memberikan kehangatan dalam cerita hidup saya didunia ini. Jika semesta tidak berkehendak kepada saya suatu saat nanti, saya titipkan rumah ke 2 ini kepada gadis kecil yang mungkin membutuhkan nya juga.”

Tiara yang melihat Ka Tara seperti ini, ia sangat ingin memegang kening Ka Tara dan memastikan bahwa seperti nya Ka Tara benar benar sedang migrain.

“Amin”

“Eh kok udah Amin? Emang gue iyain?

“Tanpa Lo iyain, tempat ini udah jadi milik kita berdua, dan semesta saksinya. Jadi jaga tempat ini ya kalau gue gaada”

“Apaan sih Lo kak, galucu amat omongannya. Yaudah ayo pulang”

“Iya cerewet”

Tara mengusap-ngusap rambut cokelat milik gadis yang sedang senang campur bingung itu.