Bubur Ayam.

Rama selalu suka bubur ayam depan kompleksnya.

Tapi itu dulu.

Sebelum kedatangan tetangganya yang menurutnya sangat menyebalkan. Haikal, namanya. Lelaki berperawakan tinggi, serta hidung mancung dan jakun yang begitu terlihat di lehernya selalu menjadi pusat perhatian lawan bicaranya.

Ketika orang lain begitu memuja dan mendamba Haikal, Rama kebalikannya. Rama sangat muak dan akan selalu muak dengan lelaki yang memiliki senyum penuh hangat itu. Rama akan selalu mendengus ketika tak sengaja berpapasan dengan Haikal. Entah mengapa, rasanya dunianya akan berubah 180 derajat ketika bertemu dengan Haikal.

“Hayo, kok diem-diem aja!!!” Rama tersentak ketika seseorang baru saja mengejutkannya. Rama memutar kedua bola matanya malas begitu tahu siapa biang keroknya.

“Apaan sih, Kal!” Sungut Rama dengan bibir yang maju sesenti. Bukannya terlihat seram justru kadar kegemasannya menjadi berlipat-lipat. Lelaki dengan kaos hitam tersebut tertawa kemudian ikut duduk di samping Rama.

“Lo kenapa masih sensi aja sama gue sih, Ram?” Tanya lelaki tersebut ketika melihat Rama bersungut-sungut disampingnya.

Rama terdiam. Rasanya bibirnya terlalu malas untuk menjawab pertanyaan tak penting dari Haikal, tetangga menyebalkannya itu.

“Lo masih marah gara-gara dulu gue pacaran sama Acel?” Tanya Haikal.

Haikal mengembuskan nafasnya kasar. Lagi-lagi ia tak mendapatkan respon dari Rama. Sebuah laptop berhasil mencuri atensi Rama.

“Ram, serius deh gue dulu gak tau kalo yang lo suka tuh si Acel!” Haikal sedikit meninggikkan suaranya. Membuat jakunnya naik turun.

Rama mendelik. “Mending lo pulang deh!” Begitu katanya.

Haikal ikut mendelik. “Lah ini ‘kan tempat umum. Masa gue gak boleh duduk disini?”

“Iya, gak boleh!” Kata Rama dengan mata yang melotot.

Haikal mengernyitkan keningnya. “Siapa yang gak bolehin? Emang ada aturan yang bilang kalo ‘Haikal dilarang duduk di gazebo kompleks’ gitu?” Balas Haikal tak mau kalah.

“Gue! Gue yang gak bolehin. Perihal aturan belom ada sih. Nanti deh gue usulin ke Pak RT!” Jawab Rama dengan penuh penekanan di akhir kalimatnya.

“Ram, gue kan juga udah minta maaf sama lo waktu itu! Lagian gue sama Acel udah putus lama kali,” Balas Haikal. Sedangkan lawan bicaranya tak menggubrisnya sama sekali. Jari-jemarinya sibuk mengetik sesuatu di atas keyboard laptopnya yang Haikal sendiri tidak tahu menahu tentang itu. Mungkin laporan, pikir Haikal.

“Lo udah makan belum?” Tanya Haikal yang langsung dibalas gelengan oleh Rama.

“Makan bubur di depan yok!” Lagi-lagi hanya sebuah gelengan kepala yang didapatkan Haikal.

“Kenapa sih? Bukannya lo pernah bilang lo paling suka sama bubur ayam depan kompleks?”

“Itu dulu,”

“Lah apa bedanya? Perasaan rasanya sama aj—“

“Sebelum lihat lo makan bubur sama Acel disitu,”

Hati Haikal mencelos begitu mendengarnya. Lagi-lagi ia menarik nafas panjangnya.

“Ram, entah ini permintaan maaf gue yang keberapa. Yang jelas, gue minta maaf banget. Gue benar-benar gak tau kalo lo naksir Acel waktu itu. Sekarang kan gue udah putus sama Acel. Please, jangan jadi kaya emak gue yang selalu ngungkit yang lalu-lalu, ya? Sekarang lo bisa deketin Acel, mumpung dia masih jomblo tuh!”

Rama menutup laptopnya dengan keras hingga membuat Haikal tersentak. Lantas Rama bangkit dari duduknya kemudian beranjak pergi menjauhi Haikal yang tengah kebingungan. Setelah melangkah jauh, Rama membalikkan badannya dan menatap geram pada Haikal yang masih duduk di gazebo. Kedua manik mereka saling bertabrakan.

“GUE TUH GAK NAKSIR ACEL! TAPI NAKSIR SAMA LO!” Teriaknya kemudian kembali berlari meninggalkan Haikal yang tengah menarik ujung bibirnya.