D-day.

Raihan akui ini adalah pengalaman pertamanya menonton konser. Sudah dua puluh tahun ia menginjakkan kaki di bumi, tapi baru hari ini ia bisa merasakan euforia menonton konser. Hari ini tentu akan menjadi hari yang mengesankan dan tidak akan terlupakan untuk Raihan.

Setelah harus mengantre cukup lama, akhirnya Raihan bersama yang lainnya berhasil memasuki venue. Begitu masuk, Raihan langsung dibuat takjub dengan suasana ramainya penonton konser dan panggung di depan sana. Raihan cukup bersyukur karena penerangannya yang minim. Karena sebenarnya, indera penglihatannya cukup sensitif dengan lampu yang terang dan menyilaukan.

Sampai akhirnya acara konser dimulai, seorang Baskara Putra kini tengah berdiri tegak sembari melantunkan lagu-lagunya yang tidak pernah mengecewakan para pendengarnya.

Sejak acara konsernya dimulai, fokus Raihan pecah dan terbagi. Raihan tidak bisa fokus menikmati penampilan Baskara jika ada Maha di sebelahnya. Raihan sudah berkali-kali melirik Maha hanya untuk mencuri pandang. Maha yang sedari tadi tidak bisa diam dan terus berseru histeris berhasil membuat jantung Raihan berdegup kencang.

Hingga di pertengahan acara, Raihan dikejutkan oleh sebuah tangan yang tiba-tiba menggenggam pergelangan tangannya dan menariknya. Raihan refleks menoleh dan langsung terkejut begitu melihat siapa pelakunya. Raihan sempat memberontak namun sia-sia saja karena tenaganya kecil. Mau buka mulut pun rasanya enggan, karena percuma, suara bahkan teriakannya akan kalah dengan riuhnya konser ini.

“Maaf, gue bawa kesini soalnya di sebelah sana agak anarkis…” Bisiknya pada Raihan. Raihan menoleh ke tempat tadi dan benar saja, penonton di belakang Maha dan lainnya cukup anarkis.

“Gue kaget, Abim…” Raihan mulai membuka suaranya.

“Apa, Rai? Gak dengar!” Seru Abim sembari mendekatkan indera pendengarannya tepat di depan wajah Raihan.

Raihan mendengus pelan, “Gue tadi kaget,”

Abim meringis pelan sembari mencondongkan tubuhnya. Abim berbisik di telinga Raihan.

“Maaf ya.. Gue gak bermaksud bikin lo kaget, Rai. Gue cuma mau ngelindungin lo…” Lagi-lagi, Raihan bersyukur. Karena penerangannya yang minim, membuat semburat merah di sekitar pipi Raihan tersamarkan atau bahkan tidak terlihat sama sekali.

“Rai!” Abim berseru kembali.

“Ya?” Sahut Raihan seadanya.

“Gue izin buat rangkul pundak lo sampai konser selesai ya? Demi Tuhan, ini bukan akal-akalan gue buat modus. Gue cuma gak mau lo kena senggol sama yang ada di sebelah lo itu! Lihat deh, itu orangnya gak bisa diem gitu. Takut kena lo. Boleh?” Tanpa Abim sadari, Raihan meremas ujung bajunya sebelum akhirnya mengiyakan dan membiarkan Abim untuk merangkulnya hingga satu jam ke depan.

Written by Arash ( @hyuckrenism )