°°°°°
“Lif, where's the coffee??” teriak Seungyoun dari dapur, padahal apartemen ini tidam terlalu luas jadi seharusnya Seungyoun nggak perlu sampai berteriak, lagipula Lifia saat itu sedang ada di sofa depan tv yang berada persis disebelah dapur.
“Near the rice cooker, Youn. Bisa gak sih check it before you asked me?” balas Lifia sekenanya, lelah. Ini kan tempat apartemennya Seungyoun, tapi laki-laki itu tidak hafal dengan letak barangnya sendiri. Bodoh.
Seungyoun menuruti arahan Lifia dan ia langsung menemukan jar yang berisi kopi serbuk kopi favoritnya. Ajaib. Padahal tadi ia sudah mencari di dekat situ dan tidak menemukannya. “Found it! Thanks.” Seungyoun lagi-lagi berteriak. Sepertinya sudah kebiasaannya aja deh untuk berbicara dengan berteriak-teriak seperti ini dengan Lifia. Kalo aja Lifia sedang tidak kelelahan, perempuan itu juga pasti akan balas meneriaki Seungyoun.
Today is Friday, yang berarti hari libur Seungyoun dari segala tetek bengek persiapan comeback solonya bulan depan. Sebenarnya Seungyoun has no day-off, sih, tapi dia selalu berusaha meliburkan diri tiap hari Jumat hanya untuk beristirahat dan 'main' sejenak, dan Seungyoun hampir selalu ada menghabiskannya di apartemen ini bersama Lifia, teman 'main' Seungyoun since their high school days, and by that secara otomatis Lifia menjadi 'pembantu' di apartemen ini karna dia lah yang selalu membersihkan dan juga memasak untuk Seungyoun sementara si Tuan Muda itu keluar mencari pundi pundi uang, atau calon mainan baru. Who knows?
Sebenarnya, hubungan pertemanan mereka sudah berjalan selama belasan tahun dan there's no sign that it will be upgraded to a higher level than being just friend. Lagipula, mereka lebih nyaman dengan 'hubungan' yang seperti sekarang ini.
“Earl grey tea for you and coffee for me.” Seungyoun meletakan dua buah gelas yang masih mengepulkan asap di atas coffee table depan sofa.
“Kenapa sih? Sakit banget ya?” tanya Seungyoun penasaran karna Lifia sejak 30 menit yang lalu hanya berbaring tengkurap di atas sofa tanpa menggunakan pakaiannya.
“I told you not to use back-door, kan? Main belakang sakit banget, Youn!” gerutu Seungyoun penuh kekesalan. Yah, namanya juga Seungyoun, semakin di larang, malah semakin penasaran.
Seungyoun mengubah posisi berbaring Lifia menjadi miring dan kepala Lifia ia letakkan di atas pangkuannya, “But I like how your ass look from the back, Lif. Gemes, lucu, pengen gigit.” Seungyoun mencoba membela dirinya. Salahkan lah Lifia. Siapa suruh perempuan itu memiliki bokong yang begitu sempurna, apalagi when his dick in her ass, rasanya begitu luar biasa. Gila, memikirkan hal itu saja sudah mampu membuat Seungyoun kembali 'keras'.
“But it hurts, Youn.... “ Lifia mengeluh manja.
“Mau kemana?” tanya Lifia saat Seungyoun berdiri tiba-tiba dan membuat kepalanya jatuh ke bantal sofa dengan mengenaskan. Sialan.
“Mandi bentar ya.” jawab Seungyoun, “Mau aku mandiin sekalian, ga? Sakit loh lecet-lecet itu kalo kena sabun.” lanjut Seungyoun with a smirk on his face. See... Seungyoun ini benar-benar pro dalam hal goda menggoda. Jago.
“Sinting.” jawab Lifia, memalingkan muka.
°°°°°
“LIFIAAAA!” teriak Seungyoun dari dalam kamar mandi.
“Hmm...” jawab Lifia sambil mengancingkan kancing kemejanya, bersiap untuk pulang ke apartemennya sendiri.
“Ambilin anduk Lif, masih di jemuran. Lupa bawa.”
“Sialan.” rutuk Lifia sambil berjalan menuju balkon tempat Seungyoun– eh tidak, lebih tepatnya tempat Lifia menjemur pakaian, dan handuk basah milik Seungyoun. Lifia melihat handuk biru dongker bermotif merah lalu meraihnya dan memberikannya pada Seungyoun dengan cara jalan mundur.
“Apaan sih lo sok malu‐malu tai kucing gitu kaya ga pernah liat otong gue aja. Lebay.” kata Seungyoun sambil mengambil handuk dari sodoran tangan Lifia dan menyemburkan air dari shower ke tubuh Lifia.
“YOUN GUE UDAH RAPI MALAH DIBIKIN BASAH ASTAGA.” gerutu Lifia.
“Gue kan emang jago bikin lo basah.”
“YOUN.. Seungyoun.. Stop it... “ Lifia melindungi wajahnya dari air sambil tertawa begitupun Seungyoun ikut tertawa. Emang bucin tolol, bukannya ngehindar malah menikmati.
Lifia is now completely wet. Mesti ganti baju, pikirnya. Sebelum Lifia sempat mencapai pintu kamar mandi, Seungyoun tiba-tiba keluar dari kubik transparan tempat shower dan malah menarik pinggangnya mendekat, mendorong tubuh Lifia masuk kedalam kubik, menciumnya dengan kasar dan menyalakan shower. Agenda mereka hari ini: basah-basahan bersama, sepertinya.
Seungyoun goes straight into her lips. Menciumnya dengan ganas dan cepat. Lifia merasa kaget tapi dengan cepat dia menguasai diri dan balas mencium, and wrap her hands around Seungyoun's neck. Tanpa menunggu lama, Seungyoun meraba tubuh Lifia yang saat ini masih dibalut kemeja basah, memegang aset kembarnya dan membuat Lifia melenguh.
“Youn–argh.....”
Seungyoun gives hundreds of thousands little hot kisses kepada Lifia tanpa henti dan terus mendorong Lifia ke tembok dengan ganas. Lifia meremas rambut laki-laki di hadapannya seiring dengan irama ciuman mereka.
After awhile, Seungyoun mencoba melepaskan kemeja Lifia dengan membuka kancingnya, but because he got no patience, akhirnya dia malah merobek kemeja perempuan itu.
“Youn, you owe me a new one.” kata Lifia, sambil memberi jeda atas ciuman-ciuman mereka.
“Anything for you, baby girl.” balas Seungyoun sambil menautkan bibir mereka kembali sementara celana Lifia dibuka risletingnya dan dengan segera diturunkan ketika dia sedang sibuk mencium leher Seungyoun, yang tentu saja sukses membuat Seungyoun mengerang di leher Lifia di tengah-tengah pergulatannya dengan jeans sialan itu. Lifia terkikik dan mulai membantu Seungyoun membuka celana jeans miliknya.
“My turn, babe“
Tidak menunggu lama, Lifia melumat 'aset' Seungyoun. Mengulum dan menjilatnya berkali-kali. Seungyoun kacau. Tanpa sadar, Lifia menyadari bahwa rupanya memasukkan 'aset' seseorang ke dalam mulutnya will felt unexpectedly good. Not only for the owner, but for the 'lickers' as well.
“Lifiarghhhhhh–” seru Seungyoun, realizing that he nearly gonna cum.
Lifia mengabaikan itu dan semakin bersemangat menjilat, mencium, dan mengulum.
Ketika keduanya sedang memberi jeda. Seungyoun segera menarik Lifia kembali sejajar dengannya dan membalikkan tubuh Lifia. Slowly, he push his thing inside Lifia, namun dengan posisi tubuhnya di belakang tubuh Lifia.
“Lif–lifia I think I....” bisik Seungyoun terengah-engah.
“Cum?” tanya Lifia dengan polosnya.
Seungyoun mengangguk. Ia kembali mendesah dan menggigit bibirnya, and then he thrust his things one more time and this time, it gets more deeper.
One
Last
Thrust
“LIFIARGGHHHHHH–” desah Seungyoun. He definitely cum, and had a great time.
Keduanya mencelos bersamaan, kini mereka berada di posisi duduk bersebalahn dengan keadaan kacau. Berkeringat, dan berusaha keras mengatur napas.
“What are we?” tanya Lifia tiba-tiba. Entah mengapa tapi pertanyaan itu mengalir begitu saja tanpa bisa di cegahnya.
“Friends.” jawab Seungyoun sambil bangkit berdiri dan mengambil handuk.
“Just friends?”
“Friends who like to do that.” jawab Seungyoun sambil mengedipkan sebelah matanya.
Brengsek, memang.
But Lifia seems to can't get over him. Tanpa Seungyoun, hidup nggak akan cukup. Lifia butuh Seungyoun. She craves him.
°°°°°
Lifia bergegas pulang setelah agendanya dengan Seungyoun berakhir. Dia masih harus menyelesaikan laporan audit yang mesti dikumpulkan besok pagi. Tapi, she's really tired. Main dua kali dalam rentang waktu nggak sampai 5 jam bener-bener menguras energinya. Akhirnya dia memilih rebahan diatas sofa besar depan TV di apartemennya– lebih tepatnya apartemennya dan sahabat sehidup sematinya, Wooseok.
“A 30 minutes nap won't hurt, kan?” tanyanya pada diri sendiri. Mencoba meyakinkan diri sendiri, dan dengan cepat terlelap.
Saat Wooseok mendorong pintu masuk. Suasana didalam tampak begitu gelap, hanya ada satu lampu kecil dari dapur yang memberikan pencahayaan redup. Tangan Wooseok yang sudah hapal benar dimana letak saklar pun menekannya, membuat ruangan kini berubah menjadi terang.
“Lah... Ini orang kok udah balik aja.”
Di depan TV tampak Lifia yang tertidur telungkup dengan ponsel ditangannya, dan tas di pinggir sofa. Sepertinya Lifia benar-benar kelelahan.
“Lif, bangun yuk, tidurnya di kamar aja.” Wooseok menyisir pelan rambut Lifia dengan jari-jari tangannya. Rambut Lifia yang lurus, keras dan kasar itu terasa menggelitik tangannya. Sudah berapa kali Wooseok mengingatkan Lifia untuk tidak sering-sering mengecat rambutnya, tapi ya si bandel itu tetap saja melakukannya dengan beralasan bahwa Seungyoun lebih menyukai perempuan dengan visual badass seperti ini. Bodoh.
“Lif, bangun dong, disini banyak nyamuk gigit loh.” Sebenernya gak ada nyamuk yang berkeliaran sih dari tadi, ya cuma sekedar nakutin aja, siapa tau Lifia jadi bangun dan pindah saja ke kamar untuk tidur.
“Hmm...”
Dengkuran halus Lifia membuat Wooseok kembali mengamatinya. Lama-lama jadi nggak tega untuk dibangunin walaupun cuma untuk memintanya pindah ke kamar. Dan terlihat jelas betapa lelah Lifia dari posisi tidurnya yang telungkup, plek seperti orang pingsan. Sepertinya perempuan itu langsung menjatuhkan diri ke sofa dan tidur tanpa sempat membersihkan diri terlebih dahulu, bahkan sepatunya saja masih dipakai. Benar-benar jorok!
Mau tak mau, Wooseok pun berjalan menuju ke kamar, mengambil kapas dan juga cairan pembersih wajah. Pelan-pelan Wooseok mulai membersihkan wajah Lifia hingga ke leher juga. Tampak kapas yang semula berwarna putih itu lama-lama berubah menjadi warna abu-abu gelap, tanda kotoran yang menumpuk.
“Kalo gak ada gue, siapa yang urus lo coba, Lif. Kerjaan lo cuma ngurus si brengsek itu doang, mending kalau dapet status... Lah ini cuma status temen... Temen main pula.” Rasanya Wooseom bener bener seperti asisten rumah tangga yang kerjaannya ngedumel kalau lagi gak ada majikan.
Sekali lagi Wooseok memperhatian penampilan Lifia yang menjadi agak less chaotic daripada sebelumnya. “Cepet cari laki yang bener makanya Lif, biar ada yang ngurusin, jadi gue gak perlu banyak berharap dan bisa nemuin kebahagiaan gue sendiri....”
“Hmmm....” Lagi-lagi hanya suara dengkuran halus Lifia yang membalas perkataan Wooseok.
Wooseok menghela nafas panjang dan menjatuhkan diri di sisi Lifia. Ya setidaknya ia butuh istirahat untuk sekarang ini. Biar besok-besok lagi saja ia memikirkan nasib akan kehidupan asmaranya.
— To be continued.....