61

Hanya terdengar hela napas Levi yang berat. Ada saja yang menguji kesabaran di kala dirinya sedang lelah. Padahal ia berharap di rumah bisa melepas penat dalam dekapan istri. Ternyata tingkah istrinya malah begitu.

“Film keparat. Buat apa ditonton coba.”

“Filmnya bagus tau,” protes Hanji tak terima, “aku sampe kepikiran sampe sekarang.”

Levi tidak menyanggah balik. Terlalu lelah untuk adu argumen. Lagipula ia memang tidak menonton film itu. Dan tidak begitu peduli juga dengan tayangan drama semacam itu.

“Sini dilepas,” ujar Levi sembari mengambil kacamata sang puan untuk disimpan, “pake kacamata yang hati-hati biar nggak gonta-ganti mulu.”

“Ini udah lama tau. Udah terbukti kekuatannya. Tahan banting.”

“Tahan banting, tapi kalo ketindihan ya nggak tahan.”

Hanji bergumam tidak jelas tentang kacamatanya. Juga tentang Levi yang galak seperti ibu tiri. Ia yakin kalau adu kesangaran dengan bibinya, Levi jelas menang telak.

Tanpa memedulikan ocehan Hanji, Levi membenarkan posisi bantalnya. Kemudian menarik selimut agar menutupi tubuh Hanji.

Sebelum berbaring dan ikut masuk ke balik selimut, Levi mengecup singkat pelipis Hanji. Membuat gumaman sang puan langsung terhenti.

Baguslah langsung diem.

Levi merapikan helai rambut cokelat Hanji sejenak sebelum ia berbaring membelakanginya.

“Kok gitu doang?”

Astaga... Apa lagi ini?

Saat Levi berbalik, Hanji telah menghadap ke arahnya. Matanya membulat–meski masih sembap. Bibirnya manyun, entah memprotes apa kali ini.

“Kok gitu doang?” Hanji mengulangi kalimatnya.

Malas mendebat, Levi langsung mendekat dan mendapatkan kecupan di bibir sang istri.

“Gitu doang?”

Baiklah, sekali lagi.

“Ih, kok–”

Tidak menunggu kalimat Hanji selesai, Levi kembali mengikis jarak di antara mereka. Keduanya terpejam. Menikmati pagutan lembut yang mengalir di antara mereka.

Seutas senyum terlukis di wajah Levi kala keduanya saling menarik diri. Mereka masih terpejam, tapi Hanji pun ikut mengulas senyum seakan membalas senyuman sang suami.

“Udah?” bisik Levi kemudian.

Hanji hanya terkekeh kecil sebagai jawaban.

Levi mencubit hidung Hanji gemas, “Besok-besok kalo aku pulang malem, jangan buat ulah. Hari ini mungkin aku nggak kenapa-napa. Tapi kalo situasinya lain, bisa aja aku ikutan emosi.”

Mendengar itu, Hanji jadi sedikit menyesal. Sebenarnya ia antara serius dan bercanda saat menuduh Levi dari rumah perempuan lain. Entah kenapa ujungnya malah semakin terbawa suasana paska nonton film.

Levi berbaring menelentangkan diri. Bersiap untuk benar-benar tidur.

“Maaf,” cicit Hanji memelas.

“Nggak ada yang marah.”

Hanji terdiam di posisinya. Ia tidak yakin dengan hal itu.

“Tapi kamu keliatan kayak mau ribut.”

Masih ada saja topik percakapan di kepalanya.

“Eh, apa emang bawaan dari lahir ya?”

Ya Tuhan, tolong berikan Levi kesabaran lebih untuk menghadapi tingkah istrinya yang tak karuan itu.[]

tbc