Setelah ungkapan perasannya pada Doyoung lima tahun lalu, Jaehyun lebih memilih mundur saat itu. Ia membiarkan Doyoung menggapai kebahagiaan yang tidak bisa ia berikan padanya. Ia memilih menyaksikan Doyoung meniti rasa senangnya bersama orang lain. Lelaki yang bisa membuat Doyoung tersenyum lebih sering, genggam tangannya sepanjang lorong kampus, dan lelaki yang tulus menyayangi Doyoung lebih darinya. Jaehyun ambil langkah seribu untuk lari, bersikap luar biasa baik-baik saja di hadapan semua orang padahal hatinya tengah remuk redam.
Dia menjauh. Tidak sama sekali adu kontak dengan Doyoung. Menghindari Doyoung luar biasa dan memilih untuk menata hatinya sendirian.
Jaehyun pikir ia akan mati. Rasa sakitnya tonjok setiap sendi tubuhnya tanpa ampun. Jaehyun hampir kehilangan akal sehatnya. Namun, teman-temannya membantunya teramat penuh kasih ketika ia berada di titik lumpuhnya. Mereka menyemangati Jaehyun untuk terus melangkah, memberikan canda tawa di hidupnya yang gelap gulita.
Jaehyun bangkit dari keterpurukannya dan mencintai Doyoung dalam diam.
Dia masih berdoa pada Tuhan untuk memberikan segala rasa bahagia untuk Doyoung.
Dia masih meminta pada Tuhan agar Doyoung diberkahi hidup mudah dan kesehatan berlimpah.
Jaehyun tidak pernah berdoa untuk dirinya sendiri.
Namun, untai doanya tak pernah lepas untuk Doyoung ditiap hela napasnya.
“Yang!” Johnny lambai tangannya ke atas, ngial Ten yang tengah menoleh kanan-kiri mencari suara. Mata Ten bertemu Johnny, dia langsung jalan menuju kekasihnya itu lalu gamit lengan Johnny manja.
“Macet banget tadi,” adu Ten. “Yang lain mana?” Ten tanya.
“Pada beli minum,” jawab Johnny. “Nanti paling ketemuan di dalem venue aja.”
Pandangan Ten bertemu Jaehyun.
“Wet, orang jauh nih,” Ten kasih senyum.
Jaehyun bales senyum, “kabar baik?”
“Baik-baik,” Ten angguk-anggukin kepala. Dia tarus noleh ke arah belakang. “Doyoung! Sini!”
Ini mungkin terdengar seperti drama picisan.
Jaehyun hampir tertawa.
Tapi memang begitu nyatanya.
Di antara ribuan kerumunan orang di sekeliling mereka, Jaehyun bisa menemukan Doyoung begitu mudah dengan matanya.
Doyoung yang tersenyum lucu. Doyoung yang lagi jalan ke arah mereka sambil peluk dua botol minuman di dadanya. Doyoung yang awalnya cuma tatap Ten sama Johnny, lalu pupil matanya gerak pelan, tepat menuju mata Jaehyun.
Rasanya, hanya ada dirinya dan Doyoung di muka bumi.
Rasanya, Jaehyun bisik terimakasih pada Tuhan karena sudah mengijinkannya kembali bertemu Doyoung.
“Hai,” Doyoung berdiri di hadapannya. Matanya berbinar. Antara pantulan cahaya lampu atau mungkin kerlip bintang.
Rambut Doyoung dipotong lebih pendek, nampilin keningnya yang mulus dan undercut tipis dibagian belakang. Sekilas, Jaehyun bisa liat segaris eyeliner di garis mata Doyoung. Bikin matanya keliatan makin tajem.
“Hai,” Jaehyun jawab, setengah gugup. Tidak. Luar biasa gugup.
“Nih,” Doyoung kasih satu botol minuman di pelukannya. “Rasa anggur.”
Jaehyun terima uluran minuman dari Doyoung, dia ketawa kecil. “Kesukaan gue.”
“Yap,” Doyoung angguk. Dia masih inget.
“Thanks,”
“Sama-sama.”
Jaehyun jilat bibirnya yang kering, dia terus ketawa, dan Doyoung ikut ketawa. Hal kecil. Apa saja. Maka Jaehyun akan berbahagia akannya. Apalagi dengan Doyoung di sisinya.
“Woy, ke sono.” Johnnya tepuk punggung Jaehyun. “Anak-anak udah di sono.”
“Oke,”
Johnny gandengan tangan sama Ten, belah kerumunan menuju tempat di teman-teman mereka sudah ambil tempat buat nikmatin konser. Jaehyun dan Doyoung jalan beriringan. Tidak jauh. Tidak dekat. Cukup.
Cukup untuk bisa hirup aroma parfum Doyoung yang searoma lavender, ada sekilas aroma kopi di rambutnya, pasti shamponya. Jaehyun lirik, lihat kedipan bulu matanya yang lentik, lekuk bibirnya yang manis, dan segaris senyuman Doyoung yang hangat.
“Jangan lirik gue terus,” Doyoung ngomong.
“Aduh ketauan,” Jaehyun jawab.
Doyoung ketawa.
Hujan turun di ujung petang, buat medan yang mereka laluin agak sedikit licin. Resiko ngadain event di ruang terbuka. Gak ada yang bisa prediksi cuaca. Untung aja menjelang malam, cuaca mulai membaik. Hawanya masih dingin, tapi adem.
Doyoung kehilangan keseimbangannya sesaat, uluran tangan minta pertolongan dan Jaehyun terlalu cepat ambil jari Doyoung yang melayang di udara.
Jari Doyoung berada digenggaman Jaehyun terlampau manis.
Jaehyun coba pegang siku Doyoung waktu langkah Doyoung goyah, “You good?”
“Salah pake sepatu kayaknya gue,” Doyoung jawab, dia nunduk, coba liatin tanah di bawahnya dan loncat ke bagian yang gak terlalu becek. Jaehyun bantuin Doyoung jalan, tangan masih genggam milik Doyoung takut pemuda itu kembali bermasalah sama langkahnya.
“Aduh sepatu gue licin bangeeet,” protes Doyoung, genggaman mereka keputus, namun sekarang dia setengah meluk lengan Jaehyun waktu mereka berdua cari jalan biar gak kena becek.
“Gak apa-apa, gue bantuin.” ujar Jaehyun nenangin.
Jaehyun ketawa kecil waktu kepala mereka kebentur pas mereka berdua serempak nunduk liatin jalan. Doyoung ikut ketawa, pegangin kepala Jaehyun.
“Sakit?” tanyanya. Elus bagian kening Jaehyun, sisa tawanya masih ada. Menggema di telinga Jaehyun.
“Engga,” Jaehyun jawab, dia liatin Doyoung. “Kepala lu sakit?”
Doyoung geleng, kasih senyum. Jaehyun bales senyum.
Jaehyun gak ngira kalau dia dan Doyoung bisa langsung akrab tanpa ngerasa canggung. Kayak udah biasa, interaksi mereka, bisik-bisik mereka, ketawa mereka. Jaehyun kayak nemuin separuh dirinya di dalam Doyoung.
Mereka berdua cek tiket lalu akhirnya sampe di tempat anak-anak yang lain.
“Anjir sepatu gue ancur,” Ini Ten yang protes.
“Samaa,” Doyoung nyahut.
“Kayak Yuta dong noh nyeker.” Taeil tunjuk Yuta pake dagunya.
“Kaga nyeker gue,” Yuta nyaut gak terima. “Tadi ganti pake sendal.”
“Bawa sendal berapa, Yut?” tanya Ten.
“Bawa dua,” Yuta duduk di pagar penyangga, “atu lagi dipake si Jeno.” Dia seimbangin badannya pake badan Johnnya yang tinggi.
“Si Jeno mana?” tanya Ten, kayaknya niat mau minjem sendal sih dia.
“Tau dah sama si Mark dia. Gak tau ke mana.” Yuta angkat bahunya.
Jaehyun berdiri di samping Joni, senderin badannya ke pagar besi, Doyoung lagi ngobrol sama Ten. Gak tau bahas apa.
“So sweet bener gue liat-liat,” Johnny angkat omongan.
“Siapa?” Yuta nimbrung.
“Nih,” Johnnya sikut Jaehyun, “sama si onoh.” terus tunjuk Doyoung pake dagunya. “Tadi jalan di belakang gue berdua bae. Pegangan tangan pula.”
“Jaah,” Taeil nyaut. “Jangan sampe kayak yang lalu lu.”
“Tau. Nanti lu ajak fwb-an lagi jangan-jangan.” Yuta udah noyor kepala Jaehyun.
“Aduh,” Jaehyun ngaduh pelan, dia balas gebuk lengan Yuta, cowok itu hampir aja jatoh kejungkal kalau gak ditahan sama Johnny sama Taeil.
“Enggalah, gila.” Jaehyun respon.
Jaehyun sudah ceritain segalanya pada teman-temannya. Dari A sampe Z. Dia gak lagi nyimpan masalahnya sendiri sekarang. Jaehyun sudah mulai mau terbuka untuk orang-orang di sekelilingnya.
“Saran gue mah lu kalau emang mau serius sama si Doy, ya langsung aja kasih tau dia maksud lu gimana.” Kata Taeil.
“Iye, gak usah berbelit-belit lagi. Udah berumur sekarang kita. Gak sebodo amat pas kuliah.” Yuta ikutan.
“Iyaa,” Jaehyun manut. “Ngerti kok gue.”
Gak lama kemudian, Mark sama Jeno nyamperin. Sendal yang dipake sama Jeno langsung dipalak Ten. Akhirnya karena gak tega dan gak bisa ngelak, Jeno kasih sendalnya ke Ten. Dia naik ke pagar besi di belakang biar gak usah napak ke tanah.
Acaranya mulai. Kayak biasa, cuma basa-basi terus akhirnya mulai tampil beberapa guest-starnya. Jaehyun tetep di tempatnya sama yang lain, dia pastiin buat merhatiin Doyoung yang berdiri gak jauh di depannya. Di pertengahan konser, Doyoung jalan ke belakang terus berdiri di samping Jaehyun.
“Cape?” Jaehyun tanya, agak teriak karena suara nyanyiannya kenceng banget.
“Lumayann,” Doyoung jawab, “maju sana, di sini mulu.”
“Males,” Jaehyun jawab. “Pengap. Enakan di sini.”
“Iye sih,”
Johnny sama Ten udah mulai ke depan, jingkrak-jingkrak brutal. Kalau Jeno lagi digandeng pundaknya sama Mark sambil liatin panggung yang lumayan jauh, mereka berdiri gak jauh dari Jaehyun dan Doyoung. Jeno gak bisa ke mana-mana juga karena sendalnya dipinjem Ten. Sedangkan Taeil lagi naik ke atas pundak Yuta sambil muter-muterin kaos di udara. Udah gak tau malu.
“Bawa mobil ke sini?” tanya Doyoung setelah dia kelar tenggak minumnya.
“Iya,” Jaehyun angguk. “Bareng yang lain. Lo sendiri?”
“Bareng Ten,”
Mereka diam, sesekali ketawain Yuta sama Taeil atau lirik Mark sama Jeno. Ada jarak di pundak mereka, semakin terkikis saat Doyoung bisikin Jaehyun sesuatu atau ketika Jaehyun tepuk-tepuk lengan Doyoung dan kasih liat sesuatu yang seru di sekitar mereka.
“Ke mana aja lima tahun?” Doyoung tanya. Keadaan mereka yang gelap bikin Jaehyun gak bisa liat eskpresi Doyoung.
“Sembuhin diri,” Jaehyun jawab pasti. Gak ada lagi kebohongan. “Belajar buat cintain diri sendiri lebih baik dan terima masa lalu gue dengan lebih tabah.”
Sekilas, Jaehyun bisa lihat senyuman di wajah Doyoung.
“Good to hear.”
“Yeah,” Jaehyun ketawa canggung, dia garuk belakang telinganya salting. “Terus lu? gimana lima tahun terakhir?”
Doyoung diam sebentar, gak ngejawab. Dia noleh, Jaehyun ikut noleh. Mereka saling tatapan. Tidak berbicara. Saling memahami satu sama lain. Doyoung nampak berat mengatakan keadaannya. Matanya berkaca-kaca dan dada Jaehyun berdenyut nyeri melihatnya.
“Did someone hurt you, kak?” Jaehyun angkat tangannya terus tempel telapak tangannya di pipi Doyoung yang hangat. Suaranya pelan, sebisik, namun ia yakin Doyoung dapat mendengarnya.
“Gue gak bisa ceritain sekarang,” gumam Doyoung.
“It’s okay,” Ibu jari Jaehyun elus pipi Doyoung begitu lembut, rasain permukaan kulit Doyoung yang alus dan hirup seberkas aroma minuman yang ditenggak Doyoung. “Lu bisa cerita ke gue kalau lu udah siap.”
Sekali lagi,
Seakan hanya ada dirinya dan Doyoung saat ini.
Tidak ada yang lain.
Matanya hanya bisa pandang Doyoung; kedipan perihnya yang pelan, hela napasnya yang hangat, dan jemarinya yang mulai bertaut dengan milik Jaehyun begitu pelan.
Di menit selanjutnya, Jaehyun cium bibir Doyoung. Pelan. Tidak terburu. Manis.
Jaehyun merindukan Doyoung teramat sangat.
Tidak ada apa-apa di pikirannya selain Doyoung.
Segalanya.
Dan, Jaehyun berarap dia diberi satu kesempatan lagi untuk bisa bikin Doyoung bahagia; dengan benar, dengan penuh, dan dengan dirinya.