Lelaki itu keluar dari sisi kiri mobil dengan setelan yang mewah. Berjalan ke sisi kanan untuk membukakan pintu bagi sang kekasih. Ia terlihat sangat cantik dengan gaun beludru merah maroon itu. Menambah kesan dewasa dan anggun.

“Kak...” Yang dipanggil dengan sebutan 'kak' hanya tersenyum sekilas. Mendekati telinga sang puan lalu membisikkan beberapa kata.

“Shut up, bersikap seperti biasa, anak manis.” Ucapnya lalu menggandeng tangannya.

Mereka berjalan beriringan, tatapan mata di sekitarnya tak henti-hentinya memandangi. Mengomentari penampilan dan tampang sejoli itu. Bagaimana tidak? Mereka terlihat sangat tinggi diantara orang-orang di restoran itu. Dengan balutan dress mewah, mengundang perhatian banyak orang.

Tak lama kemudian, akhirnya mereka sampai di salah satu meja yang sudah dipenuhi oleh para orang tua. Obrolannya tak jauh dari bisnis, bisnis, dan bisnis.

“Ah, Jo sama Nata udah dateng tuh.” Tunjuk sosok perempuan setengah abad yang masih terlihat seperti anak muda. Ibunda Jo, Arin.

“Om, tante. Maaf ya terlambat, tadi Nata sibuk nyari tasnya.” Kata Jo sembari mengusap tangan Nata.

Nata hanya tersenyum menanggapi ucapan Jo. Nyatanya ia tak mencari tasnya, namun ada pekerjaan lain yang harus dilakukannya.

Tiba-tiba Nata merasakan hal aneh di bawah sana. Lalu ia memandang Jo yang tengah mengobrol. Ia melihat tangannya yang tengah bermain-main dengan benda hitam kecil. Membuat Nata mati-matian menahan suaranya.

Ia benar-benar ingin marah kepada Jo. Beberapa waktu lalu, Jo memaksa Nata untuk menggunakan vibrator. Bahkan ia tak diperbolehkan untuk melepaskannya saat sedang makan.

“Nata, kok pucet gitu kenapa? Kamu sakit, sayang?”

Nata menoleh menatap ibundanya, “ngga kok, ma. Ini cuma haus aja, tadi lupa minum sebelum ke sini,” ujar Nata penuh kebohongan.

“Ahh—” Nata menunduk sembari menutup mulutnya. Jo diam-diam tersenyum kesenangan.

“Babe, kamu kenapa? Mau pulang aja?” Dengan cepat Nata menatap Jo dan menggeleng. Bisa gila ia kalau pulang dengan Jo. Namun, disisi lain ia lebih ingin pulang.

“N-ngga, kak. Aku ngga apa-apa kok, everything is okay.” Jawabnya sembari menunjukkan ibu jarinya yang terlihat gemetar. Jo kembali memainkan benda hitam kecil itu. Menaikkannya di level yang sedikit lebih tinggi.

Nata kembali menutup mulutnya, dan Jo melanjutkan obrolan bisnis itu bersama orang tuanya.

Sepertinya Dewi Fortuna tidak berpihak pada Nata. Ketika ia hendak ingin ke toilet, tiba-tiba makanan pesanan mereka sudah datang. Memenuhi meja besar itu dengan segala jenis makanan mahal.

“Kak Jo....” Lirih Nata dengan mata yang sudah berair. Sekali mengedipkan mata, air mata itu akan terjatuh membasahi pipinya.

Jo tidak menggubris panggilan Nata. Ia terus menerus memainkannya. Jo memasukkan remote itu ke saku celananya dalam posisi di level tertinggi.

Sudah kedua kalinya Nata mencapai pelepasan. Dengan tangan jahilnya, Nata meraih gundukan yang terbalut celana hitam. Meremasnya yang membuat Jo mendelik. Jo menatap Nata dengan tatapan tajam yang dibalas kekehan oleh Nata.

Di lubuk hatinya yang paling dalam, ingin rasanya Jo menyerang Nata saat itu juga. Namun, tak mungkin kan jika ia mencium Nata di depan banyak orang. Termasuk kedua orang tua Jo dan Nata.

***

Mereka sudah sampai di kediaman Jo. Tentu saja bersama orang tua Jo. Mereka juga meminta Nata untuk menginap di mansion mewah itu. Pikir mereka, Nata akan tidur di kamar yang terpisah. Tak tahu saja mereka, apa yang akan dilakukan oleh kedua sejoli itu.

Ketika mereka sudah berhasil masuk ke kamar jo. Dengan cepat Jo mendorong Nata ke ranjang besarnya. Melepas jasnya lalu melemparnya ke sembarang arah.

“Kak, lepasin... Mau diisi kontol kamu aja, lobang aku gatel banget mau dimentokin pake kontol kamu..” Ujar Nata dengan wajah memohon. Tak lupa ia terus berusaha memegang tubuh Jo. Namun Jo terus menepis tangan Nata. Seolah-olah Nata tengah mengidap penyakit yang menular.

“Stfu, diem atau saya biarin memek kamu keisi sama vibrator itu. Ngga akan saya masukin kontol saya ke memek pelacur kaya kamu,” Jo mematikan vibrator itu ketika Nata hampir mencapai pelepasannya. Nata sudah mengeluarkan air matanya. Ia sangat menginginkan benda panjang besar milik Jo.

Dengan cepat Jo melepaskan gaun milik Nata. Dipastikannya ia tak merusak gaun itu dan ia melemparnya ke segala arah. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh Jo. Ketika gaun itu sudah terlepas dari tubuh Nata, sekarang tubuhnya hanya terbalut dalaman berwarna senada dengan kulitnya. Dan tentunya dengan celana dalamnya yang sudah basah.

Jo turun dari tubuh Nata, mengusap vagina Nata yang masih terbalut celana dalam. Ia melepas celana dalam Nata dan mengeluarkan vibratornya. Membuangnya seakan-akan tak peduli jika benda itu rusak.

“Basah banget, kamu sange berat ya?” Nata mengangguk mengiyakan. Ia memegang tangan Jo dan mengarahkan untuk memasukkan tangannya ke lubangnya.

“Mau dikontolin kak Jo, mau diisi pake kontol kak Jo. Mau dipejuin kak Jo sampe penuh, sampe luber ke mana-mana,” sepertinya Nata benar-benar kehilangan akalnya. Jo yang mendengar itu pun semakin panas.

Ia memasangkan dasi di leher Nata. Kemudian ia menariknya, sehingga membuat tubuh Nata terduduk.

“Lacur siapa sih? Berani banget ngomong kaya gitu di depan saya. Ada saya nyuruh kamu ngomong, hah?” Jo menampar pipi Nata, sehingga meninggalkan bekas kemerahan di sana.

Nata menangis, ia menggerakan pinggulnya. Sekarang ia benar-benar membutuhkan Jo untuk mencapai pelepasannya.

Kemudian Jo kembali mendorong tubuh Nata. Lalu, ia melepas pakaiannya. Mengambil penutup mata dan tali untuk menutup mata Nata dan mengikat tangannya. Seolah-olah ia benar-benar tak ingin disentuh oleh Nata.

“Ngga mau, mau pegang kak Jo. Sekali ini aja, aku mau pegang kontol gede kak Jo” Jo kembali menampar pipi Nata.

“Kamu bisa diem ngga? Saya muak denger suara lacur kamu itu. Kamu harus nurut sama saya, atau saya tinggalin di sini?” Kemudian Nata mengangguk dan menuruti ucapan Jo.

Ketika Nata sudah siap, Jo melepaskan bra yang dikenakan Nata. Memperlihatkan gundukan kenyal yang siap dijadikan mainan oleh Jo.

Dengan sigap Jo menjilati puting payudara Nata. Membuatnya mengeras, tangan kanannya tak tinggal diam. Ia gunakan untuk memuaskan vagina Nata.

“Aahh, kak Jo, tangan kak Jo panjang banget. Mau dimentokin juga pake tangan kak Jo,” Nata menggerakkan pinggulnya ke atas dan ke bawah. Menciptakan irama yang lebih cepat dari tangan jo. Namun, sepertinya Jo tak suka dengan itu.

Jo melepaskan tangannya lalu menatap Nata, “diem, pelacur. Kamu itu ngga pantas buat memimpin. Kamu cuma harus diam dan menerima”

Jo menempatkan penisnya di depan vagina Nata. Ia menggerakan ke atas dan ke bawah. Tak lupa ia menekan klitoris Nata dengan penisnya yang sudah menegang. Membuat Nata mendesah keenakan. Dengan sekali hentakan Jo memasukkan penisnya yang besar dan panjang itu. Membuat Nata berteriak.

Ketika hendak melanjutkannya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Membuat Jo berhenti sebentar. Dengan cepat ia memakai bathrobe. Dan membereskan keributan yang terlihat. Menumpuk pakaiannya dan pakaian Nata di sudut yang tak akan terlihat siapapun.

“Sebentar!” Teriak Jo, ia kembali mengambil vibrator dan memasukkannya di vagina Nata. Menekan level tertinggi, tak lupa ia juga melepaskan ikatan tangan Nata.

Lalu, Jo membuka pintunya. Menampakkan tubuh sang ibunda yang sudah mengenakan piama.

“Nata kenapa itu, Jo? Kamu sudah cek? Tadi bunda ke kamarnya tapi ngga dibuka, takutnya kenapa-kenapa,” ucap Arin sembari menatap Jo khawatir.

“Hah? Aku ngga denger apa-apa kok, bunda salah denger kali. Tadi Nata pamit ke Jo mau tidur kok,” Arin menatap Jo dengan tatapan curiga. Namun, sedetik kemudian ia tersenyum. Senyuman yang tak akan Jo tahu artinya.

“Ya udah deh kalau gitu, bunda ke kamar lagi. Tidurnya jangan malem-malem, jo. Jangan lupa dibersihin!” Kata Arin lalu pergi meninggalkan Jo.