Afterglow

Kopipedia Minggu, 19 Oktober 2019 04:30 Pm

Tepat satu minggu mereka tak berjumpa dan tak bertegur sapa, rasanya seperti puluhan purnama bagi Bright dan Winata.

Sejak masih dirumah, Bright sudah mempersiapkan segalanya, apapun yang akan ia bicarakan pada winata, ia tak akan menyangkal apabila Winata menaruh semua kesalahan itu padanya, pun ia akan menaruh semua malunya dibelakang dan akan meminta kesempatan kedua.

Perjalanan dari Banyumanik menuju kopipedia tak lama, hanya butuh 15 menit, sepanjang perjalanan degub jantung Bright terasa semakin berdebar, inilah penentu hubungan mereka berdua, dan ia tak akan menyia-nyiakannya.

Begitu mobil sudah terparkir, Bright buru-buru merapikan kemeja dan rambutnya, pun ia tak lupa membawa satu buket bunga matahari yang sudah ia persiapkan sebagai ungkapan maaf untuk winata.

Ia berjalan masuk kedalam kedai kopi itu, wangi kopi menyambutnya seakan mengucapkan selamat datang, di ujung ruangan sana ada insan yang ia kenal, walau dari kejauhan ia bisa mengenalinya, insan itu adalah winata.

Dimata Bright, Winata terlihat berkali-kali lipat lebih menawan dan lebih manis sore ini, entah karena sudah satu minggu mereka tak jumpa, atau karena memang pesona winata yang selalu berhasil memikatnya.

Dengan langkah mantab, Bright berjalan menuju Winata, menyunggingkan senyuman yang tertular pada insan yang sedang duduk disana. Sekali lagi, senyum itu adalah senyum yang selalu ingin Bright jaga di sisa hidupnya.

Bright sangsi sendiri, melihat bagaimana Winata masih bisa tersenyum disaat ia sudah melukainya, entah apakah ia pantas untuk mengejar cinta winata.

Ia sampai, tepat didepan Winata ia memaksakan sebuah senyuman canggung.

“hai win” sapa Bright setelah berhasil mengumpulkan seluruh keberaniannya.

“hai mas, sini duduk” win menunjuk kursi di depannya, memberikan Bright isyarat untuk segera duduk dan menatapnya.

Begitu mereka sudah berhadap-hadapan suasana menjadi semakin canggung, tak ada yang memulai pembicaraan disini, membuat Bright sangsi dan bingung untuk memulai dari mana.

“win, mas akan jelasin semu....”

“i know, udah gausah di bahas mas, yang udah lalu biarin dibelakang” potong winata.

“mas bukan satu-satunya orang yang bersalah kok disini, win juga salah, win gak dewasa menyikapi hal ini. Win bawa kebencian day ke mas dan itu menurut win salah, dan win sadar sekarang” lanjut win seraya tetap menatap insan Bright.

Sebuah kopi Americano panas dan segelas milkshake dingin tersaji diatas meja, win sudah memesannya sebelum Bright datang kemari, bahkan ia sudah sangat mengenal Bright sampai ke aitem makanan dan minuman favoritnya.

kopi panas itu mengepulkan asap tipisnya dan milkshake dingin itu membuat gelasnya berembun. Dari hal sesederhana itu winata teringat perkataan sang mama, semuanya masih terekam jelas disana, kalau membicarakan masalah berdua dengan kepala dingin adalah jalan keluarnya.

Proses healing itu tak serta merta terjadi secepat kilat hanya dalam waktu satu minggu, masih ada luka disana namun winata memilih untuk merelakan dan mengabaikannya.

Perkataan Winata membuat Bright terkejut, benar-benar terkejut tentang bagaimana Winata bisa bersikap dewasa dan tidak egois menaruh semua kesalahan yang ada padanya.

Dan itu membuat Bright semakin merasa bersalah tentang beberapa hari lalu secara tak langsung ia berhianat pada winata, tentang One Night Stand itu.

Ditengah terperangahnya Bright, winata berucap.....

“btw, bunganya indah banget mas” ucap winata seraya melirik buket bunga matahari yang sedari tadi ada dalam genggaman tangan Bright.

“eh... Iya, ini buat kamu win, bukan apa-apa hanya tanda permintaan maaf mas”

Bright menyerahkan buket bunga itu dan win menerimanya dengan senyum mengembang disana.

Tangan mereka bersentuhan, getaran itu terasa lagi di hati keduanya, nyatanya dua insan ini masih saling mendamba adalah sebuah benang kusut yang harus segera diselesaikan. Hanya ego masing-masing saja yang saat itu menguasai pikiran mereka hingga menyebabkan kekacauan ini.

Win tersenyum, meski jantungnya berdegup lebih cepat ia mencoba menahan dan mengatur nafasnya.

“makasih mas, win suka”

Win menatap bunga matahari itu, bunga yang melambangkan kesetiaan, ia akan setia mengikuti matahari kemanapun arahnya dan menunggu esok dan esoknya lagi untuk bisa berjumpa dengan sang mentari. Win paham sekali filosofi bunga ini. Dalam diam ia berharap kalau Bright juga akan sama setianya dengan filosofi bunga yang kini tengah ada di genggamannya.

“syukurlah kalau kamu suka win, sekali lagi mas minta maaf karena gak ngasih tahu kamu soal Day, mas benar-benar minta maaf soal itu win”

ada raut penyesalan disana, meski benar ia sudah melakukan kesalahan, bohong jika ia tak berharap untuk bisa kembali seperti sedia kala dengan Winata. Hati kecilnya terus berharap seiring respon positif yang winata berikan padanya.

Bright mengumpulkan seluruh nyalinya untuk melakukan sesuatu setelah ini, sesuatu sederhana yang sudah ia sering lakukan pada winata nyatanya menjadi hal yang asing dan sulit Bright lakukan sekarang, hingga harus mengatur nafas dan menimbang-nimbang kembali apakah ia akan melakukannya atau tidak.

Disisa keberaniannya, Bright menyebrangkan tangannya untuk menggengam tangan winata, harap-harap cemas kalau tangannya akan ditepis seperti terakhir kali mereka berjumpa malam itu.

Namun kenyataannya tidak, winata diam dan membiarkan Bright menggenggam tanagnnya, sekali lagi, getaran itu terasa diantara keduanya, setelah satu minggu membagi perih dan sepi sama rata, kini getaran itu muncul lagi, rasa itu mekar lagi.

Win tersenyum melihat tangan mereka yang saling bertautan. Hati kecilnya juga menjeritkan hal yang sama dengan Bright saat ini.

“tau gak mas? Sebenarnya win susah untuk sekedar memberi maaf ke Day maupun ke mas...” ucap winata seraya menatap tangan mereka yang saling menggenggam satu sama lain diatas meja.

“tapi win mau belajar merelakan semuanya mas, semua yang terjadi dibelakang, entah itu masa lalu mas dan masalalu win itu sudah ada dibelakang, win mau kita ada di lembaran baru, memulai semuanya ada awal lagi”

lanjut win kini menatap mata Bright, binar mata winata yang indah dan sarat akan kejujuran terpancar disana, membuat Bright diserang oleh rasa bersalah secara bertubi-tubi karena pernah melukai dan berkhianat diam-diam dibelakang winata.

“jadi sekarang kita baikan kan win? Iyakan?”

tanya Bright semangat, ia sangat senang mendengar ucapan yang ia dengar dari bibir winata.

Winata tak menjawab, hanya memberikan seulas senyum yang menjawab semua keraguan dan semua tanda tanya di kepala Bright satu minggu terakhir, bahwa winata telah memaafkan dan ingin memulai semuanya dari awal, bahwa kisah mereka baru saja menemui lembaran baru yang bersih dan putih siap untuk mereka warnai bersama-sama.

“lets just go back to the way it was” jawab winata singkat.

Jawaban yang dimengerti keduanya, jawaban yang diartikan Bright sebagai babak baru dari perjalanan mereka berdua, senyum itu terukir disana, di wajah Bright maupun winata dan jangan lupa kalau tangan mereka masih saling bertautan dan saling menggenggam diatas meja.

Semuanya terasa indah, seolah mereka tak pernah salah pengertian sebelumnya, seakan semua masalah yang mereka hadapi telah tertinggal jauh dibelakang.

Hingga….

“win, disini ternya……..ta”