anggrek dan dandelion Minggu, 15 Desember 2019 Kamar winata, 08:00 Am

Winata melamun disana, melihat anggreknya yang sudah tak lagi berbunga di jendela kamarnya, sinar mentari dengan malu-malu membelai wajahnya pagi ini, diperhatikannya akar hingga daun si anggrek, terlihat sehat meski sedang tak berbunga.

“moonlight, apa memang begini ya akhirnya?”

winata mengajak anggreknya berbicara

“aku gak bisa bilang kalau aku gak kecewa, karena nyatanya aku kecewa”

“memang….aku juga salah, aku terlalu ber-eskpekasi tinggi padanya? Bukankah itu salah? Mama bilang selama kita masih berharap pada manusia pasti akan berujung kecewa, benarkah itu moonlight? Kurasa iya, nyatanya aku memang benar-benar kecewa kali ini”

“aku harus bagaimana? Haruskah aku meaafkannya lagi? Haruskah aku meberinya kesempatan sekali lagi?”

“maybe we fall for each other at the wrong time, I know…..i know I should leave, i know I should……but his love too good”

“aku harus gimana moonlight?”

Win asik mengajak anggrek kesayangannya berbincang meski ia tahu tak akan ada jawaban yang ia dapatkan.

“jika aku memaksakan diri untuk terus bersamanya bukankah itu berarti aku jahat? Jahat pada diriku sendiri kan? Mengapa aku hobi sekali menyakiti diri sendiri? Apakah ini artinya aku harus berhenti?”

Air mata itu jatuh dengan sendirinya, air mata itu tak pernah berbohong sesakit apa dan sekecewa apa winata saat ini, disaat ia mencoba melupakan luka lama namun kini ada luka baru lagi, bukankah winata egois jika ingin terus bersama Bright? Egois pada dirinya sendiri, sampai kapan ia akan menyakiti dirinya sendiri?

“mungkin benar, sedikit jarak akan lebih baik kan? Mungkin aku akan meminta sedikit jarak kedepannya, begitu kan moonlight? Agar aku dan mas Bright bisa saling evaluasi diri? Begitukah?”

CEKLEK

Suara pintu dibuka, diambang pintu ada Siwi dengan dua gelas teh hangat di tangannya. winata buru-buru menghapus air matanya, namun sayang, siwi sudah melihatnya. melihat winata berairmata didekat jendela

“win? Are u ok?”

Ia mendekati winata yang termenung dijendela, melihat sahabatnya yang akhir-akhir ini lebih banyak diam membuat siwi berinisiatif untuk berkunjung ke kamar winata.

“nih teh hangat pagi hari”

“makasih mix”

Win tersenyum menerima segelas teh hangat itu.

“wanna talk to me?”

tanya mix seraya membawa pandangannya pada anggrek di depannya, mereka duduk bersimpuh di lantai melihat anggrek yang sedang dimandikan mentari pagi.

“udah gak berbunga ya? Padahal kemarin-kemarin bunganya lebat ya win? Cantik banget dan awet” lanjut siwi.

“bukannya itu siklus kehidupan ya mix? Dia tak berbunga bukan berarti mati kan? Cuma butuh waktu saja untuk kembali menunjukkan pesonanya, bukankah gitu?”

Siwi mengangguk.

“sama seperti dandelion kan? Dia pasrah di terbangkan angin kemanapun angin berhembus, mencari tempat baru untuk tumbuh dan berbunga lagi”

Ujar siwi sambil mengingat padang savana penuh dandelion di kota ini, sebuah tempat yang sangat sakral untuk winata bahas, sebuah tempat yang sangat bersejarah dalam hubungannya bersama Day.

Win mengangguk, meski diam tapi pikirannya langsung dibawa ke beberapa tahun lalu dimana ia berada di padang dandelion bersama Day disana.

“masih ingat sama bangunan tua itu win?”

Tanya siwi seraya melihat raut wajah winata, ada senyum kecut disana, mengingat saat-saat dulu seolah dirinya dan Day bisa melawan dunia bersama, namun kenyataannya? Itu hanyalah angan belaka.

“masih mix”

“udah gak pernah kesana lagi ya?”

“…..”

“win?”

“i…iya mix”

“jelas ada yang harus lo bagi ke gue win, gue siwi temen lo dari kecil bukan orang lain, its okay win, I have ur back. I’ll catch you if you fall”

Siwi mengambil gelas ditangan winata, menaruhnya di lantai bergabung dengan gelasnya.

setelahnya ia memeluk sahabatnya, ia tahu betapa rapuhnya winata, ia saksi hidup betapa tertatihnya seorang winata untuk bangkit dari keterpurukan Day, dan kali ini ia tak akan membiarkan winata jatuh untuk kedua kalinya.

Disan winata menangis, mencurahkan semua kekesalan dan kekecewaannya, menumpahkan semuanya dan membuat baju mix basah karena air mata.

“its okay win, its okay. Lo boleh berhenti, udah cukup nyakitin diri lo sendiri. Lo masih punya gue sama Afi yang selalu ada buat lo, gapapa nangis, keluarin semuanya win, keluarin semuanya. Tapi janji ya besok lo harus lebih kuat dari sekarang”

Siwi menepuk-nepuk punggung winata, mencoba menenangkan karibnya yang masih sesenggukan di peluknya.

“lo dulu pernah bilang kan? Kalau lo capek lo akan berhenti? Gapapa win, berhenti sebelum semuanya terlambat”

Perkataan siwi justru membuat winata semakin menangis, benar kata siwi, winata sudah terlalu lelah dengan semuanya.

“pulihin dulu luka lo win, luka lama lo. Bukan lo abaikan dan buat luka baru”

Winata menarik dirinya dari peluk siwi, mengelap matanya yang sudah sembab.

“apanih basah semua baju gue”

“hehe ya basah kena air mata gue mix” cengir winata agak sesenggukan

“ish nyesel gue meluk lo, basah deh baju gue hahhahhah”

Mereka tertawa bersama, seolah sesaat tadi tak ada tangis dari winata.

“feel better?” tanya siwi

Winata mengangguk

“agak lega mix, sebenarnya….”

Win menggantung kalimatnya

“sebenarnya apa?”

“sebenarnya ada dua hal yang mau gue omongin ke lo”

“then…tell me”

Win mengambil nafasnya, nafas panjang sebanyak mungkin ia bisa menampungnya lalu ia membuangnya, mengeluarkan semua emosi negatif bersamanya.

“actually gue mau ngajak mas Bright ke gedung tua itu, lo tau kan itu tempat bersejarah banget buat gue? Gue pengen ajak mas Bright buat kesana lihat sunset di 7 hari terakhir bulan desember, dan mungkin aja dia mau jadiin hubungan ini official, tapi…..nyatanya malah kayak gini mix”

Ada raut kecewa disana, gedung tua itu adalah saksi bisu dunia untuk pertama kalinya winata percaya dengan cinta dan saat itu ada Day yang menemaninya, ia berencana mengajak Bright kesana karena mungkin saja Bright-lah yang bisa kembali membuatnya percaya apa itu cinta, namun semakin kesini rasa ragu itu semakin besar, winata tak bisa membedakan lagi yang mana cinta yang mana ego.

“lalu satunya lagi?”

“gue agak bingung sama Afi, semalem gue tidur sama dia kan, dia kira gue udah tidur kali ya? Dia bilang kalau dia itu sama bajingannya sama mas Bright…..”

Winata mengambil nafas berat

“maksudnya apa ya mix, ditambah dia cium kening gue semalem”

“HAH?” Kini siwi yang terkejut.

“yang bener lo? Gue gak pernah tuh cium-cium kening lo. Atau jangan-jangan…”

Siwi menggantung kalimatnya sambil menunnukkan ekspresi berfikir

“jangan-jangan apaan?” Tanya winata penasaran.

“jangan-jangan Afi suka sama lo”

“HAH?” gantian winata yang terkejut.

“becanda lo ya” lanjut winata

“ya kan Cuma berspekualasi, btw soal gedung itu….its okay win kalau sebuah akhir tak selalu berakhir bahagia, bukankah begitu? Gak semua kisah harus happy ending kan?”

“I know”

Win tersenyum sambil memandang anggreknya.

“thank u mix”

“urwell lil bunny, btw gue abis ini mau keluar sama kak earth nih. Dia uda otw kesini dari jam setengah 7 tadi”

“have fun ya”

Siwi memberi jempolnya dan setelahnya ia membawa dua buah cangkir itu keluar dari kamar winata bersamanya.

Hanya winata sendiri disini, melihat kearah jendela, kembali merenung tentang langkah yang akan ia ambil setelah ini.

Kamar winata-08:30 Am