Coming Home

***

Sejauh apapun kita berjalan, kita akan selalu menemukan rumah. Sejauh apapun kita terpisah, kita akan selalu menemukan jalan untuk bertemu. Sekejam apapun takdir memisahkan kita, pada akhirnya kita akan bersatu lagi. Memunguti dan menyatukan satu persatu kepingan hati kita bersama. Karena bagiku..... Kamulah rumahku.

***

Semarang, 10 Oktober 2019. 22:10 Pm

Metawin tak bisa tidur, bukan apa-apa, dua hari lagi ia akan di wisuda dengan gelar doktor, ia ingat perjalanan panjang untuk meraih gelar ini, ia mempertaruhkan segalanya untuk meraihnya, untuk mewujudkan cita-citanya.

Banyak air mata yang telah jatuh sebagai bukti liku-liku perjalanan metawin untuk mencapai sebuah akhir, bahkan ia rela melepas cinta pertamanya, Bright lah orangnya.

Cinta mereka sama, jiwa mereka satu, namun karena perbedaan pandangan hidup dan cita – cita, semuanya harus berakhir dijalan.

Win yang bersikeras untuk menjadi Psikolog handal dan juga Bright dengan obsesinya di dunia militer, yang jelas win menentanganya, bukan tanpa alasan, win takut kehilangan bright, ia terlalu cinta hingga ia setakut itu, tanpa ia sadari, diakhir ia sendiri yang kehilangan bright karena perbedaan yang menjadi tembok pemisah diantara mereka.

Tiga tahun berlalu, mereka semakin dewasa, pun dengan pola pikir mereka, sejujurnya keduanya masih memiliki rasa yang sama, hanya saja ego mereka terlalu tinggi untuk mengulang semuanya sekali lagi.

Dalam tiga tahun terakhir juga mereka diam-diam saling berharap satu sama lain, namun apa daya kesibukan win dengan dunia penelitian dan Bright dengan dunia militernya menjadi sebuah ujung jurang diantara mereka.

Saat ini, detik ini, win berjanji pada dirinya sendiri, ia akan mengirim pesan singkat pada bright sekarang juga, ia akan bertanya apakah bright akan datang diacara wisudanya ataukah tidak, ia berjanji sekali ini saja ia akan menyingkirkan semua egonya.

Diatas ranjang, win mulai gelisah, menimbang-nimbang bagaimana reaksi Bright ketika ia mengirimkan pesan ini, sebelum semuanya terlambat sebelum egonya kembali meningkat, win nekat mengirim pesan itu, pun ia tak yakin apakah bright akan membalas pesannya karena sudah selarut ini.

Setelah mengirim pesan itu, Win buru-buru membuat ponselya dalam mode diam, ia tak bisa membayangkan bright akan membalas seperti apa.

Lima menit ia diam, akhirnya win penasaran juga, ia membuka ponselnya dan ia mendapati bright membalas pesannya.

Win bingung harus mulai darimana, namun otaknya terlalu pintar untuk tak membiarkan win dalam kebodohan saat ini.

Dengan begitu win terdiam diatas ranjang, harusnya ia tak menghubungi bright lagi, malah ia melakukannya, lihat? Apa yang ia dapat sekarang?

Win meruntuki dirinya sendiri, meski rasa itu belum sepenuhnya padam, namun tetap saja ia kesal dengan dirinya sendiri.

***

Semarang, 12 oktober 2019 Auditorium GMM Univercity 09:30 Am

Hiruk pikuk mahasiwa ada disini, bisingnya memenuhi telinga metawin, ia melihat banyak tawa bahagia dan tangis bahagia, ada orang tua yang bangga memeluk anaknya dan sanak saudara yang datang melihat saudara nya diwisuda.

Namun tidak dengan metawin, ia sendirian, tak ada orang tua yang menemani karena ia tak memiliki satu pun diantara mereka, tak ada saudara yang datang hanya untuk mengucap selamat, tak ada, win sendiri bersama sepi.

Ada rasa dalam hatinya yang mendamba bahwa suatu saat nanti ia ingin merasakan bagaimana rasanya merayakan wisuda bersama orang tua dan sanak saudara, namun itu hanya angan belaka, ia disini sendiri berdama sepi yang menemani.

Nama demi nama sudah mulai disebutkan, ia menunggu gilirannya untuk dipanggil, suasana khidmat ini membuat win melankolis, seandainya dulu mereka tak pernah berseteru, maka sekarang bright akan menemaninya.

“WIN METAWIN”

Namanya disebut, ia buru-buru berdiri menuju podium menuju rektor dan ia sudah menyiapkan pidato untuk ia ucapkan didepan.

“saudara-saudara sekalian, dengan bangga kami perkenalan pada kalian, WIN METAWIN mahasiswa S2 Profesi Psikologi dengan IPK 3,95”

Dengan begitu riuh tepuk tangan memenuhi gedung ini, matanya mengedar keseluruh gedung melihat wajah-wajah bahagia para wisudawan yang didampingi oleh orang tua, andai saja ia punya, andai saja..... Andai.

Win menuju podium untuk memberikan sepatah dua patah kata terimakasihnya, namun belum ada suara yang keluar, tenggorokannya serasa tercekat oleh batu, ia terpaku disana, melihat insan yang berdiri di pintu masuk ujung sana, pandangannya terkunci disana membuat para audience heran dan akhirnya satu persatu pasang mata di ruangan ini melihat di arah pintu masuk itu.

Ada Bright disana, dibalut dengan jas hitam yang terlihat sangat pas dikenakan diacara formal seperti ini. Win terpaku disana, memastikan dirinya tak sedang berhalusinsi.

Bright berjalan menuju podium, dan win merasakan kalau ini bukanlah sebuah ilusi ataupun halusinansinya saja.

Bright sampai, mereka saling bertatapan, tak ada interupsi dari rektor seakan memang sudah direncanakan sebelumnya.

“hai win...”

Win hanya diam dan mematung.

“bahagialah, bukannya ini hari bahagia untukmu?”

“aku... Aku kira kamu gak akan datang”

Bright hanya tersenyum dan menggelengkan kepala.

“i'm coming.....”

Win mengernyitkan alisnya.

“i'm coming Home win, tell the world that i'm coming Home”

Lanjut bright melihat audience.

“saudara – saudara sekalian, dengan bangga saya Bright Vachirawit berdiri disini sebagai orang yang mendampingi win, win metawin lulusan terbaik tahun ini.....”

Lagi, tepuk tangan memenuhi ruangan ini, tak lama, sampai sunyi kembali menyambangi auditorium ini. Bright menghadap pada metawin, menatap matanya.

“ingat beberapa malam lalu kalau aku bilang kita ini adalah sebuah tanda koma?”

Win mengangguk.

“iya win, saat itu kita seperti tanda koma, karena apa? Aku akan terus mengusahakanmu hingga kita menjadi tanda titik...”

“maaf jika aku datang tak membawa buket bunga besar ataupun hadiah kado yang besar dan mewah lainnya...”

“ah tak apa Bright, aku yakin kau datang kesini pun sudah sebuah perjuangan untuk meminta izin bukan? Aku sangat menghargai itu”

Bright tersenyum, ia merasakan bahwa metawinnya tak banyak berubah, masih sama seperti dulu.

“namun....”

Ujar bright yang selanjutnya ia berlutut dihadapan metawin, membuat win terkejut dengan tingkah bright saat ini.

“aku punya kado istimewa untukmu...”

Bright mengeluarkan sebuah kotak cincin, membuat win hampir berair mata disana.

“win metawin, tiga tahun lamanya kita terpisah, namun aku tahu rasa kita masih sama, maka dengan ini aku ingin bertanya padamu, maukah kamu untuk terus menjadi tanda koma untukku? Untuk terus sama-sama berjuang hingga ke titik akhir? Maukah?”

Tanya bright berlutut didepan win, audience juga tak bisa diam, mereka semua heboh, ada yang mengabadikan momen ini, ada yang berteriak pada win untuk menerimanya, membuat rasa dalam hati win yang akan padam seperti disiram oleh bensin, rasa itu kini berkobar hebat.

Win menangis, air matanya sebagai bukti betapa bahagianya ia saat ini, ia mendapatkan kado yang luar biasa disaat wisudanya, lebih dari yang ia minta.

Win mengangguk,

“mau..... Wi... Win... Win mau bright.... Win mau jadi tanda komanya bright hiks....”

Win menangis dalam bahagia, Bright memasangkan cincin itu di jari manis metawin, terlihat pas dan seakan cincin itu memang terpatri untuk melingkar dijari metawin.

Bright berdiri dan langsung memeluk win yang sedang berair mata bahagia.

Begitulah cuplikan kisah mereka, bahwa sejauh apapun jarak memisahkan nyatanya cinta akan menemukan jalan pulang, bahwa sedenial apapun kita menolak rasa, akan ada saat dimana ia menuntut untuk segera diungkapkan pada dunia, dan itulah yang sedang dilakukan Bright dan win saat ini, mengakui pada dunia bahwa cinta mereka belum padam, bahwa kisah mereka belum selesai, dan bahwa tanda koma itu akan mereka bawa bersama-sama hingga tanda titik selanjutnya.

Bright&win Psikolog dan tentara yang sedang berbahagia. Dibawah langit semarang yang menjadi saksinya. Bahwa kisah mereka masih ada. Bahwa perjalanan mereka masih panjang untuk dilalui bersama.

***

Sejauh apapun kita berjalan, kita akan selalu menemukan rumah. Sejauh apapun kita terpisah, kita akan selalu menemukan jalan untuk bertemu. Sekejam apapun takdir memisahkan kita, pada akhirnya kita akan bersatu lagi. Memunguti dan menyatukan satu persatu kepingan hati kita bersama. Karena bagiku..... Kamulah rumahku.

***

Semarang, 12 Oktober 2019.