Evermore 1

Diambil dari ingatan Bian Langit Angkasa.

Dunia ini lucu sekali, aku sering mendengar kalau dunia ini berputar, bahwa tak selamanya kita ada diatas dan tak selamanya kita ada dibawah, namun dari kasusku sepertinya dunia itu tak lagi berputar namun dibanting hingga hancur menjadi berkeping-keping.

Tiga tahun berlalu, namun aku masih tak bisa menerima diriku yang sekarang ini, sejak insiden hari itu aku kehilangan tangan kananku, iya, kalian boleh memanggilku sebagai bocah cacat dan aku tidak akan mengelaknya, karena begitulah kenyataannya, yang bahkan masih belum bisa aku terima.

Aku masih ingat bagaimana mengejar gadis-gadis pujaanku, aku juga masih ingat bagaimana serunya dunia malam dan menghabiskan banyak waktu dengan teman-teman, lebih dari segalanya aku masih ingat bagaimana rasanya mengerjakan sesuatu dengan kedua tanganku, rasanya sangat aneh sekali disaat kamu terbiasa mengerjakan apapaun dengan kedua tanganmu, kini hanya tersisa satu.

Sejujurnya aku lebih kasihan pada mama, aku adalah anak lelaki satu-satunya yang ia punya setelah kepergian mendiang ayah, aku merasa tak berguna dan merasa tidak bisa apa-apa, jangankan untuk datang ke kantor perusahaan mama, untuk keluar rumah saja aku takut, aku tahu dunia ini kejam, aku tak mau mama malu melihat anaknya yang hanya bertangan satu menjadi konsumsi publik untuk mengais pundi-pundi uang, selain itu aku juga tak suka dikasihani.

Penderitaanku tak berhenti disitu saja, ketika Cinta mengembalikan cincin yang aku berikan padanya, aku sudah paham dan mencoba melepaskannya, pasti ia malu dan tak ingin punya suami yang cacat sepertiku. Sejujurnya aku lebih mengasihani mama daripada diriku sendiri, rasanya begitu asing ketika dunia yang kamu tapaki berbeda 180 derajat dengan kehidupanmu yang sempurna beberapa tahun lalu, dan sekarang aku hanyalah seorang lelaki tak berharga yang selalu mengurung diri di kamar dan menangis ketika malam.

Aku masih berharap kalau ini adalah sebuah mimpi buruk belaka yang ketika aku terbangun semuanya akan hilang, namun aku berkali-kali terbangun di tengah malam dan menyadari kalau ini adalah kenyataan yang harus aku terima, kenyataan pahit yang selalu menghantui hari-hariku.

Seperti pagi ini, mama menyempatkan untuk mengambil cuti dari kantor karena seseorang yang membantuku menghabiskan waktu dirumah ketahuan mencuri uang mama, sudah tak terhitung hal ini terulang bahkan aku pernah bilang ke mama kalau aku tidak apa-apa tinggal dirumah sendirian, namun mama menolaknya, dan seperti inilah sekarang, aku di kamar, mama di ruang tamu dengan beberapa orang yang mendaftar untuk menjadi babu seorang pemuda cacat dan menunggu dipecat mama karena tahuan mencuri, begitulah siklusnya, tidak ada yang benar-benar tulus untuk bekerja disini apalagi berteman denganku, yang mereka inginkan hanyalah uang, uang dan uang.

ingatan Bian Langit Angkasa