Fake Smile

Kopipedia Minggu, 19 Oktober 2019 05:00 PM

“win, disini ternya...... Ta”

Itu suara Afi, ucapannya terdengar seperti terpotong ketika melihat orang yang didepan winata dan tengah menggenggam tangan sahabatnya itu.

Matanya membelalak ketika melihat sosok yang ia kenal, orang itu adalah orang yang pernah menghabiskan malam bersamanya seminggu lalu. Meski ia lupa namanya, namun Afi ingat betul wajahnya.

Di pertemuan itu ada dua orang yang sedang membelalak tercengang, dan satu orang lainnya terlihat kebingungan melihat secara bergantian wajah Afi dan Bright yang saling bertatapan dengan ekspresi yang tak bisa winata artikan.

Perasaan Bright berkecamuk setelah baru saja merasakan jutaan kupu-kupu mengisi perut dan dadanya kini yang terasa seperti jutaan duri yang siap menusuknya dari segala arah.

Ekspektasinya bisa di banting hancur oleh orang yang baru saja datang ini, hubungannya bisa saja karam dan diam ditempat jika saja sosok yang berdiri diantara dirinya dan Winata ini memberitahukan rahasia kelamnya.

Dada Bright bergemuruh luar biasa, ketakutan luar biasa itu kini melemaskan lututnya, menyerang fisiknya yang mulai menunjukkan gelagat ketakutan.

Tak berbeda jauh dengan Bright, disana ada Afi yang berdiri mematung melihat kearah Bright, Winata dan tangan mereka berdua yang saling bertautan diatas meja, mencoba memproses dan menjadi saksi apa yang barusan ia lihat, Winata dengan partner one night stand-nya? Apakah sudah gila? Apakah dunia memang sesempit itu? Benar-benar di luar prediksi dan diluar ekspektasi.

Dosen yang selalu winata ceritakan, selalu ia banggakan kepintarannya ternyata tak lebih dari lelaki hidung belang yang mencari kesenangan di media sosial. Ternyata tak lebih dari lelaki bodoh yang mencari pelampiasan dan buruknya ia adalah partner one night stand sang dosen kebanggan winata itu.

Sungguh miris? Miris memang. Wajah tak habis pikir Afi sangat jelas terpatri disana, ia bisa menyimpulkan kalau winata sahabatnya bisa saja memiliki 'hubungan' dengan sang dosen yang tengah menggenggam tangan winata diatas meja.

Genggaman Bright pada tangan winata mengetat, dan kini tanpa sadar Bright seperti meremas tangan winata kuat-kuat, luapan emosi itu tanpa sadar ikut keluar dengan remasan tangan yang semakin mengetat.

“awww... Masssss sakit”

Suara Winata membuyarkan semuanya, semua lamunan yang terjadi antara Bright dan Afi, suara pekik kesakitan itu membuat Bright terkejut dan langsung melepaskan genggamannya, secara tak sadar ia telah menyakiti orang yang ia sayangi.

“eh, maaf win, maaf. Mas gak sengaja”

ucap Bright yang menyadari ia meremas tangan winata sedemikian kencangnya.

Sedangkan win hanya mengibas-ngibaskan tangannya mencoba meredakan sakit di buku tangannya.

“kalian kenapa sih? Kok tatap-tatapan gitu, serem tau gak”

kata win yang dibalas dengan senyum palsu Afi, dari senyum itu banyak sekali tanda tanya yang menuntut jawaban.

“hehehehe gapapa win, ini.... Ini jadinya disini nih win? Beneran?”

Afi bertanya untuk memastikan bahwa mereka tak salah meja dan salah orang.

“ya..... Ya iya, sini duduk sini sebelahku” win menarik tangan Afi dan langsung memaksanya duduk berhadapan dengan Bright, mata mereka bertemu, Bright menatap Afi seolah mengingatkan untuk pura-pura tidak mengenalnya atas perjanjian yang terakhir kali mereka lakukan.

Dan dari tatapan itu Afi paham, kalau lelaki didepannya ini menyimpan rasa pada sahabatnya yang kini sibuk mengoceh tentang mata kuliah pengukuran psikologi.

Afi tersenyum kecut menyadari takdir sedang mempermainkan Bright dan Winata, ada rasa tak rela disana, tak rela sahabat lintas universitas yang memiliki keloyalan tinggi di bidang sosial itu bersanding dengan Bright, lelaki yang mencari kesenangan dan pelampiasan di media sosial. Sungguh saat ini Afi adalah bom waktu bagi Bright, bom yang sewaktu waktu bisa meledak kapanpun, dimanapun.

Bright terlihat resah dan gelisah, ia tak bisa diam, terkadang ia akan mengetuk ngetukkan kukunya di meja, menggerak gerakkan kakinya, sungguh Bright sangat gugup saat ini, berbeda dengan Afi yang terlihat tenang dan kadang membalas tatapan Bright dengan sesekali tersenyum kecut.

“oh iya, lupa. Kalian kan belum saling kenal kan?”

tanya win tiba-tiba karena ia belum mengenal kan keduanya.

Bright maupun Afi saling bertatapan, dari tatapan itu Bright mengisyaratkan untuk menjalankan sandiwara tak saling kenalnya, ia tak mau permasalahan yang sudah ia selesaikan menjadi buntut panjang baginya.

Afi kalah juga, ditatap setajam itu oleh dosen PIO bukanlah hal yang menyenangkan.

“heheheh iya win, belom nih”

“ahhhh.... Ini Fi kenalin, ini mas Bright dosen sama pembimbing Pengukuran Psikologi ku, mas Bright ini Afi sahabat ku, aku ketemu dia pas seminar, keren banget dia mas”

puji winata pada keduanya, perkenalan yang luar biasa canggung dan menegangkan Bagi Bright maupun Afi.

Setelah diperkenalkan, tak ada yang menjabat tangan diantara keduanya. Membuat tanda tanya dikepala winata.

“kalian kenapa sih? Kan udah win kenalin, salaman kek, apa kek, kok diem aja” winata kesal sendiri, seperti ada tabir dan tembok maha besar antara Bright dan Afi.

“ah iya, kenalakan saya Bright Dosennya win” Bright memberitakan tangannya untuk Afi salami.

Sedangkan Afi lagi-lagi tersenyum kecut, menyadari Bright meninggikan dirinya dihadapkan dirinya dan Winata, padahal dibalik sosok dosen itu tersimpan sesuatu yang mungkin saja jika Winata tahu akan terkejut dan tak tahu bagaimana meresponnya.

“gue afi, temennya winata”

Jelas sudah, Afi memberikan perang dingin kali ini, tak ada tutur kata sopan seperti yang digunakan Bright, Afi ber (lo-gue) ria, seperti panggilannya untuk starnger, dan dalam kasus ini Bright memanglah 'stranger' yang singgah padanya semalam.

Afi menjabat tangan Bright dan langsung melepaskannya, tak ingin berlama-lama ber salaman dengan Bright.

“eh win, kayak haus nih, katanya, mana kayanya mau di pesenin Milkshake Melon? Sana pesenin dulu win”

Ucap Afi mengusir winata secara halus, ada hal yang harus ia bicarakan dengan Bright saat ini.

“ihhh gak ah, manja banget sih, kamu pesen aja kesana nanti aku yang bayar”

Winata enggan berdiri dari tempatnya, ia sudah terlanjur nyaman.

Afi langsung menatap bright, memintanya pertolongan untuk membuat winata beranjak dari sini, seakan paham Bright langsung berucap.

“sekalian aja win kamu kesana, mas minta pesenin Cheese cake, boleh kan?”

Tanya Bright mencoba selembut dan sesopan mungkin, terdengar manis di telinga winata, namun terdengar menjijikan dan memuakkan di telinga Afi.

“ummm.....yaudah deh, tunggu disini bentar ya, win kesana dulu”

ujar winata yang langsung berdiri dan hilang diantara meja-meja kafe ini.

Tinggallah hanya Bright dan Afi yang tersisa, kecanggungan itu sangat kentara disana, entah bagi Bright maupun Afi, apakah mereka akan terus berpura-pura seolah tak pernah kenal dan bertemu atau akan membahas semuanya disini.

“gue harap lo tepatin janji lo, kita gak pernah kenal dan gak pernah ketemu sebelum ini, bisa?”

Itu Bright, langsung menyampaikan Poinnya, poin yang sudah lama ingin ia sampaikan pada Afi ketika baru saja datang kemari.

Afi terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepala, menyadari seorang dosen yang paranoid jika kedoknya terbongkar.

“well, dari hal sesimpel tadi gue bisa nyimpulin, lo..... Sama winata.... Kalian ada rasa kan?” simpul Afi

Bright hanya diam, tak menyanggah karena memang benar dimikian.

“i don't know if i'm being honest, gue ga siap lihat gimana reaksi winata yang tahu kebusukan lo”

Lanjut Afi, emosi Bright sudah ada di ubun-ubun, jika saja tak ada Winata mungkin ia sudah mengajar afi.

“watch your mouth, i didn't want to hurt u right now”

Bright memberikan peringatannya.

“ah wow, daddy”

Ledek Afi dengan panggilan yang mereka mainkan seminggu lalu.

“fuck” Bright berdecak kesal.

“its ok daddy, gue ga bakal bilang ke win rahasia diantara kita, karena dia sahabat gue, dan lo..... Ummmm i don't know what to say, partner sex terhebat gue maybe?”

Lagi-lagi Afi menguji kesabaran Bright, bisa-bisanya Afi berkata seperti itu disaat kafe tengah ramai-ramainya, bisa saja meja sebelah mendengar perkataan mereka berdua.

” shut your mouth, karena resikonya bukan cuma ada di gue, tapi juga lo”

ujar Bright dengan nada gigi bergemeletukan.

Jika dipikir-pikir ucapan Bright benar juga, jika ia memberi tahu winata tentang dirinya dengan Bright, yang terkena imbasnya bukan cuma sang dosen, namun dirinya juga, dan ia tak siap kehilangan sahabat dan partner sehebat dan seloya winata.

Afi mengangguk setelah mencerna dan menimbang baik buruknya. Keputusan sudah diambil olehnya.

“okay, gue izininin lo deketin winata, but once i heard you hurt him...... Ini akhir dari segalanya”

kata Afi memberikan keputusan dan ancamannya pada Bright.

“deal, now just shut your mouth”

Jawab Bright cepat, ada kesepakatan yang terjadi di sebuah kafe bernama kopipedia, sebuah kafe favorit winata menenangkan diri telah dicemari sebuah janji yang menjadi bom waktu bagi ketiganya.

Kopipedia. Semarang, 19 Oktober 2019 05:30 Pm.