FN5

“h-hai, masuk dulu yuk Bright”

Ujar First agak canggung, ia tahu kalau Bright pasti terkejut mengapa Winata ada disini, sungguh semuanya sudah berlalu dibelakang untuk First maupun untuk Winata, namun sepertinya tidak untuk Bright.

Bright yang terkejut hanya mematung dan memasang ekspresi yang masam, belum lagi kedua tangannya yang mengepal seolah siap memberikan tinju mentah pada First, semua yang pernah terjadi di Encycoffedia diputar ulang di kepalanya, bagaimana Winata yang menangis meninggalkannya hari itu, dan dimana semua kebusukannya terbongkar di depan rekan-rekannya, kepala Bright terasa berdenyut sakit menyadarinya.

“Win mana? Kenapa ada disini? Kenapa dia mau berteman lagi sama kamu?”

Bright memberondong First dengan banyak pertanyaan.

“masuk aja, Win ada di kamar nomer dua”

Jawab Afi untuk semua tanya yang diberikan Bright, tak mau susah-susah menjawab satu persatu pertanyaan itu.

Tanpa mau memperpanjang pembicaraan mereka, Bright masuk dan melewati First dengan menyenggol pundaknya yang membuat First terhuyung ke tembok dan terus berjalan menuju kamar yang di ia cari-cari.

Ketika sampai didepan pintu, lagi-lagi debaran itu terasa, ia mengumpulkan semua keberaniannya untuk memutar kenop pintu ini.

CKLEKK

dan ketika kenop pintu diputar dan ia membuka pintu, matanya bisa menangkap Winata yang sedang memandang keluar jendela, melihat cahaya senja dan lalu lalang mobil-mobil yang terlihat kecil dari jarak setinggi ini.

“belom dateng ya fi? Yaudah deh aku pulang aja”

Ucap Winata yang mengira kalau yang membuka pintu adalah Afi.

Bright masuk dan menutup kembali pintunya, tak lupa ia mengunci pintu dari dalam.

“kayaknya juga mau ujan nih Fi, aku pulang aja deh....mau anterin aku bentar gak? Atau aku pesan ojek aja ya?”

Lagi, tak mau menoleh kebelakang dan melihat siapa yang masuk dan sudah ada tepat di belakangnya.

“kenapa kok naik ojek hmm? Mas udah ada disini”

Ujar Bright sembari memeluk Winata dari belakang, memeluk erat pinggang Winata dan mengecup puncak kepalanya.

“eh... M-mas udah ada disini? Sejak kapan?”

Winata gugup sendiri, ia kira Bright tak akan datang.

“kenapa kamu bikin mas khawatir Taa? Jangan gini lagi ya?”

cupp

Bright mengecup pipi Winata dari samping, pipi itu langsung merah merona dibuatnya.

“lepasin dulu, aku mau ngomong mas”

Winata mencoba melepaskan pelukan kedua tangan Bright di pinggang dan perutnya, namun semakin ia berontak, pelukan itu semakin erat.

Bright juga masih asik mencium dan menghidup wangi yang ia rindukan. Ia asik mengulet di bagian leher dan terkadang mengecup puncak kepala Winata.

“aku mau minta maaf mas”

Ucap Win lirih yang membuat Bright berhenti dari aktivitas menguletnya dan melepaskan pelukan di pinggang kekasihnya.

Bright membuat mereka dalam posisi berhadap-hadapan, meski Win sedang duduk dan ia berdiri yang berarti Winata harus mendongak untuk membalas tatapan matanya.

“maaf untuk? Mas juga mau minta maaf mengenai beberapa hal Taa”

Ujarnya dengan menatap Winata dalam-dalam, namun Win sepertinya terlalu gugup untuk membalas tatapan mata Bright sekarang.

look at my eyes Taa”

Namun Winata malah menunduk.

Right here babe

Bright menangkup kedua pipi Winata dan membuatnya mendongak untuk membalas tatapan matanya.

Debaran itu masih terasa, debaran itu masih ada untuk keduanya.

“aku.... Aku mau minta maaf mas...”

“untuk?”

“entah, rasanya seperti ada yang salah mas, tau gak? Kalau akhir-akhir ini kita sibuk dengan kegiatan kita masing-masing?”

Bright mengangguk menanggapi tanya si manis yang ada di tangkupan tangannya.

“dan meski aku mencoba mencari kesibukan lain dengan orang lain dengan orang baru... Rasanya seperti berkhianat diam – diam di belakang kamu mas...tentang Luke juga, mas berhak cemburu untuk hal itu”

Win tak lagi mampu membalas tatapan Bright, kerlingan mata itu bercampur dengan air mata yang menumpuk di pelupuk mata.

“enggak sayang, mas gak masalah kamu mau berteman dengan siapapun, meski orang baru sekalipun mas gak mau membatasi ruang gerakmu Taa, tapi itu bukan berarti mas gak cemburu, i did, tapi mas lebih baik diam bukan? Disaat komunikasi kita yang semakin minim akhir-akhir ini mas rasa kurang tepat untuk membahas tentang Luke.... “

Bright mengambil nafasnya dalam-dalam.

“mas juga sadar kalau mas jarang ada buat kamu akhir-akhir ini, mas jarang ngasih kamu kabar, dan saat itu yang ada buat kamu si Luke kan? Mas bisa mengerti Taa, mas bisa”

Bright menghapus air mata Winata yang jatuh begitu saja dan kembali membuat Win menatap tepat di matanya.

“hanya saja Taa, ada sesuatu yang mungkin saja tak terasa benar tentang Luke.... Bahkan Day yang dulunya menentang hubungan kita, sekarang dia mendukung dan malah bantuin mas buat jagain kamu di Encycoffedia hari itu”

Jelas Bright mengeluarkan semuanya, semua yang ada di pikirannya.

“mas juga mau minta maaf, mas minta maaf gak selalu ada buat kamu, mas minta maaf sering cancel planning kita tiba-tiba, pasti berat ya akhir-akhir ini buat kamu sayang?”

Tanya sedikit menunduk, mensejajarkan wajah mereka sedekat mungkin dan memangkas jarak hingga hidung mereka bersentuhan.

“pasti capek ya UAS dan masih persiapan untuk sidang? Mas tahu Taa, pasti rasanya gak enak ya ketika kamu butuh orang untuk bercerita tapi orang di sekitar kamu juga sibuk dengan urusannya masing-masing?”

Winata mengangguk lagi.

“dan apa itu alasan kamu untuk ada disini? Maksud mas... Mungkin saat ini yang ada buat kamu hanya si First? Karena jujur aja Taa, mas masih belum bisa memaafkan diri mas sendiri tentang hari itu, rasanya masih canggung untuk bertemu dengan dia lagi hari ini”

Kini giliran Winata yang memegang pipi Bright dan menangkupnya.

“mas.... Win tahu memaafkan orang lain itu gak mudah, tapi mas ada hal yang sangat sulit daripada itu, yaitu memaafkan diri sendiri....”

Winata mengambil jeda untuk mengecup bibir Bright pelan, kecupan singkat yang mengabalikan semua memori mereka dan mengingatkan bahwa beginilah harusnya mereka.

“dan aku sudah melakukan itu, aku juga sadar kalau manusia tak ada yang sempurna bukan? Selama ia mau belajar untuk lebih baik lagi dan mau berubah, rasa-rasanya ia pantas diberikan kesempatan kedua, sama seperti aku memberi mas kesempatan lagi, win juga memberikan kesempatan itu untuk Afi mas, bagaimanapun dia salah satu orang yang selalu ada buat aku”

Entah rasa apa yang ada di dada Bright, ia merasa bangga dan bahagia memiliki kekasih seperti Winata yang dewasa dan pandai menyikapi masalah, meski terkadang emosinya yang tak stabil itu sering membuat Bright ketar-ketir namum kembali lagi kalau tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada manusia yang bisa terus-terusan untuk mengalah dan bersikap dewasa, pasti ada satu titik yang akan membuatnya meledak dan jenuh.

“rasa-rasanya tak adil untuk menghakimi orang lain hanya karena satu kesalahannya dan melupakan semua hal-hak baik yang pernah dia lakukan kan mas?”

Winata mengingat kembali tentang kejadian di hero cafe hari itu, Afi lah yang ada untuknya, juga beberapa kali Afi yang selalu siap ia repotkan.

Lagi-lagi Bright mangangguk, ia belajar banyak dari Winata hari ini, sangat banyak, tentang mengasihi dan memberi, juga tentang maaf dan memaafkan.

“jadi?”

Tanya Bright tiba-tiba yang membuat Winata bingung.

“jadi? Apa?”

“jadi, bisakah kita pulang dan kembali menjadi sepasang kekasih seperti seharusnya?”

Tanya Bright dengan senyum mengembang.

“enggak, gak mau” Jawab Winata dengan ekspresi yang serius.

Perlahan senyum Bright hilang, ia kira Winata bersungguh-sungguh mengatakannya.

“gak mau kalau gak di kasih cium dulu di sini, sini, sama sini”

Winata menunjuk dahi, hidung dan bibirnya sembari tersenyum lebar-lebar yang langsung menular pada yang lebih tua.