FN7

Rumah Sakit Setjonegoro

Selama perjalanan menuju rumah sakit Winata terus menangis, hujan deras di luar sana mewakili perasaannya yang remuk redam, ia tak tahu harus bagaimana. Pikirannya kalut, hatinya takut, fisik dan psikologisnya sedang di uji dari segala sisi.

Jika bisa dan jika boleh ia akan lari keujung dunia manapun asalkan Bright bersamanya, namun hati kecilnya tak bisa menuruti keinginannya yang egois itu karena sang papa yang di larikan ke Rumah Sakit.

Meski tak ada yang menyalahkannya namun tetap saja, didikan sang papa dari ia kecil sangat membekas dan membentuk kepribadian Winata yang penurut mengambil alih pikirannya saat ini.

Sekarang ia menyesal membentak dan melawan perintah sang papa.

“Mas Bright..... Aku.... Aku takut mas”

Lirih Win di dalam mobil, pandangannya ia buang ke arah kaca yang mengembun seolah menertawakan penderitaannya yang baru saja di mulai, matanya tak berani melihat mata Bright.

Air matanya jatuh begitu saja membawahi pipinya, rasa takut kehilangan sungguh besar di benak Winata, namun ia tak bisa memilih antara Bright dan sang papa, keduanya memiliki andil yang sangat besar dalam hidupnya.

Sang papa yang membesarkan dan mendidiknya, Bright yang datang dalam hidupnya menawarkan uluran tangan untuk berjalan bersama dalam kegelapan dan menyembuhkan semua luka yang pernah ia rasakan, ini tak adil....sungguh tak adil, ini bukan sebuah pilihan yang mudah, bahkan rasa-rasanya Winata tak akan bisa memilih salah satu diantara keduanya.

“Taa....”

Panggil Bright lembut, traffic light di depan Rumah Sakit memang agak lama dan Bright memilih untuk menenangkan kekasihnya sejenak.

Ia menyentuh tangan Winata yang terasa dingin, rasa gugup dan takut kehilangan itu sangat kentara. Jauh di dalam lubuk hatinya ia juga tak mau kehilangan Winata, namun ada hal yang harus Winata prioritaskan dari dirinya, dan itu adalah sang papa, Bright tahu posisi dan tahu diri untuk mencoba mengerti posisi Winata saat ini.

Winata membawa matanya untuk membalas tatapan mata Bright, namun itu adalah keputusan yang salah, semakin ia menatap mata Bright, semakin ia ingin kabur ke belahan dunia lain bersamanya, juga rasa bersalah luar biasa yang tak mungkin ia bisa utarakan dengan kata-kata.

Everything will be okay Taa....”

Bright meremas Tangan Winata pelan, menyalurkan kehangatan dan rasa afeksinya disana, sedikit banyak bisa menenangkan Winata.

“Mas akan ikut semua keputusan kamu Taa, mas percaya sama kamu”

Tangis Win tambah pecah dan terdengar menyakitkan, ia langsung memeluk Bright erat-erat seakan tak mau kehilangannya, air matanya memasahi kemeja yang dikenakan Bright.

“Maafin aku mas.... Maafin aku”

Win terus meminta maaf pada Bright atas kejadian makan malam ini yang tak terduga, pasti Bright kecewa berat dengan apa yang terjadi.

“Sshhh iya Taa, iya sayang, gapapa kok, yuk kita tengok papa”

Bright melerai pelukan Winata, hujan yang semakin deras merajam bumi seakan ingin membisikkan sesuatu pada mereka, semesta yang sedang menangis seakan menjadi suatu pertanda buruk akan terjadi di depan sana.

Dibawah langit Wonosobo yang sedang menangis.