Forever 1

New sampai di rumah tepat pukul sembilan malam, rintik hujan di langit membuat bajunya terasa dingin, ia menghela nafasnya yang semakin hari terasa semakin berat untuk bertahan. Langkahnya menggema di lorong ini, sebuah apartment kecil miliknya dan satu-satunya aset yang luput dari pembekuan kedua orang tuanya.

Ia menjinjing dua kantong plastik di kedua tangannya yang berisi kebutuhan Nanon seperti susu, bedak dan popok, juga tak lupa ia membawa makanan yang Joss inginkan. Ia sedikit lega karena memegang uang untuk tabungan kedepannya dan juga ia masih bisa kuliah di semester akhir, rasa cemas itu sedikit sirna mengingat betapa kacaunya perekonomian keluaga kecilnya beberapa bulan lalu ketika langit runtuh tepat di depan kaki-kaki mereka.

“Kak aku pulang”

Suara tangis Nanon terdengar nyaring yang reflek membuat New menaruh semua barang yang ia beli di atas meja untuk segera berlalu ke dalam kamar di mana suara tangis Nanon semakin kencang terdengar.

“Nanon, Papa pulang sayang” ujarnya langsung menggendong Nanon dalam peluknya, tangis itu seketika raib entah direnggut siapa, Nanon langsung terdiam ketika sang Papa datang untuk membawanya dalam peluk hangat yang ia rindukan.

“Kak…. Nanon cuma mau digendong kok biar dia gak ngerasa sendirian, lain kali jangan didiemin aja ya? Nanon tahu kalau Ayahnya ada di rumah, sesekali ajak Nanon main biar dia gak ngerasa sendirian” Ujar New pada Joss yang duduk di sofa dengan sekaleng beer yang ada di tangannya.

“Berisik” Responnya keluar dari kamar untuk mengambil makan malamnya yang ada di atas meja.

New hanya bisa geleng-geleng kepala, sejujurnya ia sudah lelah setelah seharian bekerja dari pagi hingga petang. Namun dengan memeluk bocah kecil yang sudah menjadi pusat dunianya ini, semua rasa lelah itu hilang seketika.

“Nanon kangen Papa ya nak? Iya kannn hahahaha Nanon sayangnya Papa….dunianya Papa hahahaha”

Gelak tawa keduanya memenuhi kamar, New mambawa Nanon kembali ke atas ranjang untuk mengganti popok yang sudah terasa penuh, juga mengganti pakaian Nanon dengan pakaian yang berbahan tebal agar terasa hangat dan segera terlelap.

Setelah membawa Nanon dalam lelapnya, New keluar kamar dan mendapati Joss yang sedang makan di ruang tamu.

“Kak tadi seharian Nanon rewel ya kak?” Ia duduk di sofa berhadapan dengan Joss.

“Besok aku udah mulai ngampus kak, gapapa kan kalau kakak jagain Nanon sampai aku selesai kuliah?” Joss berdecak, ia tak menyelesaikan makannya dan memandang New tajam.

“Mau sampai kapan kayak gini? Gue capek New…gue capek hidup kekurangan kayak gini terus”

New terdiam, enam bulan terakhir memang waktu yang sangat berat bagi keluarga kecil mereka, tak hanya ia yang tak dianggap lagi oleh keluarga besar namun Joss juga mengalami hal yang sama.

“Ya ini aku juga lagi usaha kak, aku kerja dari pagi sampai malam buat cari uang”

“Tsk! Gue capek gini terus, gue kira dengan nikahin lo hidup gue bakalan lebih enak karena lo anak orang berada. Tapi apa? Gue makin susah kayak gini, rumah mobil gue diambil nyokap sama bokap yang gak setuju gue nikah sama lo”

New hanya bisa terdiam sambil tertunduk, meratapi nasibnya yang terasa berat setiap harinya.

“Lo memang pembawa sial New….gara-gara lo, semua ini gara-gara lo”

BRAKKKK

Joss melempar makanannya hingga berserakan di lantai, sedangkan New terkejut bukan main kalau Joss sudah murka dan melampiaskan amarah itu padanya.

“Kak…” Badannya gemetar hebat.

“Gue mau seneng-seneng” Joss mengambil dompet New yang ada di atas meja dan berniat mengambil uang gajian hasil jerih payah suaminya.

“Kak jangan, itu buat keperluan Nanon” New tak mau kalah, ia merampas dompetnya dan memegangnya erat-erat.

“Berani lo hah? good udah berani melawan?”

“Aaakkkhhh kak….ampunnn sakittt”

New memekik ketika Joss menjambak rambutnya dan menyeretnya menuju kamar mandi.

“Kak Joss ampunnn….sakit kak”

“Lo memang harus diberi pelajaran biar gak ngelawan lagi”

Keran air terdengar seperti momok menakutkan bagi New, derasnya air yang memenuhi bathub membuatnya semakin ketakutan. Suara tangis Nanon terdengar dari atas ranjang, seakan bocah kecil itu merasakan rasa takut yang luar biasa dirasakan sang Papa.

“Kak Nanon nangis kak….lepasinnn” ia berontak namun badan Joss yang jauh lebih besar dan lebih kekar membuatnya tak berdaya ketika tangan Joss meremas lengannya keras sekali hingga ia yakin akan tertinggal memar yang membiru.

“Persetan dengan Nanon….lo harus diajarin tata krama ngelayanin suami yang bener”

“Aaaakkhhhh kak ampu…..”

Suara New hilang dan timbul ketika Joss memasukkan kepala New kedalam bathub penuh dengan air, membuat New kesusahan bernafas.

“Gara-gara lo hidup gue jadi susah anjing!!”

“Aaahhh uhukkk…k-kak…kak Joss ampun…uhukkk”

Wajah New memerah karena menahan nafas, terkadang air itu berhasil masuk mengisi tenggorokannya hingga ia lemas.

“Inget ini baik-baik…gue akan buat gugatan cerai, gue udah gak bisa hidup susah sama lo lagi”

“Tapi gimana sama Nanon ka….”

Lagi-lagi Joss mendorong kepala New hanyut ke dalam bathub sampai gelembung udara terlihat berkali-kali yang menandakan New sudah kehabisan nafas.

“Gue gak peduli sama lo ataupun Nanon, gue udah capek” Joss terus mendorong kepala New ke dalam bathub sampai New tak lagi berontak dan membiarkannya terkulai tak sadarkan diri di lantai kamar mandi.

Sedangkan ia merampas uang dari dalam dompet New dan pergi meninggalkan apartment untuk kembali bersenang-senang.

Suara tangis Nanon semakin kencang, membuat New kembali tersadar dan langsung memuntahkan air yang terasa memenuhi rongga paru-paru dan tenggorokannya, lengan kanannya memar dan membiru karena kekerasan yang Joss lakukan padanya, ini bukan kali pertama Joss melakukannya.

New selalu mencoba menutupi hal ini dari teman-temannya, memar-memar itu adalah pukulan, tamparan atau cambukan yang Joss lakukan padanya. Dengan tertatih ia berjalan menuju ke atas ranjang, ia memeluk Nanon dengan tangis dalam diam.

Ia bertahan sejauh ini demi Joss dan Nanon namun nyatanya hanya Nanon yang ia punya sekarang.

“Maafin Papa.…maafin papa” Lirihnya memeluk Nanon dalam peluknya.

“Nanon takut ya ditinggal sendirian tadi? Maaf ya sayang” Ia mencum Nanon berkali-kali, hanya permata kecil itu yang ia punya.

“Papa beruntung masih punya Nanon…Papa beruntung” Tangisnya terasa sangat perih, semua sakit yang ia tahan seolah menyergapnya dari segala arah membuatnya sangat hancur.

“Papa janji sama Nanon….ini terakhir kali Nanon lihat Papa cengeng kayak gini” ia memaksakan sebuah senyuman, tangan kecil Nanon mencoba menggapi wajah sang Papa seakan ingin menghapus air matanya.

“Iya, papa gak akan cengeng lagi” Ia tersenyum namun air matanya tak bisa berdusta, diliriknya dompet yang tergeletak di lantai, kosong dan tak tersisa sedikitpun.

“Papa gak akan ninggalin Nanon lagi, Papa janji” ujarnya menguatkan hati sembari menghapus air matanya sendiri.