Hakata Sushi-09:30 Pm

Win menunggu tenang di mejanya setelah menyantap beberapa menu yang dihidangkan oleh seorang Chef muda di restaurant jepang ini.

Ia menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengatakan kritiknya terhadap makanan yang sudah ia telan, profesinya sebagai seorang kritikus makanan mengharuskannya lebih jeli tentang cita rasa makanan yang menyentuh lidahnya.

Terlihat satu persatu pengunjung restaurant ini mulai pergi meninggalkan kursi dan meja, juga beberapa karyawan yang satu persatu mulai undur diri karena waktu kerja mereka telah selesai.

Hanya tersisa seorang Chef di dapur sana, Bright namanya. Ia seorang Chef yang sekaligus menjadi owner restaurant ini.

Hal yang selalu membuat Bright gugup adalah saat Win memberikan pendapatnya tentang makanan yang ia sajikan, karena apa yang Win katakan esoknya akan terbit di koran lokal, jadi Bright harus memastikan kalau reputasi restaurantnya tetap mendapatkan review bagus setiap di setiap bulannya.

“Apa saya sudah boleh mengatakannya?”

Panggil Win sambil melambai ke pintu kaca yang tembus langsung ke dapur.

Sadar kalau Win akan mengatakan pendapatnya, Bright membuka pintu kaca itu dan membentangkannya lebar-lebar, membuat sosoknya terlihat jangkung dibalik cahaya lampu dapur yang menyilaukan.

“Anda boleh mengatakannya, di dapur”

Degup jantung Bright terasa lebih cepat, setelah mengetahui Win tak mengatakan sepatah katapun, Win langsung berdiri dan berjalan menuju dapur.

Win terlihat berjalan berputar – putar di bagian pantry yang menyetok beberapa bahan makanan segar.

“Well... Chef Bright”

Win membuka beberapa kancing kemejanya, ia melonggarkannya dan membuat dirinya senyaman mungkin.

“Sejauh ini baik-baik saja bukan?”

Win akan mengatakannya, namun kali ini bukan sebuah fakta, ia akan mengatakan sebuah kebohongan, makanan Bright sangatlah lezat dan tentu memenuhi standart lidahnya namun ia tak akan mengatakan pujian itu secara cuma – cuma.

Win sengaja melakukannya untuk mendapatkan apa yang ia mau, apa yang ia inginkan selama satu bulan terakhir, ia menahan hasrat untuk bisa menginjakkan kaki di restaurant ini sejak terakhir kali ia memberikan review nya 30 hari lalu.

“Baik-baik saja, semuanya lancar dan pengunjung semakin ramai”

Bright ikut membuka beberapa kancing pakaian ala chef yang ia kenakan, juga ia membuka celemeknya dan mengenbalikannya di tempat yang seharusnya sebagai tanda kalau jam kerjanya telah selesai, tapi nampaknya tak selesai sampai disitu karena malam ini Bright harus berusaha ekstra untuk membungkam mulut Win agar memberikan restaurant nya review yang bagus seperti bulan-bulan lalu.

Win terkekeh mendengarnya, seolah menyelekan apa yang dikatakan oleh chef muda di depannya.

“Tapi saya heran, mengapa mereka semua mau membuang uang hanya untuk makan salmon sushi yang dagingnya tak segar lagi”

Satu perkataan Win mengejutkan Bright, ia ingat betul kalau salmon yang ia gunakan selalu fresh dan bukan merupakan salmon beku karena ia sendiri yang belanja bahan-bahan makanan sebelum jam restaurant buka.

“Tuna mayo huh? Rasanya menjijikan, aku baru tahu kalau mayonaise rasanya bisa seburuk itu”

DEGGG

Bright tak banyak berkata, ia langsung memegang kemeja depan Win dan memuntirnya sambil mendorongnya ke dinding.

BRUKKKK

“Anda sengaja hmm?”

“Woah... Lihatlah, begini cara anda menyambut seorang kritikus makanan huh? how dare you!!!”

SLURRPHH

Bright langsung melumat bibir yang baru saja membentaknya itu, ia tahu kalau inilah yang di inginkan Win, inilah jalan satu-satunya.

Ia mengecup, mencium, menjilat dan menghisap bibir Win dengan rakus, Bright juga melumat deretan gigi indah itu dengan lidahnya dan saling menukarkan saliva satu sama lain.

Ketika ciuman itu terlerai, sebuah senyum melengkung di bibir keduanya, Win yang mendapatkan apa yang ia inginkan, juga Bright yang dapat membaca apa yang diinginkan oleh Win.

“Bagaimana? Apa masih kurang fresh? Bukankah bulan lalu kamu menyukainya sampai membuat bibir kita bengkak di keesokan hari hmm?”

Win terkekeh mengingat kejadian yang hampir sama satu bulan lalu. Juga ia yang menyadari kalau Bright tak menggunakan saya-anda lagi, namun aku-kamu, sepertinya hal panas akan terjadi disini.

“Tentu aku menyukainya Chef, bukankah aku sudah pernah bilang kalau aku suka makanan yang fresh?”

Win berkata seraya menyentuh bibir indah Bright dengan kedua jari telunjuknya, ia sangat menyukai bentuk bibir Bright yang sangat seksi dan menggoda.

“Tapi aku masih mengeluhkan tentang mayonaise buatanmu yang rasanya sangat bu....”

Bright tak membiarkan Win mengatakan sesuatu yang buruk tentang makanannya, ia kembali mencumbu Win dengan liar sampai rasanya oksigen menjauh dari jarak jangkauan mereka berdua.

“Aku punya sesuatu yang lebih baik daripada mayonaise”

Bright menggenggamkan tangan Win ke sesuatu yang mengeras diantara dua pahanya.

“Iyakah? Apa kamu yakin aku akan menyukainya?”

Win menanyakan hal itu disaat tangannya sedang sibuk meremas dan mengurut kejantanan Chef di depannya.

“Aku masih ingat betul bagaimana kamu menelan 'mayonaise milikkku' sebulan lalu, bukankah rasanya sangat nikmat? Sampai kamu tak menyisakan setetespun 'mayonaise' itu dan menjilat sisanya di lantai dapur”

Bright menang kali ini, ia tahu apa yang Win inginkan, dan ia memiliki apa yang Win sangat inginkan.

“Aku hanya tak suka sesuatu terbuang sia-sia”

Tangannya masih bergerak keatas dan kebawah dengan frekuensi yang ia atur sedemikian rupa hingga membuat nafas Bright mulai terasa berat dan memburu.

“Kalau begitu, keluarkan mayonaise yang kamu suka.... Gunakan mulutmu untuk mengeluarkannya”

Bright menekan kedua pundak Win kebawah hingga kepalanya tepat berada di depan sesuatu yang mengeras diatara kedua pahanya.

“Aku membutuhkan sedikit bantuanmu disini Chef”

Win tersenyum licik sambil mendongak keatas melihat wajah Bright yang terlihat tegas.

“Aku akan membantumu dengan senang hati, pastikan mulutmu tak pegal ketika aku memompa dan menghujamkan penisku hingga ke ujung tenggorokanmu”