Harap

***

Hidup adalah tentang waktu Sama sepertiku dengannya Waktu yang kuhabiskan untuk mencintai dan memberi Waktu yang ku habiskan untuk dicintai dan menerima Hingga waktu yang serasa menyempit dalam derit lantai rumah sakit Ia menghimpitku dengan segala rasa yang tak pernah kukenali sebelumnya.

***

RS Elizabeth Semarang 21:35 Pm

Dengan perasaan yang bercampur menjadi satu, winata berlari menuju ruangan di sudut rumah sakit ini, ia berlari sekencang mungkin dengan airmata yang bercucuran, perkataan tak akan bisa menggambarkan bagaimana hancurnya hati seorang winata saat ini.

Ditiap langkahnya ia melafalkan doa-doa, dalam setiap nafasnya ia terus berharap semuanya akan baik-baik saja, ia berlari sekencang mungkin dan tak peduli lagi dengan keadaan sekitar.

Win meninggalkan teman-temannya yang masih didalam mobil, bahkan win memilih menaiki tangga daripada harus antri menggunakan lift karena hanya akan membuang-buang waktunya.

Ditiap pijakan kakinya hanya tersisa sakit yang terus mendera hatinya, terus berharap semuanya akan baik-baik saja. ia berhenti sejenak untuk menangis, untuk menguatkan hatinya kalau semuanya akan baik-baik saja, bright akan baik-baik saja.

***

Winata melihatnya, disana ada Gun, Mike dan Gawin diluar ruang IGD, dengan langkah lemas, win berjalan menuju mereka.

“win…” Panggil Gun

“mas bright mana? win mau lihat, mana? mas bright manaaa?”

Win bertanya dalam frustasi dan tangisnya yang sudah tak bisa ia pendam, genap 10 hari mereka saling mendiamkan dan kali ini win mendapat kabar kalau Bright masuk ruang ICU rasanya seperti disambar petir, seperti dunianya telah berhenti berotasi saat itu juga.

“bright lagi didalam, sedang di tangani dokter, doakan semoga semuanya akan membaik” itu Gawin yang bersuara.

Win berjalan menuju jendela transparan, disana ia melihat bright sedang berjuang dengan banyak selang yang dipasangkan di mulut dan sebagian tubuhnya, hati winata dibanting hancur melihat bright seperti ini, tangisnya pecah saat itu juga, ia perih melihat bright yang seperti ini, harusnya ia sudah tahu, harusnya ia lebih peka kalau bright akhir-akhir ini lebih pucat dari biasanya, harusnya ia tahu, iya, win menyalahkan dirinya sendiri saat ini. ia menangis dalam diam yang semakin perih meremas hatinya.

“mas….bangun mas”

ucap win lirih, perih di hatinya membuatnya tak sanggup berkata-kata. Dalam diamnya ia berdoa pada tuhan untuk mengembalikan ‘bright-nya’ seperti sedia kala, ia berharap kalau semuanya masih belum terlambat.

***

tuhan….jika kau berikan aku kesempatan aku mohon kembalikan ia seperti sedia kala aku berjanji akan mencintainya setiap detik yang aku punya aku berjanji akan meruntuhkan semua egoku padanya jika mencintainya masih sempat jika ini masih belum terlambat aku mohon kembalikan dirinya padaku aku minta jangan ambil dia dariku

***

win tak berhenti menangis, ia dipeluk oleh siwi untuk menenagkannya, rasa pedih dihati winata menjadi semakin perih ditiap detiknya, mendapati kenyataan bahwa bright kini tengah terbujur tak berdaya dengan alat-alat medis ditubuhnya.

kakinya dingin menggigil bukan karena suhu yang terlampau rendah, namun karena rasa takut kehilangan yang luar biasa membuat tubuhnya gemetar, ia tak siap jika suatu hari harus kehilangan Bright, ia tak siap, ia tak bisa membayangkan sesuatu yang pedih seperti itu.

Ia sadar kalau dokter telah keluar dari ruangan itu, sayup-sayup ia mendengar percakapan dokter dengan Gawin disana.

“dok, teman saya sakit apa dok?” tanya gawin.

“asam lambungnya sudah kronis pak, ditambah sepertinya pak Bright semingguan terakhir terus-terusan mengkonsumsi kafein dan makanan instan, hal ini memperburuk keadaan”

Hanya mendengar itu membuat win menangis lagi, ia menangis dalam diam bersama semua rasa bersalah yang ia rasakan, meski ia tahu ini tak sepenuhnya menjadi salahnya namun ia menyalahkan dirinya sendiri atas hal ini.

“kira-kira akan dirawat berapa lama dok?”

“setidaknya tiga sampai lima hari, dan semoga recovery-nya juga cepat pak”

“baik terimakasih dok”

Win sudah lemas, tubunya gemetar mendapati kenyataan perih seperti ini.

“win? Mau masuk lihat bright?” tanya Gun pada win, ia tahu siapa yang harus diprioritaskan, saat ini hanya win lah yang menjadi sumber semangat hidup Bright.

Tanpa ada sepatah kata, ia bangkit dan melangkah masuk kedalam ruangan itu, tiap langkahnya serasa hancur, ditiap pijakan kakinya ada airmata yang jatuh, ia menutup mulutnya sendiri melihat keadaan bright, pucat dan terlihat agak kurus, dengan rambut yang agak gondrong dari biasanya, ia mengerti dan sadar sekarang, kalau bright benar-benar sehancur itu setelah ia meninggalkannya.

Matanya melihat selang-selang yang masuk melalui mulut dan hidung sang dosen, hatinya teriris melihat bright yang seperti ini. Ia duduk disisi ranjang, ia mendekat kewajah bright untuk membisikkan sesuatu.

“mas….” Sangat pelan sekali suaranya keluar, ia tercekat dengan keadaan yang seperti ini.

“bangun mas…”

“win….hiks..win janji…” ia mulai terisak dalam perih yang menghancurkan hatinya dari segala rasa duka yang ia rasa.

“kalau mas bangun…hiks… kita…kita jalan-jalan kekota lama lagi ya mas…hiks”

Air matanya winata jatuh membasahi bantal, ia tak bisa pura-pura kuat saat ini mendapati bright yang tengah terbujur di ranjang rumah sakit seperti ini.

“win…win janji…kita jalan lagi ke hero café ya mas….”

“win mohon….bangun….hiks…bangun mas”

Dilihatnya wajah bright baik-baik, terdapat kantung mata hitam disana menandakan kalau insomnia telah menjadi sahabat bright tiap malam sepuluh hari terakhir, rambutnya yang mulai panjang menandakan bright tak sempat merawat dirinya sendiri.

“mas….hiks….bangun mas…bangunnnn”

“katanya mas cinta…katanya mas sayang…bangun masss”

“win udah disini…win datang mas hiks….win mau…”

“win cinta sama mas…win cinta….bangunnnn…hiks”

Ia mengecup dahi bright, dengan sisa airmata yang ia punya, dengan sisa harap yang masih ada dalam kalbunya, ia berdoa dan meminta pada tuhan untuk tak mengambil kebahagiaannya.

Win memposisikan kepalanya diranjang tepat disebelah bright, ia mengangkat satu tangan bright dan ditempatkan diatas kepalanya.

“mas….win kangen diginiin sama mas…..hiks”

“win….win kangen mas acak-acakin rambut win”

“bangun ya mas besok”

Malam itu winata tertidur disana, menemani bright yang sedang berjuang melawan sakitnya, malam itu juga hati win tak pernah berhenti untuk berharap dan terus memanjatkan doa. Bahkan malam natal yang harusnya indah dan penuh kasih sayang harus berubah menjadi sepi dan penuh airmata seperti ini, bagi bright dan bagi winata.

Tanpa winata sadari walau bright dalam pengaruh obat bius namun kesadaran itu belum meninggalkan dirinya, airmata itu jatuh dari pelupuk mata bright, ia mendengar, ia mendengat semuanya dan rasanya ia ingin bangun saat ini juga namun ia tak bisa, ia tak mampu, yang ia percaya adalah winata telah ada disini bersamanya, menemaninya…..lagi.

***

Hidup adalah tentang waktu Sama sepertiku dengannya Waktu yang kuhabiskan untuk mencintai dan memberi Waktu yang ku habiskan untuk dicintai dan menerima Hingga waktu yang serasa menyempit dalam derit lantai rumah sakit Ia menghimpitku dengan segala rasa yang tak pernah kukenali sebelumnya. jika mencintainya masih sempat jika ini masih belum terlambat aku mohon kembalikan dirinya padaku aku minta jangan ambil dia dariku

***

Winata dan segala sesalnya Bersama langit semarang yang menemaninya. 25 Desember 2019