Haunted

***

You and I walk a fragile line I have known it all this time But I never thought I’d live to see it break

***

Jumat, 20 Desember 2020 16:15 Pm

Sudah lima hari mereka saling mendiamkan satu sama lain, sebenarnya winata lah yang mendiamkan Bright, jika bright boleh jujur ia akan terus mengejar winata sejak hari senin setelah bom waktu itu meledak, namun ia teringat ucapan day untuk memberi winata ruang dan waktu untuk menerima semuanya.

Sore ini bright disibukkan dengan beberapa laporan laborat yang menggila, beberapa hari terakhir, ia tak fokus kerja karena terus memikirkan tentang metawin, akhir-akhir ini ia juga ditegur oleh Gawin karena sering mendapati dirinya tengah melamun seperti orang kehilangan semangat hidup, walau Gawin tahu alasan bright berperilaku seperti ini, karena ia juga ada disana hari itu, menjadi saksi semuanya tebongkar di hadapan winata.

Namun ditengah keputusasaan yang Bright rasakan, ada secercah harap disana, pasalnya sudah 3 hari terakhir ia selalu memergoki Winata berada di lantai 7 didepan laboratorium untuk duduk termenung selama kurang lebih 30 menit sebelum winata pulang.

dibenak bright ada sebuah harap karena mungkin saja winata masih terikat oleh semua memori yang mereka jalani berdua selama ini.

Jadilah hari ini ia akan membulatkan tekadnya untuk menunggu winata muncul di lantai 7 dan akan mengajaknya bicara, mungkin saja masih ada harapan untuknya meski ia tahu kalau ia melakukan kesalahan yang fatal, jangankan kesempatan, untuk dimaafkan saja harusnya ia sudah harus bersyukur atas kemurahan hati winata.

“gue balik dulu ya Bright” pamit Gun

“gue juga, yok absen dulu langsung cabut” kali ini Mike

“iya duluan aja”

“hey, sini dengerin gue” Gun dan Mike mendekat di meja bright dan Gun menepuk pundak karibnya itu.

“jadikan ini sebagai pelajaran okay? Gue tau lo orang baik bright, gak ada manusia didunia ini yang bersih dari kesalahan, namun gimana cara dia memperbaiki diri setelah melakukan kesalahan itu yang paling penting, udah gausah sedih-sedih lagi”

Gun menepuk-nepuk pundak Bright, agaknya ada semacam kelegaan disana dimana dirinya seperti didengarkan dan diperhatikan oleh orang sekitar, selama ini bright memendam semuanya sendiri dan menompang semua masalahnya sendiri.

“gue yakin bright, winata juga masih ada rasa buat lo, tapi…ini dengerin gue ya, tapi mungkin memang waktu kalian yang kurang tepat, mungkin saja lain kali dilain kesempatan lo harus lebih peka dan lebih dewasa lagi dalam menjalin hubungan, gak …gue gak sok dewasa disini karena nyatanya gue sama gun Cuma orang dewasa yang punya polah kayak anak SD, tapi setidaknya gue bisa ngasih tahu lo mana yang bener, oke?”

Gantian mike yang menepuk pundak bright, memberinya semangat setelah lima hari seperti mayat hidup, hidupnya berantakan dan tak terurus, sarapan suka ia lewatkan bahkan pernah ia kelupaan untuk makan seharian, hidupnya benar-benar hancur setelah hari itu.

“makasih bro, gue tahu gue bukan orang yang baik buat win, tapi gue berani sumpah kalau gue mau berubah”

“I know, dan sebaiknya lo bener-bener berubah oke? Yaudah gue sama mike pamit dulu”

“duluan ya bright”

Mereka pamit dan menghilang dibalik pintu ruang dosen, menyisakan Bright dengan segala keraguan, ia merogoh saku celana, disana ada sebuah kotak dengan dua buah cincin didalamnya, andai saja hari itu tak terjadi winata sudah menjadi miliknya, andai saja hari itu ia lebih cepat menjemput winata mungkin hari ini winata sudah menjadi kekasihnya, namun sekali lagi, waktu tak akan bisa ia putar kembali. Dengan langkah gontai ia berjalan keluar ruang dosen menuju lift untuk membawanya ke lantai 7 dan berharap winata berada disana seperti 3 hari sebelumnya.

***

Lantai 7 fakultas psikologi Begitu pintu lift terbuka, matanya langsung menangkap sosok itu, win ada disana sedang berdiri melihat langit diatas balkon, diam dan menyendiri bersama sepi dan sunyinya bangunan ini.

Bright melangkah penuh dengan keraguan dibenaknya, dan dirasa win mendengar langkah kaki ia menengok kebelakang, pandangan mereka bertemu dan mengunci satu sama lain, win tak lagi membuang tatapan matanya, pun juga bright yang kali ini tak langsung mengalah dan menghindari tatapan mata winata.

“wi….win” panggil Bright lirih

Win masih diam tak menjawab panggilan bright, matanya masih menatap mata bright, seperti mencari sebuah jawaban disana.

“kebetulan mas ada disini, ada yang mau win omongin”

“mas juga ada yang mau mas sampaikan ke kamu win”

Disana perasaan mereka berdua tak menentu, bercampur menjadi satu yang tak bisa mereka artikan sendiri-sendiri, namun saat ini ada hal yang akan masing-masing mereka sampaikan satu sama lain.

“mas dulu aja”

Mereka saling berhadapan, dan bright tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mengeluarkan semua isi hatinya ketika 5 hari belakangan mereka sudah tak saling bicara, dibenaknya ia sudah cukup memberikan win waktu.

“win….”

Bright memegang kedua tangan win, menggenggamnya sebelum ia mengatakan semua yang ada dikepalanya.

“maafin mas untuk semua kebodohan yang mas lakukan win, mas mau berubah untuk kamu, mas akan berusaha sebaik mungkin untuk hubungan kita, mas…..mas nyesel win, hari-hari mas serasa kosong tanpa kamu, rasanya seperti ada yang hilang dari bagian hidup mas…..”

Bright menatap mata win lekat-lekat mencari apakah masih ada kesempatan untuknya, meski sadar bukanlah kesempatan kedua.

“ma….mas berencana untuk jadikan hubungan kita lebih serius hari itu….”

Ia merogoh sakunya, mengeluarkan dua buah cincin itu, win melihatnya, melihat bagaimana cincin itu terukir namanya dan nama Bright disana. Ia tersenyum kecut, baginya semuanya sudah terlambat.

“ini….ini bukti kalau mas serius sama kamu win, lihat disana, ada namamu, Winata Mulya Sandjaya”

Tanpa basa-basi, Bright langsung memasukkan cincin dengan namanya ke jari manis winata, pun win hanya diam membiarkan Bright menyelesaikan semua yang ingin ia sampaikan padanya.

“bisa kita sama-sama lagi win? Mas janji sama kamu gak akan ngulangi hal yang sama, mas janji sama kamu untuk terus bahagiain kamu, mas janji win.. mas janji”

Ia bergetar di sana, semua yang ada dikepalanya sudah ia sampaikan pada winata, namun winata hanya diam tak memberinya respon sedikitpun. Bright memberanikan diri untuk mendekat dan memupus jarak mereka, ia akan mencari jawannya sendiri kali ini.

Win paham dan tahu apa yang akan terjadi, Ia membiarkan Bright terus mendekat hingga wajah mereka berhadap-hadapan, ia bisa merasakan nafas bright disana, semakin dekat hingga bright baru saja akan menyapukan bibirnya win berkata.

“kita tak harusnya melakukan ini mas”

Cukup begitu membuat bright tercengang, ia mematung saat itu juga karena perkataan winata.

“people like you always want back the love that I’m gave away and people like me wanna belive you when you say you’ve changed….and now, you say you want it back but don’t you think it’s just too late mas?”

Tanya win masih melihat ke mata bright, ia tersenyum kecut mendapati kenyataan kalau bright sudah berencana sejauh ini hingga mematrikan namanya didalam cincin ini. Cincin yang melingkar manis di jari manisnya.

“bagi win semuanya sudah terlambat, mau win kasih kesempatan berapa kali lagi mas? Kalau berujung kecewa yang sama, mas gak berubah sama sekali sejak win kasih kesempata kedua”

Jantung bright serasa ditusuk oleh jarum mendengarnya.

“win berterimakasih untuk tiga bulan terakhir yang kita habiskan bersama, win tak membenci mas, win akan mengambil banyak pelajaran hidup dari hal ini, namun untuk sekarang win gak bisa mas”

“win please don’t….”

“sebelum kita bersama, hidup kita juga baik-baik saja kan mas?”

Bright tahu kemana arah pembicaraan ini, dan itu menyakiti hatinya. Hati kecilnya yang terus berharap dan mendamba winata.

“gak win, dunia mas gak pernah sama lagi”

Win tersenyum, pandangannya ia bawa ke cincin yang ia pakai dijari manisnya, bright pun sama, ia membawa pandangannya pada jari manis winata. Tak ia sangka win akan mencopot cincin itu dan menggenggamkan cincin itu di tangan bright, win mengembalikannya.

“you were all I wanted, but not like this, maybe we fall each other at the wrong time mas”

Win melepaskan tangannya, ia sudah mengembalikan cincin itu ke tangan bright.

“win mas mohon…” bright benar-benar hancur saat ini, air matanya tak bisa ia sembunyikan, untuk pertama kalinya win melihat bright berairmata didepannya.

“mas….mas tahu gak? Mas harus berubah untuk diri mas sendiri bukan untuk win, dan mungkin kita perlu waktu untuk memahami dan menyadari satu sama lain, gapapa ya kalau kita berhenti sejenak?”

“GAK WIN…GAKKK”

Bright histeris, ia menangis dalam frustasi, ia paham kalau ia akan kehilangan winataya meski ia tahu ia telah kehilangan sosok itu sejak di kopipedia.

“don’t leave me like this i thought I had you figure it out…”

“mas harus apa win? Mas tahu mas udah nyakitin hati kamu, tapi mas juga sayang dan cinta sama kamu win, mas mohon, apa mas harus sujud di kaki mu win? Mas berani sumpah kalau mas menyesal win”

Air mata bright tak bisa berbohong kalau ia sedang hancur saat ini, dan win juga paham akan hal itu, namun untuk saat ini ia memilih dirinya sendiri.

“mas…untuk bisa mencintai orang lain, kita juga harus bisa mencintai diri kita sendiri, untuk bisa memaafkan orang lain, win juga harus memaafkan diri sendiri, jadi mas….terima ya? Ini keputusan win untuk berhenti disini, win yakin mas juga bisa berhenti”

Begitu perkataan winata selesai tak ia sangka Bright langsung ambruk didepannya, ia bersujud di lutut winata, memohon kesempatan untuk diri lagi.

“win….hiks…mas mohon win….se…..sekali ini saja”

“mas udah…berdiri…”

“enggak win…sebelum kamu kasih kesempatan lagi…”

“kalau begitu, semoga mas tak bosan dalam penantian hinga kesempatan itu datang”

Setelahnya win menarik kakinya, ia berjalan menuju arah lift meninggalkan bright di lantai dan masih menangis sesenggukan disana, ada hati yang terluka, hati keduanya.

Didalm lift winata juga menangis, ia tak tega namun ia harus, ia harus bisa melakukan ini untuk dirinya sendiri.

“maaf mas, maafin winata”

Digedung lantai 7 fakultas psikologi baru saja ada kisah yang selesai dijalan, ia sudah berhenti ditempat dan berjalan berlawanan, bright yang masih menangisi tindakan bodohnya dan win yang berada didalam lift menangisi perih yang semakin menjadi jadi.

***

You and I walk a fragile line I have known it all this time But I never thought I’d live to see it break Never thought I’d see it

***

Jumat, 20 Desember 2020 16:45 Pm