Kemeja


Hari demi hari terlewati, selama itu juga Winata tak pernah lagi terlihat menjenguk Bright ke Rumah Sakit, bukan karena ia tak mau, namun ia tak bisa, ia tak siap menerima semua kenyataan pahit itu.

Semuanya tentang waktu, bukankah begitu? Manusia selalu membutuhkan waktu untuk menerima kenyataan yang mungkin sulit dan mengoyak dunianya, bahkan saat Bright sudah diperbolehkan pulang pun Winata tak datang untuk mengantar.


Kamar Winata 10:10 Am

Sudah beberapa hari ini sejak hari itu Winata selalu begini, duduk ditepi jendela melihat dan mengajak bicara anggreknya, semua hal yang ia ingin sampaikan pada Bright ia sampaikan semua pada anggrek itu, tentang semua rasa rindu, rasa marah rasa kecewa dan rasa takut kehilangan yang merajai pikirannya.

Namun bedanya, hari ini ia sudah membulatkan tekad untuk menjenguk Bright dirumahnya, dan mungkin memberikan kado ultah untuk sang dosen.

“bahkan aku tak tahu dan ragu apa yang aku mau, lucu ya? Manusia sangat mudah berubah, apalagi tentang rasa…..dan orang itu adalah aku sendiri, kemarin mungkin aku marah, aku kesal padanya namun kenapa hari ini aku menyesal pernah meninggalkannya? Bisa begitu ya?”

Winata masih asik berdialog dengan anggrek yang sudah tak lagi berbunga itu.

“kira-kira kalau aku muncul dihadapanmu hari ini, apa yang akan kamu katakan padaku? Akankah kamu jujur tentang semuanya? Apakah kamu masih akan tetap menyembunyikannya?”

Ia menyentuh daun anggrek bulan itu dengan lembut, daunnya sehat dan jika begini terus maka tak lama lagi bunga ini akan semi kembali.

“kamun pernah bilang kan? Untuk tak mudah menyerah untuk mendapatkan apa yang kita mau, dan sekarang…..biarkan aku yang berusaha memperbaiki semuanya, maukah?”

Matanya menatap keluar jendela, menerawang apa yang akan terjadi nanti.

“sebaiknya kita cari tahu sendiri kan? Baiklah, mari kita cari tahu”

Winata beranjak dan segera mengenakan jaketnya dan menyambar kunci mobil di atas nakas, ia terus melangkah keluar dan masuk kedalam mobilnya.

Mobil itu meninggalkan Graha Estetika dengan cepat menuju sebuah mall, Winata berencana mencari sesuatu untuk kado yang akan ia berikan pada Bright, meski terlambat dan meski sudah berlalu, bukankah masih lebih baik daripada tidak sama sekali?

Langkahnya terhenti di bagian yang menampilkan banyak kemeja-kemeja branded, ia berencana membelikan Bright kemeja itu dengan uang saku yang ia punya, kalaupun masih kurang, Winata berencana menggunakan tabungan hasil ua bekerja sebagai asdos untuk membelinya, ia tahu kalau kemeja itu tak murah, dan ia tak mau membelikan Bright kemeja dengan harga diskon yang harganya jauh lebih murah, karena menurutnya tak etis memberikan kado ke orang terkasih dengan harga yang sedang di obral, meski orang itu tak mengetahuinya sekalipun, namun bagi Winata itu sudah menjadi sebuah aturan yang tak pernah ia langgar.

Tangan dan matanya sudah mulai bekerja memilih dan memilah kemeja mana yang akan ia bawa ke kasir, berkat hari itu ia melihat koleksi yang Bright punya, ia bisa menentukan kemeja mana saja yang Bright suka.

Ditangan Winata sudah ada 6 kemeja, 3 kemeja dengan warna polos dan 3 kemeja lain dengan warna yang kalem namun terlihat elegan, dan sialnya Winata tak mengetahui ukuran kemeja Bright sedangkan disini ada banyak sekali ukuran yang disediakan.

Ia ingin menebak namun takut salah ukuran, tak mungkin ia kembali kesini hanya untuk menukarkan ukuran kemeja bukan?

Ditengah kebingungannya, mata Winata melihat seseorang didepan sana, tak jauh dari ruang ganti, orang itu sedang mencari kaos olah raga disana, sesegera mungkin ia melangkah mungkin saja orang itu bisa membantunya.

“m-maaf boleh minta bantuannya sebentar?” Ujar Winata canggung.

“iya? Ada apa?” orang itu menatap Winata dengan tatapan Bingung.

“ummm…..aku boleh minta bantuanmu sebentar?”

“bantuan? Apa yang bisa aku bantu?” Orang itu menaruh kembali koleksi kaos olah raga yang sudah ia pilih kedalam keranjang belanjaannya.

“ummm….jadi….aku ingin membelikan seseorang kemeja, aku sudah memilihkan beberapa warna yang mungkin aja akan dia suka….”

Winata menentang enam kemeja di tangan kanan kirinya, dan oran itu juga memperhatikan dan ikut mengangguk.

“tapi aku tidak tahu ukuran kemejanya”

“lalu?”

“bisakah kamu membantuku untuk mencoba kemeja ini? Aku lihat proporsi badanmu sama dengannya…jadi bisakah kamu mencoba beberapa kemeja ini untukku?…please…aku minta tolong”

Ucapnya dengan wajah memelas agar orang itu mau membantunya.

“ummmmm….” Lelaki itu nampak sedang berfikir, apakah ia akan membantu orang asing yang memintanya mencoba banyak kemeja sekaligus hanya karena tak tahu ukuran yang akan ia beli?

“baiklah”

Lelaki itu menerima beberapa kemeja dari tangan Winata itu, setelahnya ia masuk kedalam ruang ganti sempit itu sedangkan Winata menunggu diluar dan bersiap-siap jika saja kemeja yang ia pilihkan ukurannya terlaku kecil atau terlalu bersar.

ceklek

“ummm….maaf mau yang mana dulu ya yang di coba?” Ujar lelaki itu yang kepalanya keluar dari pintu.

“umm…bolehkah kalau warna anggur dulu?”

“baiklah”

Setelahnya lelaki itu masuk lagi kedalam.

Satu persatu dari kemeja itu ia kenakan dan ia perlihatkan pada Winata, tak ada ukuran yang kekecilan dan kebesaran, namun untungnya dari hal ini adalah Winata bisa mengira warna yang mana yang akan ia pilih kali ini.

Ia memutuskan untuk membelikan Bright 2 kemeja sekaligus, warna abu-abu dan juga warna burgundy. Menurutnya Bright belum memiliki warna burgundy, jadi….membeli dua kemeja sekaligus bukanlah keputusan yang buruk.

Mereka berdua berjalan menuju kasir, Winata dengan dua kemeja di tangannya dan lelaki tadi dengan sepotong pakaian olah raganya.

“jadi kamu membelikan kemeja untuk pacarmu?” tanyanya pada Winata.

“ummm…..bisa dibilang begitu” Winata tersenyum canggung.

“ahhh….baiklah”

“ummm…sini sekalain punyamu….aku yang bayar, karena kamu udah bantu aku tadi” Winata mencoba mengambil kaos olah raga itu dari tangan lelaki yang membantunya tadi.

“no, no need to. Gapapa aku bisa bayar sendiri….dan aku yakin kalau pacarmu suka dengan pemberianmu…dan aku lihat-lihat kamu masih mahasiswa, apa benar?”

Winata tersenyum dan mengangguk.

“iya….ummm….kamu duluan gapapa”

Jadilah lelaki itu yang duluan untuk membayar ke kasir dan Winata ada dibelakangnya menunggu giliran. Setelah lelaki itu selesai, ia tak berlangsung pergi, ia menunggu Winata di sebelahnya untuk menyelesaikan pembayaran dua kemeja tadi, juga memakan waktu agak lama karena Winata meminta kasir untuk membungkuskan dua kemeja itu menjadi sebuah kado.

“jadi…apakah sudah selesai?”

“s-sudah” Mereka berdua berjalan keluar dari toko baju ini.

“terimakasih ya udah bantuin aku, apa kamu yakin tak mau minta imbalan? Makan siang?”

“ahahhhahahha thanks tapi sepertinya tidak, aku tak punya banyak waktu disini, aku sedang menyelesaikan surat rekomendasi pindah tugasku kemari”

Masih berjalan beriringan menuju luar mall, lebih tepatnya menuju parkiran.

“kamu kerja apa disini? ummm,….maaf kalau pertanyaannya kurang sopan ya” ucap Winata agak berhati-hati, bagi sebagian orang profesi adalah hal sensitif.

“aku polisi…..ya seperinya semarang akan jadi rumah baru untukku”

“benarkah? Woahhh selamat datang di Kota Semarang kalau begitu”

“ahahhahaa terimakasih, dan kamu adalah orang pertama di Semarang yang mengajakku berbincang-bincang seperti ini” Mereka sudah sampai di parkiran, dan sepertinya mereka akan berpisah.

“baiklah..sepertinya sampai disini, sekali lagi aku berterimakasih untuk bantuanmu tadi”

Lelaki itu tersenyum dan mengangguk.

“pacarmu pasti akan suka dengan kado itu dan dia adalah orang yang paling beruntung karena mendapatkanmu”

Winata hanya tersenyum menanggapinya, senyum indahnya memang selalu bisa menyihir orang lain, tak terkecuali lelaki itu, rasanya seperti mendapat sambutan hangat mengingat ini adalah hari pertamanya di Semarang.

“sampai jumpa lagi”

Ucap Winata sebelum masuk kedalam mobil dan berlalu pergi, di dalam mobil ia masih memperthatikan lelaki itu dari kaca spion hingga mobilnya benar-benar menyentuh aspal jalan dan berjalan menjauh darinya.

sedangkan lelaki itu terus tersenyum dan menatap mobil itu yang semakin menjauh darinya hingga menjadi sebuah titik kecil yang tak bisa ditangkap oleh mata.