Luka 2

Seorang perawat berjalan seorang diri menembus gerimis, langkah kakinya membawanya menuju pelataran Rumah Sakit, cukup sepi dan sunyi karena langit sedang bermuram durja dan merajam bumi dengan air matanya, perawat itu adalah New.

Beberapa mobil polisi sudah berjajar di sana, sepertinya Kevin memang tak tinggal diam dengan kematian bayinya, nyatanya sekarang beberapa polisi datang untuk melakukan olah kejadian perkara, New juga melihat beberapa polisi yang sedang berbincang-bincang di lobi, aparat Negara itu pasti sedang menunggu kedatangannya.

Namun yang menarik perhatiannya ketika melewati pelataran Rumah Sakit adalah sebuah mobil yang familiar di ingatannya, ia berhenti melangkah dan berdiri di samping mobil itu untuk memperhatikan detilnya sembari berjalan memutari mobil, hal yang perawat itu sadari adalah keempat ban mobil itu masih tergolong baru, platnya juga terlihat mengkilap dengan akrilik baru yang merefkeksikan cahaya lampu, matanya menyipit dan kedua sudut bibirnya tersenyum karena mungkin saja dugannya benar.

I’ve cleaned enough houses to know how to cover up a scene, you can fool everyone but you can’t fool me

Gumamnya dengan tatapan mata yang nanar, mata penuh kemarahan dan keputus asaan yang tak bisa ia ceritakan kepada siapapun.

Langkah kaki yang mendekat membuat New menyembunyikan dirinya di belakang mobil, ia melirik melihat bayangan seorang lelaki membawa payung yang terlihat di aspal, ia mengenalnya hanya dari siluet hitam yang terus membesar.

“Gue yakin lo pelakunya New! Gue akan buat lo menyesal dan menderita untuk kedua kalinya, lo akan kekal di neraka”

Umpat lelaki yang New kenali suaranya sebagai Kevin sedang membuka pintu mobil dan mengambil beberapa berkas, kemungkinan besar itu adalah berkas milik sang istri untuk melengkapi laporan dan melancarkan penyelidikan.

Sepeninggal Kevin, perawat itu berdiri dan mendongakkan kepala melihat bulan yang disembunyikan awan.

I’ll show you no mercy and i wasn’t letting up until the day you die

New tersenyum menikmati gerimis yang membasahi wajahnya sebanyak air mata yang ia habiskan dalam kesia-siaan sepanjang kehidupan. Perawat itu berjalan meninggalkan pelataran dan langsung menuju lobi, di sana ia langsung dihentikan oleh dua orang polisi, lagi-lagi sesuai dugannya.

“Saudara New? Benar?”

Tanya salah satu diantara mereka.

Sebuah senyum New berikan dan mengangguk, menyembunyikan apa yang sedang ia rasakan saat ini, tak memperlihatkan wajah tegang dan ketakutan, ini adalah kesempatan terakhir yang ia punya, tak akan ia sia-siakan dengan berakhir dibalik perigi tua.

“Bisa ikut kami sebentar? Kami butuh keterangan anda untuk menangani kasus yang terjadi kemarin”

New masih berdiri dan bungkam, ia melirik kedua polisi itu bergantian.

“Seluruh perawat yang terlibat sudah kami mintai keterangan, hanya tinggal anda saja yang belum memberikan keterangan untuk proses penyelidikan”

Dari kejauhan terlihat Metawin berjalan menuju arahnya, ia masih belum berniat mengucapkan sepatah katapun karena tentu saja ia tak menyetujuinya.

“Malam pak, rekaman CCTV sudah didapatkan, bisa kita cek sekarang” Ucap Metawin ngos-ngosan, nampaknya rekan kerja New itu berlarian untuk bisa menuju lantai dasar.

“Saya ikut”

Mereka semua berkumpul, empat polisi, tiga perawat, seorang Dokter dan seorang pelapor sedang melihat dan menyaksikan remakan CCTV di kamar Citra. Bola mata mereka melotot melihat tiap gerak-gerik di tiap detiknya, berbeda dengan New yang tak melihat video itu dan malah melihat ke arah Tawan dan Kevin secara bergantian, seolah perawat itu yakin kalau ia tak meninggalkan jejak dan kecurigaan sedikitpun.

“Tidak terlihat mencurigakan”

Gumam seorang polisi, dalam diam semua orang di dalam ruangan juga setuju. Mereka hanya melihat Metawin yang membentangkan selimut, Kit yang memasang infus dan New yang hanya diam berdiri di dekat jendela selama bermenit-menit lamanya. Bahkan di video itu New tak menyentuh Citra sama sekali, sangat berbanding terbalik dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Metawin dan Kit juga kebingungan namun keduanya hanya bisa diam.

“Kalian hanya buang-buang waktu dengan mencurigaiku”

Suara New memecah suasana, ia berbalik dan keluar meninggalkan ruangan dengan suara langkah tanpa keraguan, ia juga masih sempat melirik ke belakang melihat ekspresi Kevin yang mengeraskan rahang menahan amarah yang amat sangat kepadanya.

Saat New sedang berjalan melewati lorong, ia mendengar suara seseorang yang berlari ke arahnya dengan langkah yang sangat cepat.

BRAKKKK

Sesuai dugaannya, Kevin langsung mengejar dan melampiaskan ketidakterimaannya yang dipatahkan dengan satu-satunya bukti yang lelaki itu punya. Istri Citra itu memojokkan New di dinding dan meremas kerah seragam perawat yang New kenakan.

“Sebuah ucapan selamat malam yang manis sekali….Kevin”

New tersenyum dan tertawa kecil, tangan kirinya menggenggam erat-erat kedua tangan Kevin yang mencekiknya.

“Sepertinya kamu terlihat sangat senang melihatku lagi di sini hahaha” New melengkungkan sebuah senyum yang sangat jauh dari kesan ramah, padahal tak ada hal lucu di sini namun New tekekeh kecil, kedua mata Kevin melotot melihat New yang bahkan tak merasa sesak napas.

“Aku juga senang bisa bertemu kembali denganmu…tak perlu memberiku sambutan meriah seperti ini”

New meremas kedua tangan Kevin erat-erat seperti mau mematahkannya.

“Tidakkah kamu tahu kalau di sana…” sebuah lirikan New berikan di sudut lorong, ada CCTV yang merekam gerak-gerik mereka “Hati-hati dengan perbuatanmu, keadaan bisa saja berbalik dalam hitungan detik”

Sebuah tawa kecil keluar dari mulut New “Aku bisa saja memenjarakanmu dengan video CCTV yang ada di ujung lorong sana Kevin hahaha…dan pastinya bukan mengada-ngada sepertimu” lanjutnya berbisik membuat Kevin meledak.

“Bajingannnn”

Tangannya mengayun keras sekali namun New berhasil menepisnya hingga jemari Kevin menghantam tembok dan darahnya menetes mengotori seragam putih yang New kenakan di bagian pundak.

New menepis tangan Kevin di lehernya dan menendang perut suami Citra itu keras-keras hingga tersungkur di lantai, tatapannya tajam, tatapannya kejam.

“Aku hampir lupa kalau seorang pengecut dan penjilat sepertimu tak berani melakukannya di depan kamera kan?” ia melihat sisa darah Kevin yang menodai pundaknya, menambah pekerjaan saja, begitu pikir New.

“Lucu sekali dunia ini, seorang pelanggar hukum berat sepertimu menuntut sebuah keadilan? Hahahaha”

Ia tertawa dan tersenyum bengis “You think i did it right?” New berbalik berjalan beberapa langkah meninggalkan Kevin yang masih terperangah di lantai.

Then….” ia menoleh ke belakang melihat Kevin tanpa belas kasihan, tanpa rasa iba yang tersisa “Prove it” Tuntasnya melangkah tanpa peduli meninggalkan Kevin yang dadanya memburu menahan emosi yang meledak-ledak di kepalanya.

Di perpotongan lorong New bertabrakan dengan seorang berjas putih, lelaki itu langsung menangkap perawat itu agar tak jatuh terhuyung ke belakang.

“M-maaf New…saya tadi buru-buru”

Iya, Dokter yang menabrak New adalah Tawan. Beruntung New tak jatuh ke belakang, hanya tas yang dibawa New sudah berada di lantai mencecerkan isinya.

Dari beberapa barang yang New bawa, ada sesuatu yang mengalihkan mata Tawan dari memandangi wajah manis mantan kekasihnya menuju sebuah jubah hitam yang tergeletak di lantai.

“Ehem…bisa tolong lepaskan? Saya ada pekerjaan yang harus saya selesaikan dengan Dokter Beni”

“Eehhh iya maaf”

Tawan buru-buru melepaskan New dan membiarkan orang yang ia tabrak secara tak sengaja itu memunguti barang-barangnya yang tercecer di lantai.

“Permisi”

Pamit New tanpa menoleh lagi ke belakang, seolah Tawan adalah masa lalunya yang tak perlu lagi ia tengok, ia sudah meninggalkan hatinya yang hancur menjadi debu di lantai Rumah Sakit sejak Tawan menyerah untuk bertahan bersamanya.


“Rasanya kasus kemarin memang agak aneh gak sih?” Kit kejadian kemarin ketika sedang berjaga di lobi dengan New dan Metawin, keadaan rumah sakit sudah sepi seiring derit waktu yang mengubahnya menjadi tengah malam.

Mungkin bagi sebagian orang suasana seperti ini memang mencekam dan mengerikan, di mana tak seorangpun terlihat berjalan di lorong yang sepi dan temaram.

“Iya sih, jelas-jelas kita semua ngelakuin pekerjaan sesuai prosedur, kita juga ada di ruang operasi bantuin bu Citra melahirkan. Kok bisa-bisanya pak Kevin mencurigai kita ckck”

Metawin memaparkan ketidaksetujuannya dengan geleng-geleng kepala.

“Menurut lo gimana New?”

Kit melemparka sebuah pertanyaan, sejak kembali bekerja di sini New terlihat lebih banyak diam, berbeda dengan New yang mereka kenal, New yang biasanya periang kini lebih banyak berdiam diri.

New yang sedang membaca requirement menoleh ke arah Kit dan Metawin yang memperhatikannya dengan seksama.

“Menurut gue….” New menggantung ucapannya, semakin membuat kedua rekannya penasaran “Menurut gue salah satu diantara kalian harus ada yang beli camilan haha” ia tertawa canggung sembari mengeluarkan selembar uang seratus ribu dan ia genggamkan di tangan Metawin.

“Tsk! Lagi serius juga, malah di suruh beli camilan”

Jasmine tea ya

“He?” Sekarang Metawin yang heran.

“Kenapa?” New menggigit bibir bawahnya.

“Selama ini lo paling gak suka teh melati deh, lo dulu selalu pesen es susu coklat”

New terdiam, tak mau menjawab.

“Udahhh sana beli ah, udah dibayarin sama New juga kan hehe makasih New” secara tak langsung Kit menyelamatkan New dari kecurigaan yang Metawin utarakan.

“Iya-iyaaaa, tunggu bentar gue ke kantin dulu”

Metawin berlalu, berjalan di lorong sepi seorang diri, temaramnya lampu membuatnya merinding. Hanya ada gema suara langkahnya saja, hawa dingin itu langsung menyambutnya, keraguan mulai hinggap di pundaknya, rasanya ingin saja ia berbalik dan berlari menuju pos jaga di mana Kit dan New berada.

“Hufffff gak akan ada apa-apa Metawin, lo kerja di sini udah tahunan masa lo jalan di lorong aja takut sih”

Ia sedang memberikan sugesti positif di otaknya, membuat keyakinannya semakin bulat melangkahkan kakinya menuju ujung lorong.

Namun ketika ia sudah berada di tengah, keyakinan itu memudar, tengkuknya terasa dingin seperti ada yang meniup, ada angin yang berhembus di sekitar lehernya. Jantungnya berdegup kencang, siapa yang ada di belakangnya? Ia tak mendengar suara langkah siapapun, lalu bagaimana ada seseorang yang berdiri di belakang dan meniup-niup lehernya?

Kaki Metawin semakin lemas ketika ia melihat ke lantai dan tak ada bayangan siapapun di sana, yang berarti tak ada manusia yang sedang iseng meniup-niup tengkuk dan lehernya, ia ingin bergerak namun tak bisa.

Di tempat lain Kit sedang terperanjat dalam duduknya, matanya melotot melihat layar monitor CCTV, semua kantuk yang tadi merayunya kini hilang ditelan bumi. Ia sangsi dengan apa yang ia saksikan, kedua matanya melihat Metawin yang berdiri terdiam di lorong sendirian, padahal sesaat setelah Metawin pamit untuk pergi ke kantin, New menyusulnya.

Namun apa ini? indera penglihatannya hanya menangkap sosok Metawin di lorong, dengan cepat ia berdiri dari duduknya dan menoleh ke arah lorong.

“Booo”

“WAAAAAAAAA”

Metawin menjerit keras-keras saat ia berbalik mendapati sosok New sudah berdiri di belakang dan mengagetkannya, ia sampai terjatuh dilantai karena ulah New. Sejak kapan rekannya itu berada di belakangnya, mengapa tak ada suara langkah kaki? Mengapa tak ada bayangan sama sekali?

“Hahahaha kaget ya? maaf, biar gak sepi-sepi banget”

Dengan cepat Metawin kembali melihat ubin di lantai, sungguh tak masuk akal, ia ingin percaya dengan apa yang ia lihat dan ia saksikan namun fakta kalau bayangan New ada di sana membantahnya telak.

“Kenapa woiiii”

Sekarang Kit yang terkejut, ia melihat New dan Metawin ada di lorong padahal tadi hanya Metawin yang ia dapati ada di sana. Kit mengucek matanya beberapa kali memastikan kantuknya benar-benar pergi, lalu ia lihat lagi layar monitor CCTV, dua rekannya terpampang jelas di sana, ini membingungkan.

“E-engga kenapa-kenapa, ini New ngagetin gue”

Sorry

New mengulurkan tangan untuk diraih Metawin dan membantunya berdiri.

“Gue sama Metawin ke kantin dulu ya Kit”

Kit hanya bisa mematung, mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi, apakah tadi ia hanya ilusi yang muncul ketika kantuknya tiba? Sangat sulit dipercaya.


“Lo duluan deh, gue kayaknya ada urusan di lantai dasar sebentar” New berhenti melangkah begitu matanya melihat Kevin mendorong istrinya dengan kursi roda menuju mobil.

“Urusan sama Dokter Beni ya?” New hanya mengangguk, mengiyakan tebakan yang Metawin lontarkan.

“Titip salah buat Dokter Bright dong New, boleh ya?”

“Lo suka sama Dokter Bright?”

“Ummmmm”

Metawin hanya diam dan senyum-senyum menanggapi pertayaan temannya, kedua tangannya meremas-remas biskuit dalam kantong plastik yang mereka berdua beli.

“Iya nanti gue salamin ke Dokter Bright, lo ke atas buruan gih..kasihan Kit sendirian di sana”

New melirik ke arah mobil Kevin yang mulai bergerak meninggalkan pelataran rumah sakit.

“Oke, jangan lama-lama ya New”

“Enggak lama, cuma mau bahas operasi persalinan pasien beberapa hari kedepan”

New menjelaskan agar tak muncul sebuah kecurigaan.

Metawin memberikan jempolnya dan berlalu pergi, New yang harusnya menuju ruang di mana para Dokter berada, kini ia berbalik arah berjalan keluar Rumah Sakit seorang diri.


Kevin mengendarai mobil dengan laju yang pelan, ia tahu istrinya masih kesakitan kerap kali ia melewati polisi tidur, duka masih tersirat jelas di wajah keduanya. Kehilangan bayi yang sudah mereka nanti-nanti kelahirannya, kehilangan yang membuat Citra lebih banyak diam, kehilangan yang merenggut semua senyum dan tawa pasangan suami istri itu.

Rintik gerimis masih menangisi kota ini, kaca mobilnya mengembun mengaburkan pandangannya.

“Mas nanti sampai rumah aku mau cerita”

Lirih Citra memijit kepalanya yang terasa sakit, ia tak tahu mengapa proses pemulihannya bisa selambat ini, ia masih merasakan lemas luar biasa, rasa sakitnya masih sama seperti pasca operasi.

“Cerita apa sayang? Jangan buang-buang tenaga kamu, lebih baik langsung istirahat aja sampai rumah, masih ada besok buat cerita” Kevin menyebrangkan tangan kirinya dan membelai rambut sang istri, ia berjanji akan membalaskan dendamnya kepada siapapun orang yang ada di balik duka yang menyambangi Citra.

Sebuah anggukan Citra berikan, matanya nanar menahan tangis, ia masih belum bisa menerima kehilangan terhebat yang ia alami, kenyataan bahwa sang buah hati masih terasa begitu hidup di perutnya dan terlahir tanpa nyawa sungguh tak masuk akal.

Apa ini ada hubungannya dengan mimpinya waktu itu? Dirinya sendiri saja ragu apakah itu sebuah mimpi karena memang terasa sangat nyata, mimpi yang berkaitan dengan seorang perawat bernama New, burung hantu dengan sepasang bola mata merah dan janin yang dilemparkan masih menjadi tanda tanya besar untuknya.

BUKKKKKK

CIIIIITTTTTT

“Astaga massss, kamu nabrak apa tadi? Kayak burung ya?”

Mobil mereka mengerem mendadak di pinggir jalan dengan pepohonan besar hingga terdengar bunyi ban yang menggesek aspal.

“Burung sialan!”

Kevin menyadarinya, saat seekor burung dengan kepakan sayap lebar itu terbang menghujam mobilnya, bukan dirinya yang menabarak burung itu, yang terjadi malah sebaliknya. Apa karena gerimis yang mulai berubah menjadi hujan ini membuat burung itu tak bisa terbang dengan benar?

“Bentar sayang, mas buang bangkai burung itu dulu”

Ia turun dari mobil, air hujan yang deras langsung membasahinya, secepat mungkin ia mencari-cari dimana burung yang menabrak mobilnya.

Beberapa menit mencari di sekitar mobil hingga

di kolong-kolong ban juga tak dapat ia temui hewan nokturnal itu.

GREBBB

Kevin terkejut dengan suara pintu mobil yang ditutup, ia melihat seseorang sudah duduk di kursi kemudi mobilnya.

“Udah mas?”

Citra yang masih memejamkan matanya.

Tok! Tok! Tok!

“Citraaaa, sayang bangun sayang….itu siapa yang ada di dalam? Cepat keluar dari mobil dekkkk!!!”

Kevin menjerit dari luar seraya mencoba membuka pintu mobil yang bedekatan dengan tempat duduk Citra, namun semuanya terkunci dari dalam.

“Deekkkk!! Keluar dari mobil sayang!”

Kedua matanya melotot hingga hampir terlepas ketika melihat perawakan seseorang yang duduk di kursi kemudi mobilnya.

Seluruhnya tertutup jubah hitam, menggunakan masker wajah hitam dan kacamata hitam, tak bisa ia kenali siapa orang itu.

Detik selanjutnya amarahnya serasa diledakkan ketika melihat jubah yang agak tersingkap dan melihat noda darah di pakaian perawat yang putih bersih, ia tahu siapa oran itu.

CIIIITTTT

Ban mobil itu menggesek aspal hingga berdecit dan mengeluarkan asap, Kevin berteriak histeris di pinggir jalan mencoba membuka pintu mobilnya. Pegangannya terlepas begitu saja saat mobil miliknya melaju kencang.

“CITRAAAAAA”

Teriak Kevin kalut sembari berlari mengejar mobil yang melaju sangat cepat.

“Mas jangan kencang-kencang, perutku masih sakit, jahitannya belum kering”

Citra membuka matanya, tak ia dapati sang suami yang sedang mengandarai mobil, namun orang lain yang menyembunyikan wajah dibalik masker hitam dan kacamata membuatnya ketakutan.

“Siapa kamu…siapaaa”

Citra berontak dengan menarik tubuh sosok itu kuat-kuat, tangannya berhasil meraih masker hitam itu dan melihat wajah orang yang bersembunyi dibaliknya.

Tubuhnya terpaku, lututnya lemas, tepat saat ia akan mengucapkan namanya.

“Sampai jumpa dengan bayimu….Citra”

CIIIITTTTT

DUAAAARRRRRR

Mobil itu diarahkan ke SPBU dan menabrak tangki pengisian bahan bakar keras-keras hingga meledak dan kobaran api menyambar-nyambar langit yang sedang bermuram durja, guntur dan petir seolah bersahutan dan bersaksi atas kematian Citra.

Kevin terlihat berteriak kalut, menangis di pinggir SPBU melihat istrinya terbakar hidup-hidup di dalam mobil, bisa ia dengar teriakan kesakitan sang istri tepat sebelum tangki bahan bakar di mobil meledak hingga membuatnya hancur lebur.

“AAAAAAAAAAAA”

Kevin menangis frustrasi, semudah itu ia kehilangan orang-oran yang ia sayangi.

“PANGGIL PEMADAM KEBAKARAN BANGSATTTTT!!! TOLONGIN ISTRI GUEEEE!!”

Kevin terduduk lemas di aspal melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana sang istri meninggal dengan cara yang amat sangat mengenaskan.

Di ujung jalan ada seseorang yang berdiri sambil tersenyum puas, ia menginjak-injak jubah hitamnya yang dilahap api.

Whatever i do from now on is all your fault

Lirihnya tertawa kecil berjalan menjauh dari SPBU yang perlahan menjadi pusat keramaian mobil pemadam dan warga yang penasaran.

“Sekarang aku yang jadi penjahatnya”