Luka 4

Menelisik beberapa masa ke belakang.

“Badanku agak gak enak mas, seharian gak nafsu makan” Keluh New begitu mereka sampai di pelataran kosan, sudah menjadi kebiasaan Tawan mengantarnya pulang meski jarak antara Rumah Sakit dan kosan cukup dekat, bisa dijangkau dengan berjalan kaki.

“Tadi udah makan?”

“Mmhhhhh udah tapi dikit”

New menggeliat, mencoba lepas dari kantuk yang menjeratnya saat punggung tangan Tawan menyentuh bagian dahi untuk memeriksa suhu badannya.

“Enggak demam, kamu kurang istirahat aja ini”

“Iya mungkin”

Jawab New sekenanya sambil memijit bagian kepala yang terasa pusing, ia membiarkan Tawan melingkarkan lengan di pinggangnya saat mereka berjalan menuju kamar, sang Dokter memberikan sebuah kecupan di pucak kepalanya, sedikit membuat New tenang karena memiliki Tawan yang selalu ada di sisinya.

“Mas Tay mau langsung pulang?”

New berhenti mematung saling berhadap-hadapan dengan sebuah senyum manis yang melengkug di kedua sisi bibirnya.

“Mas temenin kamu bentar di dalam”

Surai hitam si perawat dikacaukan oleh sang Dokter, lengkap dengan sebuah peluk hangat yang Tawan berikan dan membiarkan New melepaskan seluruh lelah yang dirasa.

“Ayo masuk biar kamu bisa lekas istirahat” ajaknya dengan nada suara yang lembut, tanpa berpikir dua kali, Tawan membawa New dalam gendongannya dan membaringkannya di atas ranjang.

“Nanti mas kemalaman pulangnya kalau nemenin aku di sini”

New terbaring di atas ranjang, sedangkan Tawan duduk bersandar di kepala ranjang tepat di sebelahnya.

“Enggak….sini”

Dokter itu menepuk-nepuk pahanya dan membiarkan New terbaring di sana, ia membelai rambut New beberapa kali sembari tersenyum melihat sang kekasih yang dengan mata sayu yang menandakan kantuk mulai menghampiri.

“Malam ini istirahat yang cukup, besok shift malam lagi kan?”

New hanya mengangguk sebagai jawaban, ada hal yang sedang merajai pikirannya saat ini dan ia ingin memastikannya esok hari.

“Mas….” panggil New lirih agak mendongak untuk menatap Tawan yang membelainya lembut.

“Iya sayang…kenapa hmm?”

Yang lebih tua berhenti dari aktivtasnya membelai rambut untuk mencubit pelan hidung yang lebih muda hingga sebuah tawa kecil mewarnai kamar mungil ini. Senyum seindah bulan sabit terlihat jelas di wajah manis New.

“Mas gak akan ninggalin aku kan?”

Alis Tawan mengernyit, mengapa tiba-tiba New melontarkan pertanyaan seperti itu?

“Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?” tanyanya heran sembari kembali membelai New dalam buaiannya.

“Enggak” sebuah gelengan New berikan dan sebuah senyum yang sulit Tawan artikan “Aku cuma punya mas Tay di sini, duniaku yang sekarang cuma mas Tay, aku gak bisa bayangin jika suatu hari nanti mas ninggalin aku…ninggalin duniaku yang sudah sepi ini”

“Ssssshhh kok gitu ngomongnya? Jangan pernah berpikiran seperti itu, karena hari itu tak akan pernah tiba sayang” Tawan menunduk dan mengecup kening New untuk beberapa detik lamanya, menyalurkan seluruh rasa cinta dan afeksinya terhadap makhluk manis yang berhasil mencuri hatinya, memberikan sebuah rasa aman dari semua gundah yang New rasa.

Keduanya terpejam, menikmati keintiman yang selalu terasa menghangat di hati, kedua tangan New bergerak merambat secara perlahan di wajah Tawan. Meniti dan menikmati setiap relief rahang yang tegas dan terus bergerak menuju tengkuk untuk ia tekan dan menautkan bibir mereka.

Tautan yang membuat New menjadi manusia paling bahagia, tautan yang mengingatkannya terhadap cinta dan janji yang mereka miliki untuk menghadapi dunia bersama-sama. Semua rasa takut dan gundah itu hilang entah kemana perginya, ia tak takut lagi, Tawan selalu membuatnya merasa aman, Tawan membuatnya memiliki rumah untuk berpulang.

“Udah gak khawatir lagi kan?”

Ujar Tawan setelah tautan mereka terlerai, ia mengenali rona merah muda yang mulai mematangkan warna di kedua pipi kekasihnya.

Sebuah anggukan malu-malu ia terima, rasa cinta yang mereka punya masih sama, tak pernah berubah sedikitpun sejak hari pertama mereka berjumpa, semkain membuncah sejak ia menyatakan cintanya.

“Mas boleh minta sesuatu gak? satuuuu aja”

Pinta New dengan kerlingan matanya yang membuat Tawan luluh dan melebur, memangnya sejak kapan seorang Tay Tawan bisa menolak permintaan sang kekasih?

“Boleh, mau apa? Dipijit kepalanya?”

Dokter itu langsung mempraktekkannya dengan memijit-mijit bagian kepala kekasihnya.

“Bukan hahaha…bukan masss” New tertawa, ia kegelian tiap kali jari-jemari Tawan menyentuh area lehernya yang sensitif.

“Hahahaha mau dipijit kakinya iya? Sini mas pijit” Suara tawa mereka menggema ke seluruh ruangan mungil yang bersaksi betapa bahagianya sepasang kekasih yang sedang memadu indahnya cinta. Alih-alih meraih kaki New, kedua tangan Tawan malah menggelitiki perut si manis hingga tertawa bersama-sama.

“Hahahaha masss….udah ahahahaha geli tau” New terengah-engah, mengatur napasnya sembari merasakan senyumnya semakin melebar.

“Aku cuma pengen dinyanyiin mas aja, sebagai pengantar tidur, boleh ya?”

“Masmu ini gak pandai nyanyi dek”

“Gapapaaaa, pengen dinyanyiin lagunya terserah apa aja deh tapi sambil dielus-elus gini kepalanya. Boleh kan?”

Tawan terkekeh mendengar permintaan New kali ini “Boleh sayang..sini cari posisi yang enak” ia mulai membelai surai hitam kekasihnya dan mulai bersenandung.

“Matahari terbenam hari mulai malam…”

Suara lirih sang Dokter membuat New mulai terlena dengan kantuk yang mulai menyambanginya, ingin saja ia bertanya mengapa Tawan menyanyikan lagu anak-anak untuk dirinya. Semasa ia kecil dulu, ia pernah menyanyikan lagu yang menceritakan si burung nokturnal yang dikenal dengan kemampuan membalikkan kepala 180 derajat itu.

“Terdengar burung hantu suaranya merduu…”

Tawan tersenyum melihat New yang mulai mengolet dan memejamkan mata, ia masih membelai dan membawa New dalam buai.

“Ku ku….ku ku….ku ku kuku ku ku…”

Jemarinya menyentuh wajah insan yang amat ia cinta, mengamati setiap detil yang membuat hatinya berdebar-debar ketika melihatnya, detil yang membuat buncah rasa itu selalu meluap-luap dan membuatnya menjadi manusia paling beruntung karena berhasil memiliki hati seorang insan yang sudah lama ia cinta.

“Ku ku….ku ku….ku ku kuku ku ku…”

Bait terakhir berhasil ia nyanyikan bersamaan dengan New yang sudah terlelap, napasnya berhembus teratur, si manis sudah lena dalam tidurnya.

“Jangan pernah khawatir ya? mas gak akan ninggalin kamu sayang” bisiknya pelan sembari menggeser duduknya dan mengganjalkan bantal di kepala si manis yang tadi bersandar di pahanya.

I love you, i really do

Tandasnya dengan sebuah kecup singkat yang manis di pipi New sebelum menutup kembali pintu kamar yang memupus pandangannya akan sang kekasih.


New hamil pagi-pagi, ngecek. Dia juga mastiin ke rumah sakit tanpa sepengetahuan Tawan. Diajak ke pesta ulang tahun kedua orang tua mild, tay ngajak New tapi New insecure karena cuma perawat. Akhirnya New mau, dikenalin ke kedua orang tua mild, mereka gak suka sama New. Kevin buntutin New dan nyulik New di bawa ke hotel untuk dicekokin bir.


New terdiam selama beberapa saat, menatap bukti-bukti yang tak bisa ia bantah lagi, bahwa semua tanda-tanda itu memang mengarah ke sana. Bahwa ia tengah hamil, ada calon ruh yang akan ditiupkan di dalam perutnya.

Pikirannya kalut, badannya gemetar, bagaimana cara memberitahu kepada Tawan? Bagaimana kalau kekasihnya tak setuju untuk memiliki momongan? Ah kejauhan, New sedang berpikir apakah hubungan keduanya akan direstui? Mengingat ia hanyalah seorang perawat yang beruntung bekerja di Rumah Sakit.

Tanpa sadar ia menangis, sendirian. Mengabaikan pesan-pesan singkat yang dikirimkan Tawan, ia tahu kalau Tawan akan menerimanya, tapi dengan tersanjung restu dari keluarga? Ragu mulai merajai pikirannya.

Ia menghapus air matanya, memakai jaket, masker dan pergi ke rumah sakit pagi-pagi buta, bukan untuk bekerja namun untuk memastikan kandungannya.

New berkeringat dingin, di sini banyak orang-orang penting, lebih gugup saat melihat ke dua orang tua sang kekasih dengan berbincang dengan kedua founder RS, mereka nampak akrab selayaknya sahabat lama.

Ia juga melihat sosok cantik yang melihatnya tajam, penuh tatapan ketidaksukaan, ia tahu kehadirannya di sini diluar prediksi, ia tahu kalau kehadirannya tak diinginkan.

Ia ketakutan, tangannya gemetar, namun Tawan menggenggam tangannya dan berbisik “Jangan takut ya, mas ada di sini” cukup sebuah kata pender sederhana yang membuat New yakin kalau ia tak sendiri.

Hanya sebuah acara ulang tahun memang, namun dirayakan di sebuah hall hotel ternama, New tak terkejut karena mereka semua orang beruang. Ia hanya bisa menebar senyum canggung yang mulai menyakiti kedua pipinya yang terasa pegal.

“Malam Ma... Pa” Tawan menyapa kedua orang tuanya, mereka hanya tersenyum dan melihat heran ke arah New yang ada dalam gandengan Tawan.

“M-malam Om Tante” New memberi salam sopan, juga senyumnya yang masih melengkung seindah purnama.

“Udah datang kamu Tay”

“Iya Om, Mild mana Om?”

“Itu Mild” Papa dari Mild itu menatap tak suka ke arah New, sebanyak rasa ia ingin memecat dan menyingkirkan noda kecil di rencana besarnya.

New hanya bisa menunduk ketika mendapat tatapan itu, tatapan penuh meremehkan, tatapan merendahkan, tatapan yang membuatnya merasa tak seharusnya ia berada di sini.

“Eh Tay, udah dari tadi ya?” Mild datang, ia tersenyum namun langsung pudar ketika melihat siapa sosok yang Tawan bawa dalam genggaman tangannya, tatapannya sinis dan tak suka.

“Enggak, baru aja datang kok ini sama New” Tawan memperkenalkan New dengan rasa bangga.

“Eh ummmm... Se-selamat ulang tahun ya Mild” New bermaksud untuk berjabat tangan namun beberapa detik lamanya tangannya hanya menggantung bebas, Mild tak bermaksud sama sekali untuk membalasnya.

“Pa kayaknya kemarin ada yang salah ngasih undangan ya? Kan yang diundang cuma Dokter, bukan PE.... RA... WAT” jelas Mild menyindir, New semakin berkecil hati, ia tahu siapa dirinya tanpa harus dijelaskan seperti itu.

“New datang sama gue kok Mild, gue yang mau dia nemenin gue di sini”

“Ohhh okay, sebenernya di sini kurang tenaga waiter juga sih” Mild menyindir, tentu itu untuk New.

“Oh iya Tay, Papa sama Mama ada yang mau disampaikan sama kamu. Mumpung semuanya udah berkumpul di sini kan.... Sekalian aja”

“Tay juga ada yang mau disampaikan, kebetulan sekali”

Jantung New mau meledak rasanya, ia sudah bisa membayangkan kekacauan apa yang akan terjadi, mungkin aja muka-muka terkejut, tatapan menghina? Ahhh ia ketakutan setengah mati.

“Jadi gini Pa Ma.... Tay sama New sebenarnya udah pacaran”

Diam dan sunyi, tatapan terkejut jelas terpatri, New menggigit bibir bawahnya sendiri hingga ia bisa merasakan rasa darah di lidahnya, ini yang ia takutkan, adalah sebuah penolakan.

“Dan Tay berencana menikah dekat-dekat ini”

Jika tadi jantungnya berdegup dengan kencang, detik ini juga rasa-rasanya jantungnya judah melompat ke lantai karena saking terkejutnya.

Semua mulut ternganga mendengar perkataan Tawan, New juga terkejut setengah mati hingga kedua lututnya lemas. Ia tahu kalau ini adalah sebuah akhir baginya, ia tahu kalau cepat atau lambat Tawan akan meninggalkannya, tapi tidakkah harusnya Tawan berbaik hati memberikan waktu untuk menikmati sisa waktu yang ia punya?

Tak perlu membakar tungku api untuknya seperti ini.

“Ehem..... Maaf saya permisi dulu” kedua orang tua Mild langsung hengkang begitu saja begitu mendengar ucapan Tawan.

Begitu juga dengan Mild yang langsung berlalu pergi tanpa meninggalkan sepatah kata apapun.

“Tay.... Kita perlu bicara dulu sayang” ajak sang mama menatap New tajam. New hanya bisa menunduk, ia bagaikan sebuah noda di baju yang putih bersih.

“Tay udah yakin Ma, keputusan Tay udah bulat”

“Enggak, selera kamu gak mungkin kayak gini... Ayo kita bicara dulu” sang Papa menariknya menjauh dari New.

Detik itu juga New merasakan bagaimana langit runtuh di atas kepalanya, rasa kosong luar bisa yang melubanhi hatinya, sebuah penolakan tak langsung yang menyakitinya, juga sebuah janin yang ada di perutnya.

New mengatur napasnya yang sesak diantara buffet yang berisi penuh dengan Merlot, cairan fermentasi itu sengaja disuguhkan di sini.

Di tengah keramaian, seorang New hanya bisa diam. Di tengah bisikan-bisikan yang membicarakannya, New hanya bisa menunduk menahan tangis.

“Mau wine?” seseorang menawarkan segelas wine untuknya, ia tak asing dengan lelaki ini, ia sering melihatnya di rumah sakit bersama kedua orang tua Mild.

“Makasih, tapi enggak”

“Sedikit saja”

Orang itu memaksa, seakan tahu kalau New tengah menghindari minuman ini.

“Enggak makasih” tolak New halus sembari mendorong segelas merlot yang ditawarkan.

“Btw nama gue Kevin”

New terdiam sebentar...

“I-iya, aku.... Aku New”

“Lo perawat di Rumah Sakit kan?” bidik Kevin dengan memberikan penekanan di kata perawat.

New mengangguk, ia merasa tak seharusnya ada di sini jika hanya untuk direndahkan.

“Permisi, toilet di mana ya?”

“Oh mau ke toilet, ayo gue antar” Kevin menaruh segelas wine dan memasukkan sebuah kain di sakunya.

“Ayo katanya mau ke toilet, ikutin gue aja di sini luas banget nanti lo ilang”

“I-iya” New hanya bisa mengekor dan melirik ke arah di mana Tawan sedang berbicara dengan kedua orang tuanya, di sana ia melihat sang kekasih yang sedang meremas rambutnya kalut, ia sudah tahu jawabannya tanpa harus berharap lebih.

New terus mengekor, namun kemana arah lelaki yang bernama Kevin membawanya? Mereka malah berada di lorong hotel dan menjauh dari keramaian.

“Masih jauh ya?”

“Enggak kok, di ujung.lorong sana toiletnya”

Mereka sampai, New celingukan untuk memastikan, ini bukan toilet, ini sebuah kamar hotel.

“Maaf tapi kayaknya bukan di sini” New baru saja akan berbalik namun Kevin mengunci pintu dari dalam.

“Apa bedanya? Lo bisa pake toilet di kamar ini”

“E-enggak, aku rasa kurang sopan, aku pakai toilet umum aja” New berjalan lurus menuju pintu namun tangan Kevin lebih dulu meraihnya dan melemparnya hingga terpelanting di atas ranjang.

Kepalanya pusing terasa berputar, pandangannya mengabur.

“Bikin kerjaan aja lo sama anak haram yang ada di perut lo ini”

New baru saja akan menjerit minta tolong, namun Kevin membekapnya dengan sebuah kain yang membuatnya perlahan melemas dan tak sadarkan diri.

“Udah sadar lo? Hahaha orang udik gak tau diri”

New terbangun dengan keadaan tubuhnya terikat di lantai, ia tak bisa bergerak sama sekali, mulutnya disumpal oleh kain yang membuat jeritannya tak terdengar, ia hanya bisa berdoa dalam hati berharap ada sedikit belas kasih untuknya.

“Lancang lo ya datang ke acara gue... ckck udah gitu apa tadi? Lo mau nikah sama Tay? Hahahahaha”

Mild dan Kevin tertawa lebar, menikmati detik demi detik menghancurkan mental New dari dalam.

“Gak akan gue biarin bangsat!”

“HMMMMMHHHHHHHHHH”

New menjerit tertahan, matanya melotot, tubuhnya mengejang kesakitan saat Mild menginjak-injak bagian perut bawahnya, tepat di mana sang janin berada.

'Mas Tayyy, sakittttt' jerit New dalam batinnya, ia menangis seiring rasa sakit yang menyerapnya tanpa henti.

“Gue tahu lo hamil anak Tay kan? Mampus nih rasain bangsat” Mild tak berhenti, ia tambah brutal.

“Sini gue bantuin, biar mampus sekalian bayinya”

New tambah menjerit saat Kevin ikut campur, menginjak – injak perutnya, mencoba menggugurkan kandungannya secara paksa.

'Maasss...... Sakiitttt' jeritan batin itu adalah bentuk keputusasaan seorang New yang sudah pasrah dengan hidupnya.

Kedua iblis berwujud manusia itu tertawa ketika melihat New mengejang kesakitan, air mata kekasih Tawan itu menjadi satu-satunya saksi atas sakitnya penyiksaan yang sedang ia hadapi.

“Boleh juga kandungan lo ya haha” Mild tertawa bengis, ia menendang perut New kuat – kuat sampai rasa remuk redam menyergap New tanpa belas kasih.

DUGGGGGG!!!

Sebuah tandangan sangat keras membuat New tak tahan lagi, ia menggigit kain hingga melukai bibirnya sendiri dan berdarah, rasa sakit yang amat sangat membuat dirinya mengejang kesakitan, ia ingin memohon belas kasih kedua orang ini namun ia tak bisa, ia tak mampu.

“Gak ada pendarahan” Kevin memeriksa tubuh New dan memang benar, tak ada pendarahan, padahal keduanya yakin harusnya janin itu sudah lenyap dengan perlakuan mereka yang kasar.

“Gimana? Plan B?” lontat Kevin menduduki perut New yang sudah memar membiru.

“Oke, wait gue ambil barangnya dulu”

New tak tahu apa yang akan terjadi, ia melihat Mild keluar hanya dari sekelibat di balik punggung Kevin yang sedang menduduki perutnya, sakit? Jangan ditanya, ia tak pernah merasa sesakit ini selama hidup.

“Nih, cekokin ke perutnya sampe habis”

Lima botol Merlot ada di lantai, New tak tahu apa yang akan Mild dan Kevin lakukan.

PWAHHHH

Kain yang menyumpal mulutnya dilepaskan.

“Aaaaaa sakitttt” New menangis dan menjerit sejadi-jadinya, bibirnya yang berdarah membuatnya semakin perih.

“Diem lo!” Mild menangkup wajah New dengan kedua tangannya.

“Sekarang cekokin, sampe abis”

“Gak ma.... glek.. glek... glek”

“Hahahah mampus lo”

“Hoekkk.....” New memuntahkannya, ia tak mau janin yang ada di perutnya tersiksa dengan cairan fermentasi itu.

“Berani ngelawan huh?”

BUGGGGGG

“AAAAAAAAAA”

Jerit kesakitan ketika Kevin memberikan tinju di perutnya, tak selali dua kali namun sampai membuat kakinya merasa dingin.

“Gue suruh lo telan wine ini tolol”

“Ummmmhh glek glek”

New hanya bisa menangis dan pasrah apa yang akan terjadi padanya kelak. Saat botol terlahir itu membuatnya tak sadarkan diri, ia tahu kalau ia tak akan merasa sakit lagi.

'Mas Tay.... maaf' batinnya sebelum gelap membawanya pergi.