#Luka 5

Andai selamanya itu ada…

Namun ia bukan, ia adalah dusta yang berlindung dibalik fatamorgana…

Andai selamanya itu ada…

Mungkin di bagian dunia lain kita masih bersama…

Tak ada yang bertahan selamanya…

Karena dunia ini bergerak, berputar, berubah dan berganti karena begitulah siklusnya…

Tawan berlari tunggang langgang begitu keluar dari mobil, amarahnya meledak hingga ke ubun-ubun melihat sebuah pesan yang membuat dirinya merasa dikhianati, ribuan jarum menusuk hingga terasa perih untuk setiap pijakan kaki yang ia ambil.

Pikirannya bergejolak melawan suara batinnya yang mengatakan bahwa New tak mungkin berbuat demikian, hati kecilnya menolak untuk percaya kalau kekasih yang ia bela mati-matian di hadapan Papa dan Mamanya kini tega berselingkuh di belakangnya.

Napasnya memburu, tangannya mengepal kuat-kuat mencoba meredam emosi, persetan dengan jas Dokter yang masih menempel rapi di tubuhnya, ia merasa harga dirinya telah diinjak-injak dan dihancurkan tepat di depan kedua matanya sendiri ketika ia mencoba mempertahankan hubungan dan menolak perjodohan.

Tawan bisa melihat refleksi dirinya di kaca lift, wajah yang sarat dengan rasa kecewa, bibirnya gemetar, jika saja dirinya berada di ujung jurang maka ia akan berteriak sekencang-kencangnya hingga seluruh rasa perih karena kecewa terbuang di sana dan tak akan pernah kembali menyambanginya.

Ia lihat lagi sebuah pesan yang menghancurkan paginya, menghancurkan harinya, menghancurkan dunianya, andai saja ia tak mencinta sehebat ini mungkin ia tak akan merasa sesakit ini. Tawan meremas dada tepat di ulu hatinya yang teriris, mengatur kembali napasnya yang terasa sesak karena jika semua ini benar adanya, maka dirinya harus mengambil sebuah keputusan, sebuah akhir yang tak pernah ia sangka akan datang waktunya.

Begitu pintu lift terbuka, Dokter itu langsung berlari menuju kamar di mana New berada, ia masih berharap kalau semua ini hanya sebuah dusta, hati kecilnya masih menolak dan tak mau percaya, hingga ia sampai dan berdiri tegap di depan kamar dengan nomor 444 denagn tangan gemetar menggenggam kenop pintu.


New merasakan sakit di sekujur tubuhnya, seperti ada kawanan gajah yang menginjak-injak kepalanya, semuanya terasa gelap hingga ia membuka mata dan berangsur mendapatkan kembali kesadarannya. Hal pertama yang New sadari adalah dirinya berbaring hampir polos di atas ranjang, hanya memakai celana pendek yang dibalut dengan selimut tebal menenggelamkannya.

“Aakhh…” New meringis saat ia mencoba duduk, memar-memar yang berwarna kebiruan di perutnya terlihat sangat jelas, lalu semua kejadian mengerikan semalam seperti sebuah film yang ditayangkan ulang satu persatu di pikirannya.

Tubuhnya gemetar hebat, tangannya tremor hingga terasa dingin, kedua matanya menyapu seluruh ruangan dengan tatapan penuh ketakutan, tanpa sadar dirinya tengan berairmata. Hatinya terasa sakit dihancurkan sedemikian kejamnya dengan cara yang tak manusiawi oleh Kevin dan Mild yang menjadi dalangnya, apa yang harus ia lakukan sekarang? Menghubungi Tawan adalah opsi yang paling tepat, maka dengan cepat ia menyambar ponselnya yang ada di atas nakas.

Kedua matanya melotot melihat sebuah foto yang ada di ruang chat-nya, siapa lelaki yang tidur di sebelahnya semalam? Ia tak mengenalnya, lalu bagaimana bisa foto ini terkirim? Detik selanjutnya ia terisak ketika teringat ponselnya dirampas paksa oleh Kevin, juga saat gelap membawanya pergi dengan seluruh merlot yang terpaksa ia telan, semakin diingat semakin sakit.

BRAKKKKK!!!

New terkejut saat melihat Tawan ada di ambang pintu, jika tadi ia ketakutan maka saat ini rasa itu meremasnya hingga menggigil kedinginan.

“Ha…hahahaha mana orangnya?” Tawan tawan tertawa namun terdengar miris menahan tangis setelah mendapati keadaan New yang hampir polos di atas ranjang, kini pikiran dan hati kecilnya tak lagi bisa menolak fakta bahwa kekasih yang ia cinta bermain api di belakangnya.

Dokter itu meledak di dalam ruangan, membanting setiap pintu untuk mencari laki-laki macam apa yang dapat membuat New berhianat kepadanya. Sedangkan New? Ia hanya bisa menangis, dengan mata nanar mengikuti kemana Tawan berjalan.

“MANA ORANGNYA NEW!!! KAMU TEGA SAMA MAS?” Ujar Tawan dengan nada membentak, emosinya tak lagi bisa ia kendalikan.

“Mas dengerin penjelasan aku dulu, aku gak ngelakuin ini mas” Tidakkah New tahu kalau kalimat itu malah membuatnya nampak semakin bersalah?

“MAS HARUS DENGERIN KAMU KAYAK GIMANA NEW? INI KELAKUANMU DI BELAKANG MAS? BAGUS HAHAHAHA”

Tawan melempar ponselnya ke atas ranjang, hampir mengenai badan New yang tenggelam di balik selimut, di sana terpampang foto kekasihnya yang tengah tidur dengan seorang lelaki.

Ternyata ketakutan New akan Kevin dan Mild tak ada apa-apanya dibandingkan dengan ketakutan yang New rasakan saat ini, Tawan yang hampir tak pernah marah dan membentaknya kini naik pitam hingga membuat New tremor hebat, bahkan perawat itu tak lagi bisa menggenggam ponselnya, ia tak punya kuasa.

“Mas aku dijebak mas…aku gak mungkin ngelakuin ini ke kamu, aku cinta sama kamu mas”

“HAHAHAHA BULLSHIT!”

Dokter itu tertawa namun juga menangis di saat yang sama, meremas rambutnya sendiri karena merasa frustrasi.

“Mas Tay tolong percaya sama aku sekali ini saja mas, aku cuma punya mas Tay, kalau mas gak lagi percaya sama aku….” New terisak, pandangannya mengabut karena air matanya tak lagi bisa ia bendung “Aku gak tahu harus gimana lagi” lirihnya penuh dengan keputus asaan.

“Jadi setelah mas lihat dengan kedua mata kepala mas sendiri apa yang kamu lakuin, kamu minta mas untuk percaya? Hahaha jangan gila kamu New, katakan alasan kenapa mas harus percaya sama kamu!” Tawan duduk di tepi ranjang menatap New tajam.

New ingin saja menjelaskan semuanya, ingin memberitahukan Tawan alasan mengapa ia harus percaya dan tak meninggalkannya, karena ada janin yang membutuhkan peran Tawan, ada darah dagingnya yang saat ini masih bertahan di tengah kejamnya dunia yang New tapaki.

“Mas kecewa besar sama kamu, mas menaruh harapan yang tinggi tapi disaat mas perjuangin kamu di depan Papa dan Mama, ini yang kamu lakuin? Begini cara kamu berjuang sama mas?” “Mas dengerin aku dulu” New bergerak mendekat, selimut yang menutupi dirinya kini turun hingga sebatas dada.

Sebuah gelengan diberikan Tawan lalu mendorong New kembali menjauh darinya, hal yang tak disadari New adalah lehernya penuh dengan bekas kemerahan, bekas yang amat sangat Tawan kenal hingga membuatnya enggan bersentuhan lagi dengan New.

“Kalau memang begini apanya yang mau dipertahankan….” Dokter itu berdiri, menarik diri dan meraih ponselnya “Congratulations ini akhir yang kamu inginkan kan?” Tawan menyedekapkan tangannya di dada dengan tatapan tajam, seolah New adalah satu-satunya terdakwa di sini “Mas berhenti, mas gak bisa lagi”

“M-mas….tu….tunggu…” panggilnya dengan derai air mata ketika melihat Tawan berjalan menuju arah pintu.

“Harusnya kamu senang kalau sudah gak terikat lagi sama mas….”

Tawan menoleh ke belakang, melihat keadaan New yang amat menyedihkan “Kamu bisa bebas tidur dengan lelaki manapun yang kamu suka” tuntasnya sebelum meninggalkan New dalam kesendirian.

Membuat perawat itu merasa dirinya adalah makhluk paling hina di muka bumi, rasa perih itu menyergapnya tanpa henti, dicibir sebegitu rendahnya oleh Tawan ternyata seperti ini rasanya, seluruh tubuhnya merasa sakit dan memberontak.

Kerlingan mata itu hilang, hangatnya berubah menjadi dingin yang membekukan, New menangis sejadi-jadinya, memeluk kedua lututnya yang terasa gemetar, tak percaya kalau hari ini kisah mereka telah usai, bukan karena dirinya dan bukan karena Tawan namun karena orang lain dengan obsesi yang mengerikan akan Tawan.

“Mas Tay….aku…aku takut m-mas, aku gak punya tempat pulang la…lagi” ia sesenggukan sembari meraba perut bagian bawahnya, rasanya seperti dilambungkan ke langit setelahnya dihempas ke dasar bumi, perih dan sakit.

Kini Tawan telah pergi, meninggalkan sebuah lubang yang menganga besar di hati. Sepi dan sendiri adalah hal yang harus ia hadapi, dengan janin di perutnya yang masih bertahan hingga detik ini.

Don’t leave me like this…” lirihnya terisak.

Suara tepuk tangan di ambang pintu membuat New terkejut, ia melihat Kevin berdiri di sana “Pertunjukan yang bagus, natural banget haha gue puas lihatnya” Kevin tertawa dan melihatnya dengan tatapan merendahkan.

“Udah jangan sinis gitu ngelihatin gue”

Semakin Kevin mendekat, semakin New bergerak mundur. Sialnya New sudah tak ada ruang untuknya menghindar, di belakang hanya tersisa kepala ranjang.

“Jangan mendekat….aku mohon…aku takut” New kalut karena Kevin malah naik ke atas ranjang dan terus memangkas jarak, apa yang akan Kevin lakukan padanya kali ini?

“Dengerin gue baik-baik…”

“Aaaaaakhhhh” pekik New ketika Kevin berada tepat di depannya dan meremas rambutnya kuat-kuat hingga ia mendongak ke atas.

“Lo cuma noda kecil, lebih baik lo menyingkir sebelum gue bertindak dengan kedua tangan gue sendiri, ngerti!!!”

New menatap Kevin dengan tatapan nanar, ia tengah berderai air mata.

“Gue kasih waktu seminggu untuk lo resign dan jauhin Tawan, selebihnya gue gak nanggung keselamatan lo”

BUGGG!!!

Kevin menghantamkan New ke kepala ranjang dan berlalu pergi meninggalkan New menangis seorang diri.

It’s always been about us against the world that we forgot we have our own world to fight, our own world to deal with, the world where nothing is about us.

So maybe this is the time for us to fight in our own way, and maybe in another life we’ll meet again.

I’ll love my self like i never waiting you to love me again


Tiga hari setelah kejadian itu, New tak lagi pernah berangkat bekerja, ia mengurung diri di kamar meski beberapa teman seperti Metawin, Jane dan Kit mengkhawatirkannya. Sebenarnya New sedang mencoba menyembuhkan diri dari semua luka yang menghancurkannya beberapa hari terakhir, terbangun tiap malam dalam keadaan menangis ketakutan, tubuh gemetar dan merasa cemas ketika sebuah pesan dari Kevin muncul di notifikasi ponselnya.

Tak ada pesan dari Tawan, sepertinya Dokter itu benar-benar ingin hengkang dari hidupnya, tak ada panggilan yang biasa New terima, tidak….semuanya sudah usai. Maka hari ini ia beranikan diri untuk datang ke Rumah Sakit, memungut semua berkas-berkasnya sebelum resmi mengundurkan diri dan berhenti berhadap kalau Tawan akan mendengar penjelasannya.

Ia tak datang mengenakan seragam perawatnya, namun hanya mengenakan hoodie yang terkesan kedodoran, setelah semua hal keji yang Kevin dan Mild lakukan tempo hari, New berencana memeriksakan keadaan janinnya, ia berharap darah dagingnya dalam keadaan baik-baik saja.

Baru saja sampai di pelataran Rumah Sakit, New melihat Mild menatap sinis ke arahnya dan tersenyum penuh kemenangan, perempuan itu mengabaikan keberadaannya dengan berlalu begitu saja. New marah, sangat benci dengan keadaannya yang seperti ini, katakanlah Mild sudah merebut Tawan darinya namun tak perlu melukai bayi yang ada di dalam perutnya.

Langkahnya terhenti ketika ia melihat Tawan di ujung lorong, keduanya sama-sama berhenti, tatapan mereka bertemu namun New menampiknya, tak berani membalas dan memilih untuk menunduk sembari terus berjalan.

“Mas akan menikah dengan Mild beberapa hari ke depan” New berhenti saat berpapasan dengan Tawan, semakin sedih mendengar ucapan sang Dokter.

“Itu bukan kemauan mas kan?” ia memberanikan diri untuk menjawabnya.

“Bukan memang, namun itu merupakan opsi terbaik daripada mas dikhianati dari belakang”

“Aku tak pernah berbuat khianat di belakang mas, andai mas mau dengerin penjelasan aku”

“Jangan memebela diri” Tawan memotong cepat.

New terisak menghapus air matanya sembali memegang perut bagian bawahnya “Pada akhirnya apa yang aku katakan akan mas anggap sebagai pembelaan kan?”

Tawan terdiam, tak mau menjawab karena semua itu benar adanya.

“Kalau begitu selamat mas….” Ucap New dengan bibir gemetar “Aku akan pergi, berhenti bekerja di sini”

“Bagus, bukankah memang seharusnya begitu? Namamu sudah tercemar di sini, kabar itu sudah menyebar kemana-mana kalau kamu….”

“Tidur dengan orang lain?” New tertawa lirih namun dadanya terasa sesak, bahkan ia harus meremas dadanya sendiri.

“Kalau kamu memang masih punya malu pergilah sekarang” Sahut Tawan dingin, tanpa lagi mau menaruh peduli.

“Kira-kira siapa yang menjadi antagonis dan protagonisnya mas?”

“Maksud kamu?”

“Mas tak perlu menjawabnya sekarang, biar waktu yang memberitahu mas tentang kebenaran yang sedang dibungkam”

New melanjutkan langkahnya, menjauh dari Tawan yang masih mematung dan melihatnya dari kejauhan.


New periksa, janin masih oke.


Kedua matanya menatap Mild tajam saat keduanya berpapasan di sebuah lorong, Mild tersenyum di ujung lorong, senyum licik penuh kemenangan dan kecongkakan.

“Beruntung juga kandungan lo masih selamat….” Ucap Mild pelan saat mereka bersebelahan “Harusnya lenyap hari itu juga karena kalau terlahirpun juga tanpa Ayah kan? hahaha” sebuah tawa kecil membuat New berhenti berjalan.

“Di dunia yang penuh persaingan ini harusnya lo sadar di mana kaki lo berpijak, lo cuma noda kecil yang gak berarti di depan mata gue” lanjut Mild membuat rahang New bergemeletukan.

Well, tapi gue udah tenang sih karena gue sama Tay akan menikah sebentar lagi…segera kemas seluruh barang lo dan angkat kaki dari sini…udik, miskin, kampungan”

PLAKKKKK!!!

AAAAAHHHHHHHH

Untuk pertama kali New menampar Mild sangat keras hingga perempuan itu terjatuh di lantai, tangannya gemetaran, matanya menaruh benci yang luar biasa kepada Mild yang selalu berbuat semena-mena.

“Gue diam bukan berarti gue kalah, andai mas Tay tahu perbuatan keji lo selama ini”

“Astaga Mild sayang kamu kenapa?” sang Mama datang dari kejauhan bersama Tawan dan langsung membantu Mild berdiri.

“Ini Ma, dia nampar aku kenceng banget sampe aku jatuh”

“Kamu….perawat itu kan? gak tahu diri sekali ya kamu, sudah saya kasih kesempatan untuk bekerja di sini tapi kamu berani nampar anak saya? Pergi dari hadapan saya sekarang juga!!!” sang Mama murka dengan nada membentak sembari menunjuk-nunjuk New untuk segera lenyap dari hadapannya.

Tawan menatap tak percaya ke arah New “Benar mungkin kalau selama ini mas salah memilih, ternyata begini sikap kamu di belakang mas selama ini?”

New tak bergeming, ia membalas tatapan Tawan dengan mata yang nanar menahan air mata, hatinya sakit seperti ada ribuan jarum yang menusuknya.

“Sini kamu” Tanpa ba bi bu, Tawan menyeret New menjauh dari lorong, membawanya keluar menuju lobi Rumah Sakit.

“Aku gak minta mas percaya dengan apa yang aku katakan, karena setelah apa yang terjadi gak akan bisa merubah persepsi mas tentangku kan?” lontar New dengan langkah terseret karena cepatnya kedua kaki Tawan berjalan.

“Kamu tahu itu, jangan buat mas membencimu dengan memperlihatkan bagaimana kamu menyakiti Mild seperti tadi”

Keduanya menjadi pusat perhatian, beberapa perawat dan pengunjung di bagian farmasi melihat bagaimana seorang Dokter yang menyeret keluar seorang perawat yang diberhentikan secara paksa.

“Aaaakkhhh tanganku sakit mas” keluh New saat genggaman tangan Tawan berubah menjadi remasan yang kencang.

“Kamu pantas mendapatkannya”

“Mild pembohong mas, semua ini ulah Mild dan Kevin, aku dijebak sama mereka berdua mas” ungkap New sembari mencoba berkelit dan melepaskan tangannya namun Tawan terus menyeretnya keluar.

“Jangan salahkan orang lain atas hal menjijikan dan memalukan yang kamu lakukan, begini rupanya sikap aslimu....kamu antagonisnya New”

Tawan menarik New kuat-kuat dan mendorongnya keluar Rumah Sakit hingga terjatuh di tanah, juga menjawab pertanyaan yang New berikan ketika mereka berpapasan di lorong.

“Aaaaakhhhh” tak ada yang bisa New lakukan selain berderai air mata, satu-satunya orang yang ia percaya dan ia punya kini tak lagi mau mendengarkannya.

“Pergi dan jangan pernah kembali lagi, padahal sebelumnya mas berniat memberimu undangan pernikahan. Namun setelah melihat apa yang kamu lakuin tadi, rasa-rasanya kamu gak perlu bersusah payah datang ke pernikahan mas”

Usir Tawan berbalik dan meninggalkan New sendirian, tanpa mengucap pamit dan tanpa menengok untuk kedua kali.

Dengan susah payah New berdiri, memegang perut bawahnya yang terasa nyeri, membersihkan sisa-sisa tanah yang menempel di pakaiannya.

“Gapapa ya sayang, gausah takut karena kamu masih punya Papa yang gak akan ningalin kamu” ringisnya menahan sakit dengan kedua tangan yang mencoba menghapus air mata.

Ia berjalan seorang diri, dengan hati yang hancur dan berderai air mata, ia putus asa. Tanpa sadar ada seseorang yang meperhatikannya, mendengar bagaimana New membeberkan apa yang Mild dan Kevin lakukan, untunglah Tawan tak lagi mau percaya.

“Gue udah bilang dari awal kalau keselamatan lo bukanlah sebuah jaminan” lirihnya melipat kaca mata hitam yang ia kenakan.


Kosan ini sepi, di sini hanya ada New sendirian di dalam kamar ketika perawat yang lain tengah sibuk bekerja.

Tok! Tok! Tok!

Siapa yang bertamu? Tawan? Ah tak mungkin, rekan-rekannya juga masih berada di rumah sakit.

“Iya? Siapa?”

KLEKKK

Begitu New membuka pintu…

BAMMMM!!!

“Aaaaakhhhh”

Kevin datang dan langsung melayangkan sebuah bogem mentah ke wajah New hingga terhuyung beberapa langkah ke belakang dan berakhir tersungkur di lantai, dengan cepat Kevin melangkah masuk dan mengunci pintu rapat-rapat dari dalam, ia menghirup lintingan tembakau yang hampir.

“Berani-beraninya lo beberin itu ke Tawan huh? nyari mati lo?” Kevin tak memberikan kesempatan New untuk berbicara, begitu New mencoba berdiri dengan kedua kakinya, maka dengan cepat ia mencekik leher New dan ia pojokkan ditembok.

“Hnnghhhh Ke..vin…sa…kit”

Kedua tangan New berontak untuk melepas cekikan yang sangat kuat di lehernya, kedua kakinya mulai melayang tak lagi menyentuh lantai. “Gue ingetin sekali lagi little fucker…..huuuffffff” Kevin menghisap sisa rokok terakhir lalu menghembuskannya tepat wajah New, kedua matanya melotot tanda ia tak main-main dengan ucapannya “Jangan main-main sama gue, jangan bikin kesabaran gue habis”

“Aaaakkhh uhuk-uhukkk”

“Tugas lo di sini belum selesai, setelah lo keluar dari Rumah Sakit, lo juga harus benar-benar keluar dari kehidupan Tawan…tsk! Sial kenapa gue juga yang harus mastiin ini”

“Lepasin Vin aaakhhh aku….aku mohon” New sudah lemas, ia hanya memohon sedikit belas kasihan dari Kevin.

BRUKKK

Begitu saja, tubuh New ambruk di lantai ketika Kevin melepas cekikannya, suara panggilan ponsel bordering nyaring dari ponsel Kevin.

“Ssssstttttt, sedikit aja lo bersuara, itu artinya…” sekutu Mild itu memberi isyarat leher yang dipenggal dengan jari, sebuah ancaman telak agar New tak berontak “Diem di sini baik-baik” kejam? Tentu karena yang selanjutnya Kevin lakukan adalah menginjak kepala New dengan sepatunya sementara ia menjawab panggilan telepon.

“Iya Citra, kenapa?” mata tajamnya melihat ke bawah, tepat di wajah New yang terlihat pasrah di bawah injakan kakinya.

“Iya mas beliin untuk Citra dan dedek bayi yang ada di perut kamu ya abis ini sayang”

KLIK

“Sama satu lagi”

“Aaaahhh Vin udahh, sakit semua badanku” Kevin menekan injakanya kuat-kuat hingga membuat New semakin merasa kesakitan.

“Jangan pernah berharap nunjukin muka lo di pernikahan Tay sama Mild, paham? Karena lo akan pergi sama gue ketika hari itu tiba dan jangan pernah berpikir lo bisa melarikan diri dari gue….hahaha gak akan bisa”

Kevin menarik diri dan menyudahinya, ia bergerak keluar menuju pintu.

“Kamu mau bawa aku kemana memangnya Vin?” New duduk di lantai, membersihkan kotoran yang menempel di wajahnya juga merasakan sakit di lehernya.

“Asal lo nurut, lo gak akan gua apa-apain. Gue cuma akan bawa lo keluar kota jauh dari kehidupan Tay dan Mild, di sana lo bisa mulai kehidupan lo yang baru dengan anak haram yang ada di perut lo itu” Cacian yang cukup menyakitkan untuk New dengarkan sebelum Kevin keluar dan membanting pintu hingga ia tersentak ketakutan.

Ternyata tak cukup dengan mengalah dan membiarkan Tay menikah dengan orang lain, bahkan keberadaannya di muka bumi saja dianggap ancaman oleh mereka yang menganggapnya noda untuk dilenyapkan.