JeJeJJ

Brightwin

(

Brightwin

Close

Minggu 10 Agustus 2019

Seperti biasa, Bright akan menjemput Winata di depan, menunggunya walau tak lama mahasiswa dengan senyum manis mengembang itu keluar dan berjalan menuju mobil yang dikendarai bright.

“lama mas nugguinnya?”

“gak kok win, yuk masuk” ucap bright seraya membukakan pintu dari dalam

“makasih mas” kata win sambil tersenyum dan tanpa malu langsung duduk di sebelah kemudi.

Mobil mereka mulai bergerak meninggalkan Graha Estetika untuk menuju Dusun Semilir yang jaraknya tak jauh dari Tembalang maupun Banyumanik, kira-kira hanya butuh 30 menit saja. Ketika mobil akan melewati deretan penjual toko ubi cilembu winata langsung mengintrupsi bright untuk menepi.

“mas….mas minggir bentar dong, win mau beli ubi cilembu bentar ya? Boleh ya mas? Yaaaaa?” bujuk win seperti anak kecil yang malah terlihat menggemaskan dimata bright.

Bright tersenyum melihat win yang mencoba membujuknya untuk segera menepi

“iya boleh win, bentar ya” jawab bright seraya menyalakan lampu sein dan perlahan menepi di pinggir jalan.

“mas disini aja gausah keluar, win ga lama kok” ucap win yang setelahnya langsung membuka pintu dan berjalan menuju deretan pertokoan pinggir jalan yang menjajakan ubi cilembu.

Didalam mobil bright tersenyum memperhatikan bagaimana cara win berjalan menuju toko itu, sungguh lucu dan menggemaskan seperti anak kecil yang senang berlari menuju toko untuk membeli permen, tak ada bedanya, sama-sama menggemaskan dimata bright.

Dari dalam kaca mobil, bright bisa melihat winata membayar sekeranjang ubi cilembu yang sudah dioven, setelahnya lagi-lagi senyum bright mengembang melihat cara win berjalan agak cepat persis seperti anak kecil yang mendapat barang yang ia mau, dengan cepat bright membenarkan ekspresi mukanya yang sedari tadi tersenyum mencoba untuk biasa saja seolah tak terjadi apa-apa.

“udah nih mas, gimana baunya enak kan? Wangi kan mas? Huhuhu gak lengkap kalau lewat sini gak beli ubi cilembu nih mas” oceh win yang senang karena kemauannya dituruti oleh bright.

“iya baunya wangi win, suka makan ubi?”

“suka sih mas, apalagi kalo lagi diet gini” jawab win polos

“kamu diet? Perasaan udah bagus kok badanmu” respon bright yang reflek meneliti tiap inchi badan winata dari rambut hingga ujung kaki. Diperhatikan sedemikian rupa rupanya membuat winata salah tingkah sendiri, bagaimana tidak, mata bright yang biasa saja sudah mampu mengintimidasinya apalagi diperhatikan lekat-lekat seperti ini.

“ih mas, jangan liat-liat kaya gitu ah, win Cuma ngerasa agak berat aja badan win akhir-akhir ini, beberapa hari lalu juga makan-makan sama mix love sama puim, ya diet dikit aja biar enakan dibadan” jelas win setelah berhasil mengembalikan sikapnya yang salah tingkah sesaat tadi.

“gak kok, malah keliatan fit gini, gausah aneh-aneh nanti kamu sakit siapa yang khawatir?” tanya bright yang tanpa sadar mengucapkan suatu hal yang membuat jantung winata berdetak lebih cepat.

“eh…eummm emangnya siapa yang khawatir mas?”

tanya win hati-hati setelah berhasil mencerna apa yang dikatakan bright.

Diberi pertanyaan sedemikian rupa membuat bright tersadar tentang hal yang baru ia ucapkan yang malah membuatnya bingung sendiri harus menjawab seperti apa.

“eh…ma…maksud mas bukan begitu, ya …yakan mas sebagai dosen dan kamu asdosnya mas kan? Ya kalau kamu sakit nanti siapa yang bantuin mas?” jawab bright yang agak terbata diawal dan langsung lancar ketika ide dosen-asdos terlintas.

“ahhhh….iya sih mas, tapi win ga pernah tuh diet sampai sakit” respon win singkat.

Setelahnya mobil mereka kembali menuju badan jalan dan segera bergerak ke tujuan, tak lama hanya sekitar 25 menit dari banyumanik mereka sudah sampai di parkiran dusun semilir, sebuah tempat rekreasi yang baru saja diresmikan ini menjadi pusat perhatian warga semarang dan sekitarnya, antusias masyarakat yang tinggi membuat parkiran mobil membludak dan hal ini berarti didalam sana sangat ramai sekali.

“kayaknya ramai ya mas?, hari minggu kan ya jadi pada pengen liburan kesini juga hahhaha” winata bertanya dan menjawab sendiri, sudah jadi ciri khasnya.

“iya nih win, gapapa kan? Udah terlanjur parkir juga nih, yuk turun” jawab bright yang langsung keluar duluan, win sudah tak bingung lagi dengan hal yang akan dilakukan sang dosen, tentu bright berjalan keluar membukakan pintu buat winata, manner yang sederhana namun setiap kali bright melakukannya ada getaran yang winata rasakan disana, dihatinya.

“makasih mas” ucap win yang langsung keluar dari mobil.

***

Siang ini matahari sepertinya sedang malu untuk unjuk gigi, langit semarang mendung pertanda hujan akan segera turun, suhu yang sejuk kini bertambah menjadi agak dingin karena angin yang bertiup agak kencang.

“udah capek nih foto-fotonya win? Gak mau kesana? Tuh ada yang kayak sarang burung” ajak bright yang sedari tadi menjadi fotographer dadakan winata, sedangkan winata mendadak menjadi model dan objek foto milik bright.

“udah ah mas, capek banget nih, apalagi ngantri wahana yang disana itu tadi …sebel banget masa ngantri sampe 30 menit sih…udah kaya upacara aja deh ah” jawab win dengan mulut agak dimaju-majukan dengan ekspresi kesal, lagi-lagi hal itu malah terlihat lucu dimata bright.

“yaudah, istirahat dulu yuk, mau makan?” tawarnya pada win yang terlihat kecapean karena sedari tadi menjadi objek fotonya.

“boleh mas, pengen eskrim nih mas”

“dari kemarin eskrim terus? Nanti sakit tenggorokan gimana?”

“win udah gede ya mas, bukan anak kecil lagi yang kalau es krim malemnya langsung sakit wuuuuuuu” respon win mengerucutkan bibirnya seolah meledek bright

“yaudah yuk keresto, cari eskrim kan? Padahal cuacanya lagi dingin gini win”

Jawab bright yang langsung merangkul winata untuk dibawa keresto di sudut sana, rangkulan bright di pundak winata membuat win terkejut, rasa itu semakin tumbuh, getaran itu semakin terasa, yang selanjutnya ia hanya diam saja dirangkul dan dibawa sang dosen menuju sebuah restaurant.

***

Mereka sedang menunggu pesanan mereka datang, tak banyak yang mereka pesan karena win juga membawa salad yang sudah ia buat untuk dihabiskan bersama bright.

“wahhhhh es krimnya udah dateng nih mas” win terlihat sangat senang ketika eskrim pesanannya sudah tersaji di depannya, matanya berbinar membuat dirinya menjadi semakin manis di mata bright.

“iya yaudah dimakan, mas minum kopi aja ini sama makan salad yang kamu buatin nih”

“kok dari kemarin kopi terus sih mas? Nanti asam lambung naik gimana?”

“kan ada kamu disini ahahhaah kalau pingsan biar diangkat sama kamu win haaha” canda bright tawanya renyah untuk didengar.

“ih apaan...nyammm…..kalau mas pingsan disini aku gelindingin sampe tembalang mau? Hahhaha”

ucap win seraya menyendokkan satu sendok eskrim dalam mulut, seperti biasa, es krim itu menodadi bibir win tanpa sengaja dan itu membuat bright berinisiatif menghapusnya.

Maka dari itu bright memposisikan dirinya agak maju dan jarinya dengan trampil menghapus sisa eskrim di bibir winata tersebut, hal itu membuat win terpaku, apa lebih tepatnya? Membeku? Ia terdiam namun jantungnya sedang menabuh gendering perang, hatinya berdegup lebih cepat karena reflek sang dosen yang membuat dirinya salah tingkah, pipi itu memerah, semburat merahnya itu sebagai bukti kalau bright benar-benar sukses membuat win malu merona.

“kalau makan tuh yang rapi, nih sisa eskim di bibir gitu kan gaenak kalau di liat orang kan?” ucap bright setelah menghapus sisa eskrim.

“ummmm iya mas….” Win bingung harus merespon bagaimana, hati dan otaknya sedang tak sinkron saat ini.

“by the way, mas belum follow instagrammu nih, boleh gak kalau mas mau follow?”

“boleh mas…sini kasih hapenya” ujar win meminta handphone milik bright

Setelah di dapatnya ia langsung mencari username miliknya dan memencet tombol follow disana.

“udah nih mas, bentar win follback sekalian ya” win berkata yang selanjutnya sibuk sendiri dengan smartphone miliknya untuk segera mem follow back akun milik dosennya itu.

Beberapa detik kemudian suaran notifikasi terdengar dari HP milik bright yang berarti winata telah mem follow back akunnya.

“makasih ya win, nanti mas kirim fotonya, mau kamu upload di instagram kan?”

“iya mas, kan yang nge-fotoin tadi kan photographer professional ahahahaha”

Mereka berdua tertawa bersama, saling melempar candaan masing-masing di dalam restaurant tersbut hingga tak terasa hujan telah turun, cukup deras membuat win kedinginan. Lagi pula sudah mulai sore, niatnya mereka berdua akan segera pulang harus pupus karena hujan yang amat deras ini.

“mas ujan nih gimana? Udah mau malem juga, besok win ada kelasnya pak Gawin, takut ga bisa bangun pagi”

“yaudah ayo pulang, Cuma ujan gini aja kok”

“tapi kan ini ujannya lumayan mas, gak ada payung juga, masa mau ujan-ujanan sih dari sini sampai parkiran?” tawan win.

Bright langsung membuka jaket yang ia pakai dan melebarkannya diantara kepalanya dan kepala winata.

“nih ada jaket, aman kan?”

“ahahahha tapi mas, tetep aja nanti sampe mobil basah juga kan?”

“better lah dari pada basah kuyup sampe mobil, gimana mau pulang sekarang atau nunggu sampai malem disini?” tanya bright pada win yang tepat ada disebelahnya.

“sekarang aja yuk mas”

win menjawab yang langsung merangkul pundak bright untuk berjalan bersama hujan yang sedang menjatuhkan rintihan tangisnya di langit semarang.

***

Mereka sampai mobil dengan keadaan yang berbeda, win hanya basah sedikit karena nyatanya bright lebih memprioritaskan winata dari pada dirinya sendiri, jadilah bright basah kuyup terkena hujan.

“mas basah semua gini, gimana kalau nanti demam?”

“ah basah gini doang, gak mungkin lah kena demam win” jawab bright seraya menghidupkan mesin mobil

“yakan ga tau mas, kondisi badan tuh ga bisa ditebak, nanti sampe rumah mandi pakai air hangat ya mas”

“hmmm iya”

Setelahnya mobil itu memecah derasnya hujan, membawa kembali bright dan winata ke tempat awal, sore ini semarang sedang dirundung pilu, tangisannya semakin deras membuat suasana semakin dingin. Ditengah hujan itu ada bright dan win yang sedang menuju tembalang tempat mereka berpulang.

Letters

Metawin Pov

Angin ditempat ini menyapu wajahku dan mungkin saja kak brian merasakan yang sama, sunyinya tempat ini masih sama seperti terakhir kali aku datang kemari, beberapa daun kering gugur di atas nisan yang terukir indah sebagai sejarah. Sejak aku dan kak brian datang kemari, tak ada sepatah kata yang terucap, kami berbicara dalam diam, kami bercengkrama dalam sunyinya pendengaran, dan kami meminta restu daddy dalam perihnya hati menghadapi perjalanan untuk bisa dititik ini.

Wanginya bunga yang baru saja aku bawa kemari menusuk indera penciuman, sejujurnya harusnya aku yang terbaring disini, harusnya aku yang telah tiada, harusnya daddy tak melakukan itu, aku perih menghadapi kenyataan kalau jantung yang sedang berdetak di dalam tubuhku adalah jantung milik daddy, aku perih mengetahui daddy rela berkorban sejauh ini dalam diam, aku merasa bersalah pada kak brian dan keluarganya. Namun lagi-lagi selalu mereka bilang kalau ini adalah takdir yang sudah digariskan.

Dad….terimakasih dad

Sejujurnya daddy tak perlu melakukan itu untuk menebus kesalahan dimasa lalu

Win sudah maafkan dad

Hari ini win datang lagi

Apakah daddy bosan? Karena hampir tiap hari win datang kemari

Apakah daddy kesepian? Win akan temani daddy setiap hari disini

Dad…hari ini win datang bersama kak brian

Sekali lagi win meminta restu dari daddy

Win akan resmi mendampingi kak brian disisa usia yang win miliki

Disisa nafas win hingga tak bisa berhembus lagi

Hari ini janji dan sumpah itu akan win dan kak brian lafalkan

Untuk itu win meminta restu daddy

Win tahu daddy pasti akan langsung merestui jika daddy bisa ada disini

Namun sekali lagi dad, terimaksih atas pengorbanan yang daddy lakukan

Win berterimakasih sudah diterima di istana sejak win melangkahkan kaki diistana.

Win berterimakasih pernah disayangi oleh daddy

Win berterimkasih atas semua pengorbanan daddy untuk win dan kak brian

Dad….jika boleh jujur, akhir-akhir ini win sering melihat papi sedih

Papi pasti kangen banget sama daddy

Pun juga dengan love

Meski kami semua bisa berkumpul lagi, rasanya tak lengkap tanpa daddy

Sekali lagi sebelum win pamit

Win meminta restu daddy

Esok Win akan datang lagi kemari

Semoga daddy tak bosan ya? Karena jujur saja, win akan sering berkunjung untuk menceritakan hari-hari yang win habiskan bersama kak brian agar daddy tak sedih, agar daddy tak kesepian disini.

***

Brian Pov

Aku melihat win menangis lagi kali ini, aku paham dan mengerti kalau ia merakan kehilangan yang sama seperti yang aku rasakan, namun aku juga sadar kalau win juga merasa bersalah sejak kejadian di nadao beberapa tahun lalu, ia sudah kritis karena tusukan di jantungnya, pun keadaannya semakin detik semakin mengkhawatirkan, hingga tiba-tiba ada relawan yang memberikan jantungnya pada win, orang itu tak mau ditemui hingga selesai operasi dilakukan, dan betapa terkejutnya kami semua bahwa daddy lah yang mengorbankan dirinya untuk win. Aku pun perih disana mengetahui daddy rela berkorban sebesar itu demi kebahagiaanku.

Aku merasa tak berguna disana karena kau pernah mendiamkan daddy selama berbulan-bulan sebelum kepergian daddy Aku menangis disana bersama papi dan love, kenyataan pahit yang harus kami semua terima dan mempercayai kalau itu adalah takdir yang telah digariskan Aku tak akan pernah melihatnya lagi, aku tak akan pernah mendengar nya lagi dan lebih perih lagi, aku berada disini bersama win meminta restu daddy sekali lagi

Dad…terimakasih

Brian dan win sudah membaca surat yang daddy berikan

Kami sudah paham dan ikhlas akan kepergian daddy

Papi sudah kuat dan kembali tegar lagi

Meski susah, meski tak mudah

Roda kehidupan akan terus berputar.

***

Letters

Untuk anakku Brian

Bri…daddy tak pandai berkata-kata, namun daddy masih ingat betapa senangnya daddy ketika kamu lahir didunia, betapa daddy dan papi sangat mendamba seorang putra pertama kerajaan ini, anak itu bernama brian bagaskara.

Tahukan bri? Arti namanu adalah matahari yang bersinar terang, papi dan daddy menanamkan milyaran harapan dan kepercayaan padamu, daddy yakin suatu hari nanti kamu akan memimpin negri ini, dan disaat itu tiba daddy yakin kamu akan menjadi pemimpin yang hebat, pemimpin yang bijaksana.

Jangan jadi seperti daddy ya? Jika daddy adalah masa kelam kerajaan raikan, maka kamu akan menjadi matahari yang akan terus menyinari mereka, membawa perubahan bersama harapan dan doa daddy yang terus bersamamu.

Daddy sadar kesalahan daddy beberapa tahun lalu tentang metawin, daddy sadar kalau daddy sudah egois, tanpa sadar daddy melukai satu-satunya putra yang daddy punya, daddy minta maaf ya bri, sebanyak apapun daddy bilang kalau sudah berubah dan menyesal kamu ga akan percaya kan? Maka untuk itu, surat ini daddy tulis sebelum kepergian daddy untuk kamu baca, agar suatu hari ini kamu tak mengulangi kesalahan yang sama seperti daddy.

Daddy mempercayakan kerajaan di tanganmu dan tangan metawin, daddy tak ragu lagi, kalian memang sudah menjadi bagian dari takdir untuk dipasangkan, kalian sudah tumbuh dan berproses sangat hebat dan daddy bisa melihat semua itu.

Jadi bri, daddy juga titip papi sama love ya? Pasti setelah kepergian daddy menjadi hari-hari berat bagi mereka, kuatkan papimu ya? Meski daddy sering kena marah papimu, tapi daddy tahu kalau ia juga sayang dan amat mencintai daddy. Kalian terus sama-sama ya? Win juga, dia akan menjadi pendampingmu suatu hari nanti, cintai dia tanpa syarat, cintai dia tanpa ukuran, cintai dia hingga nafas kalian tak lagi saling bersautan, sampai takdir yang digariskan kini telah sampai ujunya.

Untuk suamiku tercinta Newwie

New sayang, aku tahu kalau aku egois melakukan ini tanpa persetujuan kalian, tapi aku gak bisa melihat brian terpuruk lebih jauh lagi, jika beberapa tahun lalu ia hampir kehilangan win, maka kali ini aku bersumpah akan melindungi kebahagian brian hingga ke titik terakhir.

New sayang, jangan sedih ya?terimakasih telah mendampingiku sejauh ini, terimakasih telah memberi dua buah hati yang hebat, terimakasih sudah mau berjuang denganku meski aku tahu kamu yang akhirnya lelah sendiri melihat kerjaanku yang tak pernah benar. New sayang, 2 dekade lebih kita bersama, rasa itu masih sama seperti aku pertama kali bertemu denganmu di Bangkok dulu, rasa itu seperti dipupuk dan dirawat setiap hari setiap kali aku melihatmu. Jangan sedih ya? Aku melakuka ini karena kemauanku sendiri, aku melakukan ini adalah hal yang wajar dilakukan seorang ayah untuk anaknya, aku tak mau brian kehilangan cahaya yang sudah lama ia ingin jaga.

Jadi new…,mungkin setelah ini semuanya tak akan sama, semuanya tak akan pernah mudah untukmu, tapi satu hal yang minta, tetap bertahan ya? Aku yakin suatu hari kamu akan menimang cucu kita, cucu dari brian dan win. Saat itu tiba, aku juga ada disana bersama kalian menyambut cucu pertama kerajaan. Sama senangnya ketika brian terlahir di dunia. Aku ada disana tak pernah pergi, dihatimu.

Untuk metawin

Win, daddy tak tahu harus berkata apa lagi, daddy berterimakasih karena maaf sudah daddy dapatkan, rasanya tak layak seorang raja melakukan hal sekeji itu, disaat daddy tersadar kalau daddy telah melukai dua permata yang daddy punya rasanya hidup daddy sudah berakhir, kak brianmu tak lagi mau bertatap muka, kak brianmu tak lagi mau bertegur sapa.

Daddy paham kalau itu salah daddy, daddy paham kalau itu semua daddy yang menjadi penyebabnya, untuk itu setelah ini tolong damping kak brianmu itu ya? Cintai dia sebagaimana harusnya, daddy sepenuhnya percaya dimasa depan nanti kerajaan ini akan dipimpin oleh orang hebat seperti brian dan kamu.

Tak banyak yang bisa daddy sampaikan, sepertinya operasinya akan dimulai, untuk itu, terus dampingi brian ya? Cintai dia sampai maut memisahkan

Tawan.

Begin Again

Mereka berdua dalam perjalanan menuju Kota Lama, sesaat tadi Bright menjemput Winata di tempat yang sama seperti beberapa hari lalu, bedanya kali ini ia menjemput Winata bukan untuk ia bawa kekampus, ia membawa mahasiswanya ini ke suatu tempat yang menampilkan sisi lain dari Kota Semarang, dengan nuansa Vintage membuat Kota Lama menjadi pusat daya tarik untuk beberapa wisatawan lokal maupun asing.

Nyatanya sore ini Semarang sedang dimandikan cahaya senja, langit yang berwarna kemerahan itu menambah suasana penghujung hari menjadi lebih sempurna untuk dihabiskan bersama.

Selama perjalanan menuruni bukit Gombel menuju Semarang bawah mereka berdua asik bertukar cerita dari potongan-potongan kisah hidup masing-masing.

Mobil yang dinaiki mereka berdua terhenti di lampu merah, rambu itu meneriakkan pada semua pengendara untuk berhenti sejenak dari padatnya jalan raya sore ini.

“jadi beneran kamu suka eksplore Semarang kalo hari libur win?”

tanya Bright yang baru saja mencuri satu pandangan pada insan disampingnya. Meski singkat, harus ia akui penampilan Winata sore ini lebih mencuri perhatian indera penglihatannya lebih intens dari biasanya.

“iya mas, rasanya gak akan pernah cukup aja sih, kelihatannya Semarang tuh kaya kota kecil kan? But no, there’s full of a memory and history hiding behind every place of this city”

jawab Win mantab sambil mengangguk memandang mobil dan motor yang satu persatu mulai berjalan pelan.

“iyakah? Gak keberatan kan kalau nanti mas ajak kamu buat lihat-lihat kota semarang dari sudut pandangmu? Maksud mas, kamu kan lebih paham seluk beluk kota semarang dari pada mas”

tanya bright seraya kembali membawa pandangannya menuju arah depan setelah beberapa kali curi-curi pandang.

“boleh mas, ya kan emang win lebih lama disini dibanding mas bright kan? Beda mungkin ya kalau di London? Mungkin mas Bright yang lebih paham seluk beluk kota itu, eh bener kan kalau dulu mas lulusan ICL?”

Bright mengangguk sebagai jawaban.

“iya, mas udah di London sejak pindah dari Bali, akhirnya menetap disana sampai lulus S2”

“terus kok sekarang pulang ke Indonesia? Apa mas ga pengen ngajar disana?”

tanya win lagi, sangat banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada Dosen pembimbingnya ini, terlebih lagi tentang kemiripannya dengan sosok di masa lalunya.

Bright terdiam sejenak, mengingat-ingat tujuannya kembali ke Indonesia 2 tahun lalu adalah pilihan yang sulit untuknya, baru saja ia mau bersuara dan menjawab pertanyaan winata namun…

“eh….maaf mas, gausah dijawab, maafin win nanya-nanya privasi gini, maaf ya mas win ga berkmaksud gitu”

win segera meminta maaf ketika menyadari kalau bright terdiam sejenak tak segera menjawab pertanyaannya yang winata kira menyinggung hal privasi Bright. Setelahnya mereka terdiam menunggu lampu merah itu merubah warnanya menjadi warna hijau dalam diam.

Posisi mobil yang menghadap pada ufuk barat membuat mereka berdua bersimbah cahaya senja yang lancang masuk di balik kaca. Membuat Winata semakin menarik untuk terus dipandangi oleh sepasang bola mata Dosen muda itu, lagi-lagi Bright memandangi insan disampingnya, rasa itu telah bertahta disana bahkan tanpa ada izin dari dirinya.

Lampu merah telah menunjukkan angka 10 second terakhir yang terus menghitung mundur setiap detiknya, hingga 3 detik terakhir suara jerit klakson motor dan mobil saling sahut menyahut menjadi irama yang memekakkan telinga, menyadarkan Bright dari lamunan tentang winata disampingnya dan langsung melajukan mobilnya ke tujuan mereka berdua di sore hari ditemani senja yang tengah mematangkan warnanya.

***

Hero Café -Sabtu, 9 Agustus 2019 16:30 pm

Mobil mereka sudah sampai di depan sebuah café dengan nuansa vintage modern, tak begitu ramai dan hal itu yang membuat Bright memilih café ini untuk menghabiskan sore bersama winata.

Bright keluar lebih dulu dari mobil, menyisakan winata dengan tanda tanya, win yang masih berada didalam mobil memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh bright karena keluar lebih dulu, tak ia sangka hal selanjutnya adalah bright membukakan pintu mobil untuknhya, manners yang sederhana memang, namun dari hal sederhana itulah percikan-percikan api mulai terasa.

“yuk turun” ucap bright setelah membukakan pintu mobil dan memersilahkan winata untuk segera keluar, tak mudah bagi winata mencerna apa yang baru saja lakukan oleh bright.

“makasih mas” jawab winata yang segera beranjak dari duduknya.

Mereka berdua berjalan beriringan masuk kedalam kafe itu, begitu sampai di dalam, aroma harum kopi yang khas langsung tercium, menambah suasana sore hari ini menjadi lebih berkesan, hiasan barang-barang yang sudah berumur membuat pengunjung seperti dibawa ke era berpuluh-puluh tahun lalu, memunculkan rasa kekaguman untuk orang-orang pecinta seni dan barang-barang tua seperti bright dan winata.

Mereka berjalan menuju sebuah meja dekat jendela yang berada di pojok ruangan, sebenarnya bright yang memilih meja itu sedangkan winata hanya mengekor saja dibelakangnya.

Bright yang berjalan lebih dulu, langsung memundurkan salah satu kursinya, di tariknya agar memberi ruang bagi winata untuk segera duduk disana.

“makasih mas” ucap winata dengan senyumnya, lagi-lagi winata dibuat terkejut dengan sikap bright sore ini, bright yang dikenal sebagai dosen yang dingin kini berubah menjadi hangat, sungguh masih menyisakan tanda tanya di kepala winata.

“mau pesan apa win? Mau makan berat atau Cuma dessert sama camilan?”

Tawar Bright setelah duduk didepan winata, menyerahkan menu pada mahasiswa yang sedari tadi menarik perhatian matanya untuk terus menatap dan mencuri pandang pada insan didepannya.

“kayanya dessert aja deh mas…coba sini win lihat dulu menunya”

jawab win seraya menerima buku menu itu dari tangan bright, tanpa sengaja tangan mereka bersentuhan, menimbulkan friksi getaran aneh pada keduanya yang selanjutnya dilengkapi dengan mata mereka yang saling bertatapan satu sama lain, mata sayu winata dengan mata elang bright beradu disana, membuat desiran yang tak bisa keduanya artikan.

“maaf win….nih menunya” jawab bright yang langsung menarik tangannya dan mengedarkan matanya kesembarang arah.

Win tersenyum dan mulai memilih menu dessert yang akan ia pesan, ditengah sibuknya win membolak-balikkan buku menu, lagi-lagi bright memperhatikan winata, melihat bagaimana raut wajah itu melihat dan memilah makanan yang tertulis di buku menu, senyum tipis itu terukir diwajah bright.

“ahhh….ini aja mas, aku mau eskrim boleh kan? Mas bright mau apa? Kopi?” tawar win yang langsung membawa pandangannya pada bright yang ada di depannya, sekali lagi winata memergoki bright yang tersenyum tipis melihat ke arahnya.

“mas Americano aja win” jawab bright cepat setelah menyadari kalau win bisa saja melihatnya yang sedang asik memandangi winata sejak tadi.

“oke” jawab win yang langsung mengacungkan tangannya keatas pertanda bahwa ia sudah siap untuk memesan, tak perlu waktu lama seorang pelayan datang dan membawa sebuah catatan untuk memesan pesanan di meja paling ujung ini.

“mas aku pesan eskrim 1 set tapi isinya di mix ya, sama satu Americano, udah” kata win pada seorang pelayan yang lansung mencatat dan langsung berjalan menuju kearah bartender.

“mas bright tau gak? Kalau didaerah ini gak banyak yang dirubah, masih kerasa nuansa vintagenya kan?” win memulai percakapan.

Bright yang diberi pertanyaan itu langsung melihat jalanan yang terlihat di luar jendela kaca, melihat dengan seksama satu persatu bangunan dan detil dekorasi jalanan yang sangat khas.

Ia mengangguk sebagai persetujuan dengan pernyataan winata. “iya, mas setuju sih, dari awal mas berkunjung kesini memang nuansa vintage nya kerasa banget”

“kan bener ahahahaha…..mas, win mau tanya deh…first impression-nya mas pas datang ke kota lama kayak gimana?”

“first impression ya? Mas ngerasa kaya pernah berkunjung kesini dan kaya udah akrab banget sama tempat ini sih, padahal saat itu mas bener-bener baru pertama kali kesini, kaya ngerasa nostalgia ajasih, aneh kan? Nostalgia ke tempat yang gak pernah kamu kunjungi? Tapi itu nyata sih….ya seperti itu lah kurang lebihnya win”

“ooohhhhhh….” Win ber oh-ria mencoba mencerna dan memahami penjelasan dari bright.

“kalau kamu win? Kan kamu udah lama disini, gak mungkin mas nanya first impression tempat ini buat kamu kan? Kalau mas nanya ada kisah gak kamu dengan tempat ini, khususnya kota lama yang nuansanya kaya eropa gini” bright bertanya seraya menerima pesanan mereka yang tengah diantar oleh seorang pelayan.

“banyak sih mas kisah win disini, dari yang nyenengin sampe yang mungkin aja gak akan win sanggup ceritain, suka dukanya win ada di tempat ini sih yang mungkin aja dibalik mereka yang menjadi saksi sejarah, mereka juga bersaksi kalau win pernah patah hati juga disini hahahhahahah”

win tertawa di akhir kalimatnya, sangat bertolak belakang dengan raut wajahnya yang tiba-tiba berubah sedikit muram ketika membahas patah hatinya beberapa tahun lalu itu.

“iyakah? Yaudah gausah dibahas, life must go on kan? Setiap orang pasti pernah punya kisah yang kelam, tapi lihat deh….kamu kuat bertahan kan sampai sekarang? Nyatanya kamu sekarang ada disini sama mas, malah di tempat yang sama kan? Hahahhaha” tanggap bright.

“tapi mas…ngomongin soal vintage nih, win tuh kadang suka deh sama bangunan yang bener-bener udah lama dan kalaupun dibangun tuh gak dirombak semuanya gitu, kayak masih mau pertahanin nuansa jadulnya, kayak di Marba sama Spiegel tuh mas…nanti mau kesana gak?”

tawar win seraya menyendok es krimnya yang sudah mulai mencair karena suhu ruangan yang menghangat ditemani sang senja yang mulai digerser oleh malam.

“boleh…abis ini kesana deh, abisin dulu ya eskrimnya” jawab bright manis dengan suara lembut.

Senja mulai bergeser menjadi petang, lampu-lampu jalanan mulai unjuk gigi memupus kegelapan, mengubah suasana kota lama yang bermandikan cahaya senja menjadi semakin romantis dan membuat siapapun jatuh hati dengan indahnya suasana eropa ditengah suasana kota metropolitan.

‘in hero café, winata watched it begin again’

Semarang, 9 Agustus 2019 Hero Café ditemani senja

Hai

halo

Ride

Tak sampai 10 menit mobil Bright sudah berada di depan Graha Estetika, disana ada Win yang berdiri menunggu kedatangan sang dosen.

Begitu roda mobil berhenti berputar, Win langsung berjalan mendekati mobil yang ia kenal sebagai mobil dosen killer di kampus, membuka pintu dan langsung duduk disebelah kemudi.

“pagi pak, maaf ya win merepotkan” sapa win.

“engga, ayo cepat biar on time sampai kampus”

Dengan begitu hanya hening yang tercipta, sepanjang perjalanan win memilih diam, ia tak berani memulai percakapan, salah-salah malah membuat dosen pembimbingnya ini naik pitam pagi-pagi begini.

“udah tau kan kalau dosbing kamu itu saya win?”

“udah pak, mohon bimbingannya ya pak sampai skripsi selesai hehehe” jawab win dengan seringai di akhir, jujur saja suasana sangat awkward saat ini.

“menurut kamu, saya itu galak gak sih? Saya denger-denger mahasiswa pada bilang kalau saya galak, iyakah?” tanya bright sambil curi pandang ke arah Winata ketika jalanan lengang.

“ummm....... Enggak kok pak” win nampak berfikir dan raut wajahnya dapat ditangkap oleh bright.

“saya tahu kamu lagi bohong win hahahahhaa, gapapa jujur saja kalau sama saya win”

Win yang tahu kalau ia tertangkap berbohong oleh psikolog di sampingnya ini hanya bisa nyengir kikuk.

“hehhehehe.... Iya pak, sedikitttttt, sedikit banget loh pak, nih nih segini nih pak”

jawab win sambil menjentikkan tangannya untuk memberi tahu takaran sedikit bagi winata.

“ahahhahha lucu kamu win, btw udah tahu kan materi yang harus kamu bahas di kelas nanti?”

“tahu pak, sudah saya pahami kok”

“kamu rajin, cerdas juga. Saya bisa lihat dari kamu presentasi lusa lalu, memangnya habis dari GMM ada rencana kuliah kemana win?”

“kalau rencana kuliah sih.... Win ada cita-cita pengen ke ICL pak”

“imperal College London? Mau disana?”

“iya sih pak, pengen aja kesana, pengen lihat indahnya london, pengen ke....”

“udah sampai nih, yuk turun”

Potong bright ketika sudah sampai di parkiran universitas. Sang dosen keluar lebih dulu untuk membukakan pintu sang mahasiswa, dan itu membuat winata terkejut, perlakuan Bright padanya sangat bertolak belakang dengan perlakuan bright pada mahasiswa lain, atau Winata hanya ke GR-an saja? Yang jelas disaat ini win merasakan hal seperti Nostalgia, ingatannya dibawa pada memori beberapa tahun lalu ketika Day membukakan pintu mobil untuknya, sialnya hari ini terulang dengan orang berbeda namun memiliki paras yang sama, dan rasa itu telah bertahta disana.

***

“nah temen-temen, di mata mulai pengukuran psikologi ini, kalian cuma pakai 1 variabel ya? Artinya hanya 1 alat ukur, berbeda dengan TPS dan skripsi yang memakai 2 variabel bahkan lebih” jelas win pada mahasiswa adik tingkatnya.

Bright memperhatikan bagaimana Win menjelaskan materi dasar pengukuran psikologi pada mahasiswanya, entah melihat bagaimana win mengajarkan atau malah melihat dan memperhatikan win terus-terusan? Sudah tak dapat dibedakan.

“nah didalam variabel, ada yang namanya aspek, gak cuma disebut aspek sih, ada juga gejala, ciri-ciri, indikator tinggal menyesuaikan sama variabelnya aja, aku kasih contoh ya..... Misal, variabel stress kerja biasanya tuh yang sering muncul dan sering digunakan adalah gejala, jadi gejala-gejala stress kerja, aku kasih contoh lagi pake variabel motivasi kerja, ini variatif banget ada yang pakai aspek – aspek motivasi, ada juga yang pakai indikator, jadi kuncinya, kalau kalian mau pakai aspek, berarti semuanya aspek ga boleh di campur sama indikator ya? “

“untuk buku pakai yang tahunnya diatas tahun 2010, nah untuk jurnal cari yang ada ISSN nya ya? Kalau ga tau yang mana itu ISSN nanti aku kasih lihat.....”

“nah temen-temen, dari aspek-aspek tadi yang kalian dapet dari beberapa sumber, disusun jadi blueprint, kira-kira blueprint tuh gunanya buat apa sih? Kalau di ibaratkan nih.... Blueprint tuh kaya kerangka atau pondasinya penelitian, karena dari aspek-aspek yang disusun ini nantinya jadi aitem, ada berapa aitem di tiap-tiap aspeknya tuh semuanya ada di blueprint, jadi kalau ada yang belum paham tentang blueprint, abis ini ke perpus ya.... Pinjam skripsi terus buka di bab 3 bagian blueprint kalian amati dan lihat perbedaannya, berlaku untuk kuantitatif ya.... Walau nantinya di perpus adanya penelitian 2 variabel atau lebih tapi gapapa itu cuma sebagai gambaran buat kalian”

Tanpa sadar Bright tersenyum melihat bagaimana Winata menjelaskan materi demi materi layaknya dosen profesional, seperti ia adalah satu-satunya dosen di ruangan ini.

Senyum itu terus mengembang seiring winata menjelaskan tiap-tiap sub bab penelitian pengukuran psikologi pada anak didiknya.

“nah udah pegang jurnal masing-masing kan? Abis ini aku ajarin baca jurnal yang benar dan cara ngutip jurnal yang dianjurkan ya? Jadi ga asal copas itu dilarang ya teman-teman” ujar win dengan memegang sebuah jurnal penelitian kuantitatif di tangannya.

Mata bright membulat melihat bagaimana Winata berinteraksi dan membaur dengan mudahanya dengan mahasiswa lain, apa namanya?..... Terpesona? Betulkah? Apa benar rasa itu tertanam pada mahasiswa yang lusa lalu hampir terlambat? Benarkah?

“pak...udah selesi nih, sekarang coding, katanya mau diajarin bapak” ujar win pada bright yang sedang asik melamun, membuat seluruh kelas tertuju pada dosen muda itu.

“pak....?”

“pak Bright?”

“pakkkk.....

“ah iya win.... Gimana?”

bright terkejut ditengah lamunannya, membuat seisi kelas tertawa melihat reflek seorang bright yang terkenal dingin kini dibuat terkejut oleh seorang asdos.