Perjalanan itu terasa sangat lama bagi brian, mengemudikan mobil dari tol Semarang langsung menuju Jakarta menjadi tujuannya sore ini.
Bukan tanpa alasan ia pulang secara mendadak dan meninggalkan pekerjannya pada Mike dan Krist, pasalnya kelinci kesayangannya kini tengah gelisah di condo dengan ranjang dingin yang ada disana.
Mobil itu melaju kencang ditengah langit Semarang yang sedang mematangkan senjanya yang ranum menggoda mata.
Meninggalkan segala hiruk pikuk lelahnya pekerjaan Brian di Semarang dan dengan semangat yang membara bak api yang tersulut bensin ia memasuki kawasan Jakarta.
sungguh berbeda keadaannya semarang yang kini telah petang, sesampainya dijakarta ia disambut oleh hujan badai yang sangat keras, angin bersaing dengan rintik hujan menjadi semakin menggila menangisi ibukota, atau malah hujan dan angin itu sedang bekerja sama untuk membuat suasana Jakarta menjadi lebih dingin dari biasanya.
tunggu kak bri pulang sebentar lagi sayang, sabar ya
ujar brian di pikirannya
Mengingat beberapa jam yang lalu Metawinnya sempat megirimkan pesan singkat yang mengatakan kalau submisivenya itu sedang ingin melakukannya, tentu membuat pikiran Brian melayang kemana-mana, mana mungkin ia akan fokus bekerja sedangkan kekasihnya asik menggodanya bahkan secara sengaja mengajak Brian untuk melakukan video call, video call yang Brian yakin tak sekedar video call secara umumnya dan Brian tak bisa dengan itu, ia tak puas kalau hanya melihat Metawinnya yang sangat menggoda hanya dari layar virtual.
Mobil itu membelah badai di tengah Kota Jakarta, melaju menuju condo mereka berdua, condo yang menjadi saksi bahagianya Brian selama 3 tahun terakhir, bahagianya memiliki metawin, bahagianya memiliki pujaan hati yang selama ini menjadi pelipur laranya.
Meski ia tahu kalau metawin adalah seorang penulis, penulis bermacam-macam genre bacaan tak terkecuali menulis sesuatu tentang pengalaman sexnya menjadi sebuah cerita yang berhasil dibungkus dan diulas rapi agar bisa dibaca dan dinikmati banyak orang.
Ia sampai di apartemen ini, meski disambut dengan hujan dan langit hitam mendung yang berlomba-lomba membuat Jakarta menjadi lebih dingin dari biasanya, nyatanya Brian tak masalah akan hal itu, ia melangkah memasuki apartemen ini untuk segera menuju condo mereka, menuju pintu yang menjadi pemisah jarak antara dirinya dengan sang pujaan hati.
ah pasti win terkejut kalau aku pulang malam ini, sedang apa dia? Sudah tidurkah? Mungkin karena dingin pasti win sudah tidur pakai selimut
begitulah pikir Brian.
Tanpa ia tahu didalam kamar itu ada Metawin yang sedang gelisah diatas ranjang, pasalnya ia sedang ingin melakukannya dengan Brian, namun apa daya sang kekasih sedang berada diluar kota untuk melakukan pekerjannya.
Pikiran metawin penuh dengan imajinasi kotornya dengan brian, tentang bagaimana mereka melakukan itu saat pertama kali, tentang bagaimana hebatnya brian memeberikan sex terbaik dan ternikmat yang pernah ia rasa, tentang seberapa tampannya brian hingga berhasil meluluhkan hatinya, tentang sesuatu yang ada di pangkal paha Brian yang sukses membuat Metawin bergerak-gerak gelisah memikirkan sesuatu yang nakal, berfikir akan bermain dengan mainan barunya yang ia beli tanpa sepengetahuan Brian.
Ia membelinya bukan tanpa alasan, karena Brian kadang terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga lupa kalau ia memiliki kewajiban untuk memenuhi nafkah ranjang Metawin, sungguh metawin sedang seingin itu hingga ia membeli mainan itu.
Disisa kewarasannya, metawin memutuskan untuk melakukannya, bermain-main dengan dildo yang ia beli, ia penasaran dengan sensasinya, akankah sama nikmatnya ketika ada Brian disini? Akankah sama penuhnya saat Brian memasuki dirinya? Akankah sama hangat dan kerasnya dengan milik Brian ketika ada dalam dirinya?
Ia benar-benar penasaran hingga tanpa sadar ia sudah beringsut dari ranjang, mengenyahkan dingin yang menusuk kulit, dingin antara pendingin ruanagn dengan sensasi lembab hujan nyatanya tak dapat melegakan kegerahan dalam diri Metawin, badannya panas butuh melakukan pelampiasan dan pelepasan.
Ia menuju lemari besar itu dan segera mencari-cari sesuatu didalamnya, mencari-cari dengan teliti kesana kemari mencoba menemukan barang yang ia cari, barang yang sengaja ia timbun dengan beberapa pakaian agar Brian tak dapat menemukannya.
ah ini dia ketemu
jerit Metawin dalam hati ketika menemukan barang yang ia cari, sesuatu yang berbentuk penis itu benar-benar ia beli, bahkan ia mencari ukuran yang hampir sama dengan milik brian. 20 cm sungguh bukan ukuran yang kecil untuk Metawin terima dari Brian.
Dibawanya benda itu dan ia berjalan menuju nakas di sebelah ranjang, ia mencari sesuatu yang Brian simpan disana, sesuatu yang penting dalam melakukan percintaan mereka berdua diatas ranjang, sesuatu itu adalah lubricant.
Ia ingat beberapa waktu lalu ketika mereka sedang belanja di mall, Metawin lah yang memilih lubricant dengan wangi yang ia sukai ini.
Meski dengan penampilan good boy dan terkesan polos, nyatanya didalam dirinya tersimpan sifat nakal dan jalang yang hanya ia keluarkan ketika bersaama Brian.
Setelah didapatnya dua benda itu, Metawin langsung membawa dirinya diatas ranjang, duduk diatas selimut yang sesaat tadi menghangatkan dirinya yang sebenarnya tidak kedinginan, justru ia merasa kepanasan dengan nafsu yang perlahan membakar tubuhnya ini.
Dilepaskannya satu persatu pakaian yang menempel ditubuhnya.
Dimulai dengan melepaskan kaos yang ia pakai, hingga memperlihatkan tubuh telanjang bagian atasnya, sungguh indah.
Dengan kulit putih sehat nan bersih lengkap dengan lekukan otot tipis yang memperindah manuasia ini masih dilengkapi dengan dua noktah warna pink yang sangat disukai brian itu, ah nyatanya seluruh yang ada dan menempel di badan metawin menjadi pusat berhatian Brian selama ini.
Setelahnya dilepas juga celana pendek itu, celana yang hanya menutupi setengah dari paha putih nan mulus itu menyisakan kain fabric yang menutupi bagian privasi dirinya itu.
Metawin tak langsung melepasnya, yang dilakukannya adalah menyentuh bagian dirinya dengan gerakan sensual sembari menutup mata seolah menikmati rangsangan yang ia berikan sendiri pada tubuhnya, di sentuhnya kulit leher itu, ia bawa perlahan menuju dadanya, sangat pelan hingga menimbulkan friksi kegelian dan membuat darahnya berdesir menandakan nafsunya sudah mulai memuncak.
Di remasnya dada itu satu persatu, kanan kiri secara bergantian untuk memberikan sensasi luar biasa pada badannya, hingga ia menyentuh puting itu, puting pink itu metawin cubit pelan hingga membuat dirinya kegelian sendiri.
“akkkhhhh..emmmpphhhhh”
Metawin mendesah tertahan akibat permainan tangannya sendiri, sensasi yang ditimbulkan sungguh membuatnya merasa nikmat dan kegelian di saat yang sama.
Di putar dan dipilin kedua putingnya secara bersamaan agar memberikannya rasa nikmat itu, ia membayangkan kalau sekarang brian sedang asik mengerjai dadanya pasti brian akan menaklukannya tanpa ampun dan mengerjai dadanya hingga kulit putih itu menjadi kemerahan karena seorang dominan yang kehausan akan nafsu yang menuntut pelepasan.
Bayang-bayang Brian benar-benar hadir di tengah asiknya ia meremati putingnya, dengan mata terpejam metawin mendesah-desah seakan dia sedang bercinta dengan sang dominan di atas ranjang.
Ia membayangkan Brian sedang mencumbui dirinya sungguh pikiran metawin dibawa melayang entah kemana hingga ia berbuat senakal ini.
Setelah puas dengan bagian atas dirinya, kini metawin melepas satu-satunya kain yang menempel dibadannya, dilepasnya hingga tak bersisa.
Dibawanya tangan mulus itu untuk menggenggam kejantanannya yang sudah ereksi sedari tadi, di gerakkannya dengan tangan kanan kedepan dan kebelakang agar menimbulkan sensasi nikmat pada area privasinya itu, sedangkan tangan kirinya sibuk meremati dadanya.
Dengan mata terpejam, Metawin melakukan itu seakan bayang-bayang Brian hadir di dalam pikirannya, ia juga mendesah dan meracau tak jelas akibat rangsangan tersebut.
“eennghhhh…….ahhhh….ahh…kakkhh bri..anhhhhhh…..ahhh”
Win mendesah membayangkan Brian dipikirannya, rasa nikmat itu terus menjalar ditubuhnya seakan ingin mengahancurkannya pelan-pelan.
Setelah puas bermain-main dengan kedua spot sensitifnya, metawin menyudahi kegiatannya itu, ia tak sabar untuk ke permaianan utama.
Diambilnya dildo itu dan dioleskan dengan pelumas, sebanyak mungkin agar dapat meredakan perih yang mungkin saja akan terasa sebentar lagi.
Diletakkannya dildo itu di tengah-tengah duduknya, memasukkannya pelan-pelan seraya memejamkan mata, membayangkan ketika Brian sedang memasukinya, sungguh Metawin sedang seingin itu hingga ia berbuat sejauh ini.
“eemmmpphhhh…..ahhhhhhhh”
Metawin mendesah keras, merasakan inchi demi inchi benda itu memasuki dirinya, membayangkan penis Brian yang sedang memasukinya hingga terasa penuh dan sesak.
“emmmmppphhh….hemmmppphh….ahhhhh…agghhhhhh”
ia terus vokal seiring dirinya yang naik turun dalam duduknya memainkan benda itu, sungguh nikmat sekali ketika benda itu telah sampai di ujung sana, menyentuh titik yang nikmat itu hingga kakinya terasa lemas dibuatnya.
Suara hujan yang semakin deras di luar, kini berlomba-lomba dengan suara desahan dan erangan metawin saat ini, seperti berpadu menjadi friksi yang enak didengar oleh telinga, desahan sensual itu terus keluar seiring menggilanya Metawin menaik turunkan tubuhnya agar rasa nikmat itu semakin besar menerjang dan menenggelamkan dirinya pada lautan nikmat itu.
“ahh…ahhh …kak bri…enak kak…..ahhh lagi …ahhh…lagi kakkhhh”
win terus meracau membayangkan brian sedang menyetubuhinya, dengan mata terpejam kini kedua tangan itu ikut aktif meremati putingnya sediri, mencari-cari nikmatnya agar segera mendapatkan kelegaan itu.
Semakin dalam
Semakin cepat
Metawin merasakan nikmat itu, walau tak sebanding dengan persetubuhan yang Brian berikan, setidaknya malam ini ia bisa mendapatkan pelepasannya, begitulah pikirnya tanpa ia tahu kalau Brian sedang berada di luar pintu apartemennya.
“enghhhh….ahh….ahhh…enak…lagi…ahh…kakkkkk….genjot Win yang kuathh….ahhhhh”
Nikmat itu menghancurkan. Metawin sampai ke titik terdalam, membuat pikiran kotornya semakin menjadi-jadi, membuat nafsunya seperti disulut oleh api.
Ditengah asiknya ia menaik turunkan tubuhnya ia dibuat terkejut dengan suara seseorang, ia kenal suara itu, itu suara brian.
Dengan mata yang sedang tertutup apakah benar itu hanya imajinasi? Tidak, ini terlalu nyata untuk dikatakan sebagai sebuah imajinasi semata. Hingga….
“𝒉𝒊 𝒃𝒖𝒏𝒏𝒚….𝒓𝒆𝒂𝒅𝒚 𝒇𝒐𝒓 𝒚𝒐𝒖𝒓 𝒑𝒖𝒏𝒊𝒔𝒉𝒎𝒆𝒏𝒕?”
ucap Brian dengan suara baritonnya yang sukses mengagetkan Metawin dan langsung membanting dirinya di bawah selimut untuk menutupi apa yang sedang ia lakukan sesaat tadi.
Rasa-rasanya percuma Metawin menutupi dirinya dengan selimut itu, Brian melihatnya, melihat semuanya, melihat bagaimana jalangnya Metawin bermain-main dengan dildo itu, melihat bagimana lincahnya tangan metawin meremati dada dan putingnya sendiri, dan brian juga mendengarnya, mendengar bagaiman Metawin mendesah, meleguh dan mengerang, mendengar bagaimana Metawin menyebut namanya ditengah gilanya metawin memuaskan dirinya sesaat tadi.
“ka….kak Brian? Kok…pu…pulang…ngapain?”
Tanya Metawin terbata-bata, tentu saja ia malu dengan apa yang barusan ia perbuat tadi, bermain dengan dildo dan mengerang menyebut nama Brian sungguh metawin sedang malu saat ini hingga ia menyembunyikan wajahnya dibawah bantal.
“katanya tadi bunny nya kak Bri lagi kepengen kan? Taunya malah lagi asik main ya? Pake mainan apa tadi sayang? Sini coba kak bri lihat”
ujar Brian mencecar si manis dengan pertanyaan yang malah membuat Metawin semakin salah tingkah.
“enggg….anu kak…..jangan…jangan deket-deket…jangan kesini jangannnnn”
Metawin memarahi Brian, ia takut kalau sesaat tadi Brian tahu kalau ia asik bermain-main, padahal ia sudah tahu juga jawabannya kalau brian sudah melihat dan mendengar semuanya, tapi tetap saja ia malu.
“hushhhhhh its okay baby bunny, kak Bri paham kok…sekarang kak Bri udah ada disini kan? Mau kak bri bantuin?” tawar Brian pada metawin.
Tentu saja Metawin ragu, dengan keadaannya seperti ini, telanjang di atas ranjang dengan lilitan selimut menyembunyikan dirinya dan alat itu dari brian, bagaimana mungkin ia akan menerima bantuan Brian, yang ada ia semakin malu dibuatnya.
“enggak kak…gausah…udah kak Bri keluar kamar cepatt…win mau bersihin ini..keluar gakk…cepet keluar kakkkk”
jerit metawin heboh, sungguh bukannya Brian pergi, justru kini sang dominan langsung melepas jaketnya dan langsung menaiki ranjang.
Ia menarik selimut itu dengan sekali gerakan.
Menyibakkannya hingga selimut itu hilang entah kemana, memperlihatkan win yang telah polos disana, lengkap dengan mainan yang masih menancap disana.
Jelas Win menyuruh Brian pergi, karena ia pasti kesusahan untuk berjalan dengan alat itu masih menyumpal tubuh bagian bawahnya, namun sayangnya kesempatan itu pudar sudah.
Brian lebih cepat dan lebih gesit sehingga kini sudah ada diatas ranjang menelanjangi win yang sudah telanjang sedari tadi.
“wowwww……bunny nya kak Bri nakal ya sekarang? Bisa beli mainan kaya gini diajarin siapa sayang?”
tanya Brian dengan memberikan seringai penuh kemenangannya disana.
Seringai senang karena sekali lagi ia mendapati metawinnya yang bermuka polos dan lugu itu kini berubah menjadi bunny yang nakal dan jalang di saat bersamaan.
“eummm….kak Win malu huhuhu…kak Bri bisa keluar gak?”
tanya Metawin balik tanpa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Brian.
“kakak bantuin ya sayang? Gapapa gausah malu, mau dapet ide buat naskah kan? Jarang loh ada bacaan yang pasangannya bantuin kamu keluar pake dildo, mau kan? Iyakan sayang?”
tanya Brian mencecar Metawin dengan cepat, sedangkan Metawin tak dapat memproses perkataan tadi dengan cepat karena benda itu masih menyumpalnya, sedikit banyak membuyarkan konsentrasinya kali ini.
Belum sempat Metawin menjawab, Bright langsung mengungkung submisivenya, menunjukkan dominasi tanpa celah dan dominasi absolutnya, seakan memberi tahu metawin bahwa dibawah kungkungan sang dominan seperti ini, ia tak memiliki daya dan kekuatan untuk menolak, seakan dalam diam Brian memberi tahu kalau ia tak bisa mendengar kata 'tidak' dan penolakan dari Metawin saat ini.
Mereka berciuman, lebih tepatnya Brian lah yang memberi ciuman dan cumbuan itu pada metawin, cukup tenang dan lembut penuh perasaan agar metawin yakin kalau Brian benar-benar melakukan ini karena rasa sayang dan tak akan menyakitinya.
“ummmm….emmpppppp”
Win mendesah sendiri, dengan ciuman yang terasa semakin panas dan semakin dalam seperti ini berhasil membangkitkan nafsunya kembali, ditambah dengan sumpalan di tubuh bawahnya membuat otak dan pikirannya ingin hilang fungsi saat itu juga, hanya menuntut dan memohon kepuasan pada Brian adalah hal yang ingin win lakukan saat ini.
Brian mencumbu metawin seperti musafir kehausan akan air, mencumbu seakan tak akan pernah puas, dengan perjalanan panjang dari semarang menuju Jakarta tentu Brian tak akan hanya mencumbu metawin, ia akan melakukan hal yang lebih jauh setelah ini, sangat jauh hingga menempatkan permainan ranjang mereka ke level yang lebih tinggi lagi.
Ditengah cumbuannya, Brian meremati dada metawin, bermain dengan dua noktah berwara pink itu, area kesukaan brian tentunya.
Ia meremas, memilin kekanan dan kekiri membuat metawin kegelian dan meremas sprei sebagai pelampiasan nikmat yang diberikan brian, bahkan saat ini kaki metawin ia lingkarkan di pinggang sang dominan, seakan ingin berkata kalau jangan berhenti dan jangan berhenti mengerjai dirinya.
PWAHHHHHH
Brian melerai cumbuannya, membiarkan bunny kesayangannya mengambil dan mengatur nafas sebelum ia bawa melayang jauh keatas sana.
“ah…ahhh…hah……emmmhhh….ahhh”
Win kesusahan mengatur nafasnya karena cumbuan Brian yang memang diluar nalar, Brian sangat ahli dalam permaian seperti ini.
“suka Win ?enak diginiin kak Bri?”
Belum sempat menjawab, Brian langsung menjilati leher Metawin, menjilat kadang juga ia sedot pelan untuk memberikan sesasi itu pada subisivenya.
“eenggghhh….kakhhh….ahhh…..eemmmpphhhhhh”
Win mendesah atas perlakuan dominannya yang terus-terusan memberinya rangsangan tanpa jeda.
Pun Brian yang menjilati leher indah Metawin menuju dadanya, di dada itu Brian melampiaskan nafsunya, melupakan Metawin yang masih tersumpal dibawah sana.
Ia menjilat dan menyedot noktah pink itu sesuka hatinya, berpindah dari kiri ke kanan atau kanan ke kiri semaunya karena memang kenyataannya itu memang hanya milik Brian dan hanya Brian yang boleh memeperlakukan dan mengacaukan Metawin seperti ini.
“enghhh….kak brihhhhh….ahhhh ….enakk..kakkhh…emmmppphhhh”
Mendengar erangan dan desahan metawin tersebut malah membuat Brian semakin liar, saking gemasnya kadang ia menggigit noktah pink itu membuat submisivenya meremas sprei lebih keras lagi.
Ia semangat sekali memberikan tanda-tanda cinta itu di dada Metawin, memberikan cupangan di setiap tempat yang Brian jilat dan ia sesapi kulitnya.
“ahhhh…kak…..win……..empphhh….kakhhh” erang metawin.
Seakan ia tahu kalau submisive tak kuat lagi diperlakukan seperti ini, Brian menyudahi kegiatan menandai submisivenya ini. Membiarkan Metawin terengah-engah menata nafasnya.
Brian bangkit dan berguling disebelah Metawin, di posisikannya kaki metawin mengangkang sedemikian rupa, memperlihatkan dildo itu yang masih menyumpal metawin sedari tadi, di saat ini, di detik ini Brian siap menunjukkan kalau permainan tangannya juga tak kalah hebat dan dapat membuat bunny kesayangannya ini keluar hanya dengan ketrampilan yang tangannya miliki.
“kak bri mulai ya sayang?”
tanya Brian agar win mempersiapkan dirinya untuk diberikan kepuasan mutlak oleh Brian.
Metawin hanya mengangguk dengan tangan masih meremas sprei untuk meredakan nikmat yang datang tanpa jeda dari dalam dirinya.
Brian memulai dengan menarik benda itu seakan ingin ia keluarkan, namun ketika akan keluar ia dorong lagi kedalam cukup pelan tak terlalu kasar namun nyaranya bisa membuat metawin mengerang tertahan.
“enggghhh….emmpphhh kakhhhh…..ahhhhh”
Win mendongakkan kepalanya keatas memandang langit-langit kamar mereka, seakan disana Metawin bisa melihat bintang dan alam semesta yang sedang berputar pada revolusinya masing-masing, sungguh metawin telah dibawa melayang entah kemana akibat nikmat yang terus menerjang dirinya.
Ditarik lagi benda itu oleh brian, setelahnya dimasukkan lagi.
“enghh…ahhh…kakhh…..lagihh…ahhhhh”
Win meminta lebih ternyata, ia ingin dibawa kesana, entah kemana nikmat itu berada, yang ia tahu hanya Brian yang bisa mengantarnya ke titik itu, ke tempat itu, ke nikmat itu.
Clok
Clok
Clok
Brian memasukkan dan mengeluarkan alat itu lebih cepat, lebih dalam, lebih intens.
Hal itu membuat Win semakin mendongakkan kepalanya keatas, punggungnya melengkung seperti busur panah dan nafasnya ia tahan sebagai tanda kalau gelombang kenikmatan itu tengah berlomba-lomba menenggelamkannya lebih dalam lagi hingga Win tak dapat kembali kepermukaan.
“ahhhh…kakh,….Win mau….ahhh…kakk….disitu ahhhh…..”
Win terus meracau ditengah nikmat yang terus menghancurkannya dari dalam.
“disini Win? Disini sayang? Huh enak ?enak diginiin sama kak bri? Suka sayang?”
Brian terus mencolok-colokkan alat itu kedalam metawin, agar si submisive mendapatkan puncaknya.
“yeahhhh..ahhh….ahhh…..aku…..aku…….win…kel…..AHHHHHHHHHHH”
Win menjerit sekeras mungkin ia bisa, kepalanya mendongak setinggi-tingginya, matanya memutar menyisakan bagian putihnya saja, tangannya mencengkram sprei kencang-kencang, kakinya bergetar dan lemas di saat yang sama.
Sungguh dahsyat pelepasan yang ia dapatkan kali ini karena Brian.
Sangat berbeda dengan permainan mereka yang lalu-lalu, kali ini tanpa Brian memasukinya nyatanya bisa membawa Metawin melayang sangat jauh sekali.
“ahh….hah……ahhh….udah kak…udah…Win capek…ahhhh”
ujar Win, Brian yang tahu kalau submisivenya telah mencapai pelepasan hanya dari permaianan tangannya kini tersenyum bangga.
Dikeluarkanya alat itu dari dalam metawin. brian meletakkannya di kaki ranjang.
“kok sampe beli begituan kenapa sayang? Hmm?”
tanya Brian seraya melihat ke netra yang lebih muda, ia ingin jawaban dari kekasihnya itu.
“eumm….Win…Win cuma mau coba aja kok kak. Iya win cuma mau coba-coba aja kok hehhehhhe”
jawab Metawin yang sebenarnaya ia bingung dengan jawabannya sendiri.
“kalau gitu sekang coba penis yang beneran yuk sayang? Mau kan?”
Brian berkata dengan menyunggingkan seyuman manisnya di akhir kalimatnya, seakan ia merayu dan menggoda metawin secara bersamaan agar mau bercinta dengannya, dalam artian benar-benar bercinta dengan penis Brian bukan dengan alat yang tadi metawin gunakan.
“tapi kak…Win kan udah …”
“hushhhhh….just do it okay?”
Rayu Brian, yang dilakukan Metawin adalah mengangguk, ia sadar kalau dominannya kini juga sedang dalam puncak nafsunya, sungguh egois jika ia membiarkan Brian tersiksa dengan keadannya yang sekarang.
Hujan yang tadinya deras kini sudah mulai reda, tinggal rintik-rintik kecil yang menghiasi langit malam dan piasnya lampu jalanan ibukota saat ini.
Brian yang masih menggunakan pakaian lengkap kemeja dengan celana kainnya kini beringsut dari ranjang, ia berjalan menuju kaca besar yang tertutup tirai.
Setelahnya brian membuka tirai itu lebar-lebar mempersilahkan cahaya lampu jalanan yang dengan lancang menembus kaca bening itu, sungguh indah Jakarta setelah terkena badai tadi, suasananya tenang dan sepi, hanya tersisa rintik hujan tipis-tipis yang berkolaborasi dengan cahaya lampu membuat suasana kini semakin syahdu.
Brian berjalan menuju ranjang, meninggalkan tirai yang dibuka lebar-lebar tersebut, mengubah suasana kamar yang awalnya hanya tersisa remang lampu kamar kini menjadi semakin terang dengan masuknya cahaya lampu jalanan.
Tanpa ba bi bu, Brian kembali mencumbu Metawin, mencoba membangkitkan api yang tadi membara, mencoba membawa Metawin kesana kembali bersamanya.
Ciuman yang awalnya penuh perasaan kini semakin dalam, semakin mendominasi satu sama lain, pun Metawin yang sudah mulai masuk dalam alur permainan Brian.
“eummhhhh….enghhhh”
Win mulai mendesah, memberi tanda pada brian kalau ia sudah siap untuk dibawa pergi ketitik itu, ia sudah siap dihancurkan Brian dari dalam dengan kebanggannya.
Pun brian yang sudah aktif melucuti satu persatu pakaian yang menempel di tubuhnya, mencoba menyamakannya dengan
Metawin, membuat dirinya polos diatas ranjang ini.
Kemeja
Celana
Kaos dalam
Boxer
Hingga CD
Semuanya sudah terlucuti, mereka berdua benar-benar polos diatas ranjang, menampilkan badan berotot Brian lengkap dengan penis besar dan panjang itu, penis yang metawin inginkan sedari tadi, penis yang akan membuat dirinya mendesah dan menjerit nimat meminta lebih dan lebih, disitu juga ada Metawin dengan kulit putih sehatnya dengan beberapa tanda kemerahan yang telah Brian berikan di permaianan tadi.
Win yang sudah ketahuan basah sisi nakalnya mulai saat ini ia tak akan malu-malu lagi, ia akan mencoba mendominasi permainan ini, ia ingin mencoba memegang kemudi atas permaianan ini. Ia langsung menggenggam penis Brian dengan mantap, merasakan friksi hangat dan hidup di genggaman tangannya.
“gak sabar ya sayang? Mau lolipop ya win?”
tanya Brian menantang metawin, seakan ingin unjuk gigi siapa yang akan mendominasi permaianan disini.
Yang diberi tanya juga hanya mengangguk dan langsung mengubah posisinya menungging dengan kepala menghadap langsung ke penis brian, siap untuk memberikan service blowjob terbaik yang ia bisa.
PLOPHHHHH
Penis itu Metawin masukkan langsung kedalam mulutnya, tak sabar ia langsung memasukkan menuju ke pangkal tenggorokannya, ia ingin Brian merasa puas dan bangga karena memiliki Metawin.
“aaarghhhhhh…..bangsattthhhh sayanghhh enak bangethhhhhh…..”
Brian mengerang dan mendesah akibat blowjob dan deepthroat yang diberikan metawin, benar-benar seperti jalang yang haus akan penis, metawin melakukan blowjob itu dengan semangat, kepalanya maju mundur untuk memberikan nikmat pada penis Brian.
“aaaghhhh….suka kamu sayang? Suka nyepong kontol gede? Iya bunny? Bad bunny kamu Win…….aaarghhhhhhhh”
Brian memberikan pertanyaan yang seharusnya ia tahu jawabannya.
Win mengangguk ketika mulutnya masih penuh oleh penis Brian, hal itu mengakibatkan rasa nikmat dan ngilu yang datang bersamaan pada tubuh brian hingga kakinya gemetar menahan nikmat itu.
“udah Win…..ahhh…udah sayang….kak bri mau langsung aja ya bunny”
kata Brian seraya membopong Metawin, Win yang terkejut sekaligus bingung tak bisa menebak kemana ia akan dibawa brian, bukankah harusnya mereka melakukan percintaan panas itu di ranjang?
Dibawanya Metawin menuju kaca besar transparan yang tirainya telah disibakkan oleh brian tadi, win diturunkan dan punggungnya di bungkukkan sehingga win terlihat seperti menungging dan menghadap langsung pada gedung-gedung apartemen di depannya, ternyata inilah keinginan brian, menyetubuhi Metawin di kaca balkon, padahal bisa saja penghuni apartemen di sebrang jalan sana melihat pernyatuan mereka ini, tapi apa boleh buat, Metawin juga ingin dimasuki oleh Brian saat ini, sekarang ini.
Win mencari-cari pegangan namun tak bisa ia temukan, jadi ia hanya memegang kaca dengan telapak jarinya, kaca licin berembun karena hujan itu kini menjadi satu-satunya tumpuan Metawin untuk bertahan dari gempuran penis Brian sesaat lagi.
“kak Bri masuk ya sayang? Tahan ya …..”
“AAAAARGRHHHHH KAKHHHH AHHHHHHH”
win menjerit heboh, kakinya gemetar dan lemas, pegangan tangannya melemah karena hujaman penis brian yang langsung menumbuknya ke titik terdalam.
Meski sudah diberi peringatan oleh Brian, nyatanya tetap saja metawin merasakan sesak dan kepenuhan ketika penis perkasa itu mulai mengisi dirinya.
“aahhh….enak sayanghh…..so tight….fuckkkkk…ahh…..yes baby”
Brian menggila di tengah genjotannya pada metawin, ia memompanya tanpa ampun dan tanpa jeda membuat win harus terengah-engah mengatur nafasnya, ia lemas dan nikmat disaat yang sama ditengah gempuran sang dominan di titik paling lemahnya.
“kak…ahhh…….pelan dikithhh……ahhh…engghhhh kak brihhhh annhhhhh”
di sisa kekuatannya win memohon pada Brian akan mengendurkan pompaannya, namun jauh di dalam diri brian , ia tahu kalau sang submisive sedang merasakan nikmat yang sama, nikmat yang sedari tadi mengumpul di ubun-ubun kini ingin mereka berdua luapkan bersama.
“kenapa Win?……bukannya kamu sukahh ….suka kan di entot keras gini…ahhhhh ahhh fuckkk enak banget sayangh…ahhh ngentotin kamu gini enak bangethhh ahhh”
Brian vokal sekali saat ini, ia sibuk meluapkan rasa enak dan nikmatnya, tak lupa ia terus memuji submisivenya agar mau bertahan sebentar lagi untuk mendapatkan pelepasan bersama.
“ahh….ah…yeshh……fuck me kak….fuck me harderhhhh….and fasterhhh..ahhhh …fuck….me”
giliran Metawin yang berusaha membakar suasana kamar ini lewat ucapan ucapan kotornya, berbanding terbalik dengan perkataanya sesaat tadi minta untuk diperlambat temponya kini Win malah meminta lebih, lebih keras dan lebih cepat.
“GINI WINHH…GINI HUH? AAHHH FUCKKK……..”
Brian berteriak keras dan lantang, ia akan mencapai puncaknya sebentar lagi, pun dengan Metawin yang sudah tak kuat menahan nikmat, badannya terlonjak-lonjak dari tadi.
“I,,,iya kakkhhh…ahhh…winhh…winnhh…mau…”
“bareng sayanghhh….barengan..bentar lagihhhhh…..”
Clok
Clok
Clok
Clok
Brian mempercepat tempo dan gerakannya, membuat Metawin kepayahan karena brian berhasil menyentuh dan menumbuk bagian sensitive itu berkali-kali membuat pelepasannya semakin dekat.
“aaaaagghhh,,….gak kuathhh win..mau..kel…..u…..AARRGHHHHHHHH”
“FUCK FUCK KAK BRI KELUAR WINHHHH AAAARRRGHHHHH........ KAK BRI HAMILIN KAMU SAYANGHHHHHHH.........”
Mereka sampai bersamaan, brian yang terengah-engah harus memengang pinggang metawin agar tak ambruk kebawah, dibawanya metawin dalam gendongannya menuju ranjang.
Mereka tidur bersebelahan,saling berpelukan saat Jakarta usai di guyur hujan, sungguh ada-ada saja kisah percintaan dua anak manusia.
Konten Kotor JeJe & Fei
@bbrightmewin X @minionbee_
2020