Waiting Sabtu, 14 Desember 2019 Hero café, 05:10 Pm

Win sudah sampai disini, di café yang sama ketika awal dulu Bright mengajaknya keluar, Hero café nyatanya sudah menjadi sebuah tempat kenangan yang membekas di hati winata.

Semua kenangan tentang Bright pertama kali membukakan pintu mobil untuknya, menggeserkan kursi untuknya, tentang kenangan hari-hari awal mereka mengenal satu sama lain, semuanya masih terekam jelas di ingatan winata, ia bisa melihat dirinya dan Bright yang sedang menikmati senja hingga malam di antara bangunan tua yang menjadi saksi, ia bisa melihat bagaimana Bright menatapnya hari itu, semuanya masih terekam jelas dalam ingatan mahasiswa semester akhir itu.

Hanya dengan mengingat hal itu ia tersenyum, mengingat hari ini ia menunggu kehadiran Bright untuk mengulang semuanya sekali lagi, memperbarui ingatannya dengan kenangan baru di hero café. Untuk itu ia sudah ada disini, duduk di meja dan kursi yang sama dengan hari itu, namun kali ini berbeda, tak ada senja di langit semarang sore ini, hanya tersisa mendung yang semakin sore semakin memperlihatkan hitamnya.

Diatas meja sudah tersaji es krim 3 rasa dan Americano, win sudah memesankan minuman kesukaan Bright nyatanya, seyakin itu Bright akan datang sesuai janji yang diberikan untuknya.

Perlahan mendung itu kini telah menjadi gerimis, rintiknya kecil turun dari langit menemani winata dalam penantiannya. Pelahan juga keraguan itu terasa semakin nyata, terasa semakin menyambangi pikirnya. Berkali-kali winata mengecek handphone miliknya untuk melihat apakah ada pesan singkat dari Bright, namun nihil yang ia dapatkan, pikirannya sudah mulai ragu apakah Bright akan datang kali ini, namun winata mencoba berfikir kalau mungkin saja Bright sedang dalam perjalanan dan terkena macet, mengingat malam ini adalah malam minggu, malam paling sibuk dan padatnya kota Semarang.

Gerimis itu kini menjadi hujan, rintiknya semakin deras menangisi kota semarang, suara gemercik air itu kini menjadi melodi yang membuat hati winata semakin gundah, rasanya tak tentu disana, dirinya ada di ambang putus asa, dibalik bangunan tua itu seakan mereka sedang berlomba-lomba mengejek dan menghina winata dalam kesendiriannya malam ini.

Berkali-kali winata melihat handphone dan suasana di luar café, berharap Bright untuk cepat datang menemuinya dan memupus rasa gelisah yang menyambanginya bersama hujan yang semakin deras, namun lagi-lagi tak ada apapaun yang ia dapatkan.

Untuk kali ini winata memberanikan diri menelfon Bright, berharap mendapat kabar dan kepastian tentang kehadirannya yang telah dinanti winata dua tiga jam terakhir.

Telfon itu tersambung namun tak terjawab, diulanginya sekali lagi dan tak terjawab lagi, sekali lagi, sekali lagi dan sekali lagi hingga tanpa sadar ia sudah menekan tombol panggilan sebanyak lima belas kali dan tetap saja nihil yang ia dapatkan, kegelisahan dan keputus asaan itu kini kian menjadi-jadi bersama rasa kecewa yang perlahan tumbuh disana, dihati winata.

Embun di jendela kaca Hero café mengaburkan pandangan dan memutus koneksi dengan dunia diluar ruangan ini, embun yang semakin tebal karena hujan yang masih belum menunjukkan titik terang.

Semakin malam semakin dingin, dilihatnya sebuah Americano diatas mejanya, tak lagi hangat dan yang tersisa adalah embun yang menemani kesendiriannya disini.

Jika tadi winata mencoba menelfon Bright, kini Winata mengirimkan pesan singkat, jika saja Bright sedang sibuk dan tak bisa menerima telfon mungkin saja pesan singkatnya akan terbalas dan melegakan kegundahan yang ada dihatinya saat ini.

Puluhan pesan singkat itu ia kirimkan, dan puluhan menit Winata bertahan dalam kegundahan dan kekecewaan. Tak ada balasan sama sekali untuk puluhan pesannya. Ia tak ingin menangis disini meski ia ingin, dibuangnya pandangan itu pada langit-langit kafe, menahan air matanya agar tak jatuh dan menumpahkan segala rasa kecewanya di kafe ini.

Sudah pukul 09:00 malam, suasana kafe yang semakin sepi menambah kesepian yang winata rasanyan, normalnya kafe ini akan semakin ramai jika saja hujan tak menyambangi kota ini dan membatalkan ratusan niat turis untuk berkunjung dan menghabiskan waktu di kota lama, hanya sepi dan dingin yang menemaninya disana, di balik jendela ia terus berharap kalau Bright akan datang.

Semakin malam semakin dingin dan semakin sepi, hanya dirinya lah yang menjadi pengunjung yang bertahan di café ini hingga selarut ini, mengabaikan kenyataan jika sebentar lagi jam tutup akan segera tiba, dalam resahnya hati, winata masih berharap Bright akan datang. Detik terus berganti menit, menit terus berganti disetiap putaran equaternya yang terus mengubah waktu menjadi semakin larut, semakin malam dan semakin dingin yang tersisa.

“maaf kak, kafe nya akan segera tutup, kami juga sudah close order”

ucap seorang pramusaji yang membuyarkan lamunan winata, lamunan yang menyakitkan dan kini ia sadar mendapati fakta kalau Bright lagi-lagi tak menepati janjinya menyisakan perih dihatinya. Winata memaksakan sebuah senyum pada pramusaji itu, menyembunyikan raut kecewa yang ada diwajahnya.

“baik, makasih ya kak”

Setelahnya winata segera berdiri, dipandanginya es krim yang sudah berubah menjadi air gula dan segelas Americano yang sudah kehilangan hangatnya, lebih dari segalanya, ada winata yang kini kehilangan rasa percayanya pada Bright, disini, di hero café tempat semuanya berawal dan kini harus memiliki kesan yang buruk untuk winata rasa dan winata ingat.

Ia melangkah ke kasir untuk membayar pesanannya, setelahnya ia berjalan menuju pintu keluar, siap menyambut hujan yang masih belum mereda, sebelum ia melewati ambang pintu dipandanginya sekali lagi meja itu, ia bisa melihat dirinya dengan Bright disana, terlihat bahagia setiap bertukar cerita hingga ia melihat dirinya sendiri dalam sepi menunggu kedatangan Bright malam ini. Meski kecewa, meski perih win memilih untuk beranjak dan berjalan keluar ditemani hujan.

Dibawah hujan air mata itu jatuh, dibawah hujan juga perasaan winata ikut luruh dan luntur dibawah tangis sang langit, disana winata ikut menangis bersama langit semarang yang semakin malam semakin deras, menyisakan dingin, sepi dan kecewa dihati winata.

Sabtu, 14 Desember 2019 Winata yang menangis menemani hujan dilangit Semarang.