Win Or Lose

Phuket-17:15 Pm

Matahari sudah berada di peraduannya setelah seharian melewati katulistiwa, hari ini adalah hari besar untuk Bright, sebuah event yang memamerkan seluruh tahap kehidupannya yang terangkai indah dibalik jepretan foto dan kokohnya figura.

“Jadi ini semua hasil fotografi kakak semua?”

Tanya seorang pengunjung terakhir, ia seorang remaja laki-laki yang banyak bertanya, tentu saja Bright dengan senang hati memberikan guide tour untuk menutup acara hari ini.

“Tak semua, tapi kebanyakan memang hasil fotografiku”

Mereka berhenti disebuah foto Bright kecil yang ada di gendongan sang ibunda.

“ini foto kakak?”

Bright mengangguk dan mulai menjelaskan.

“Iya, dan yang sedang menggendongku itu mama, perempuan yang kamu jumpai di depan tadi, ingat?”

Remaja laki – laki itu mengangguk tanda mengerti.

“Beliau awet muda ya? Mungkin kalau aku gak dikasih tahu sama kakak, aku ngiranya itu saudaranya kakak tau ahahhahaha”

Remaja lelaki itu memuji dan mereka berdua terkekeh bersama – sama.

“Terimakasih pujiannya, kamu manis sekali”

Sang mama yang mereka berdua bicarakan ternyata menyusul kemari dan mendengar percakapan mereka.

“Halo tante, salam kenal dari aku.....Mick”

Remaja yang bernama Mick itu langsung menyalami sang ibunda dari seniman yang karyanya ia lihat-lihat disini.

“Kamu mengingatkan tante pada seseorang”

Ujar sang mama tiba-tiba sambil menerawang kejadian beberapa tahun lalu, kejadian kelam yang menjadi tonggak dan saksi masa kelam Bright, anaknya.

“Ma....”

Panggil Bright lirih, nada ucapannya menyembunyikan banyak arti.

“Kalau ini foto temen-temen kakak?”

Mick beralih ke foto selanjutnya yang menampilkam Bright dengan beberapa teman-temannya seperti Gun, Off, Tay, Newwie dll.

Bright mengangguk lagi.

“Aku heran, jarang sekali ada remaja yang menyukai bahkan mendatangi ke acara seperti ini bukan? Biasanya remaja seumuranmu lebih sering menghabiskan waktu di mall untuk bermain video games”

“Aku dulu punya kakak, jadi setiap liburan semester dia selalu mengajakku ke galeri dan dia pernah cerita kalau pacarnya seorang photographer ahahhahaha dia itu konyol sekali”

Jawab Mick jujur, dulu ia memang memiliki seorang kakak yang kuliah di Bangkok, namun sekarang mereka tak pernah lagi bisa ke galeri bersama-sama, atau bahkan datang ke acara Bright sore ini.

“Iyakah? Kenapa gak diajak sekalian aja?”

“Gak bisa kak, kakakku udah bahagia di surga”

Sorot wajah Mick terlihat murung mengingat kenangan indah bersama kakaknya itu.

I'm so sorry

Bright memeluk remaja yang tingginya tak sampai di dadanya itu. Sang mama yang melihat itu hanya bisa tersenyum.

“Gapapa kak, yuk lihat kesana lagi”

Mick berjalan dan melihat foto demi foto, namun ada salah satu foto yang sangat familiar, seseorang di foto itu seperti ia kenal, sayang sekali orang di foto itu sedang berpose dengan wajah yang ditutupi buku, jadi ia tak bisa memastikan.

“Kalau foto ini kak?”

Mick menunjuk sebuah foto yang ada di ujung ruangan, foto terakhir di galeri ini.

Diantara ratusan foto di ruangan ini, ada satu foto yang sebenarnya sangat berat untuk dia pamerkan, namun hati kecilnya memilih untuk memperlihatkannya pada dunia.

“Ini teman kakak juga” Jawab Bright lirih.

Itu pacarku, ia kekasih terhebatku.

Batin Bright dalam hati.

“Kenapa posenya beda sendiri ya kak? Yang ini gak kelihatan wajahnya”

Bright tersenyum miring.

“Dia orang yang pemalu, dia juga alasan kenapa kakak ada disini”

“Ahhhh, dia gak ikut kak?”

Pertanyaan Mick menusuk hati terdalam Bright, ingatannya dipaksa melihat ulas balik beberapa tahun lalu ketika masa-masa terindahnya dengan sang kekasih.

“Enggak, dia gak ikut kemari....”

Nafasnya terasa sesak, matanya mulai berair namun masih ia tahan.

“Rumahnya disini, makanya aku mengadakan pameran disini”

Teringat beberapa tahun lalu, Bright sangat membenci waktu dimana sang kekasih harus pulang ke Pukhet karena liburan semester. Namun ia tak bisa apa-apa karena sang kekasih memiliki keluarga disini.

“Ahhhh, satu pertanyaan lagi boleh kak? Ya kalau gak dijawab juga gapapa sih”

“Tentu boleh”

“kenapa kakak mendonasikan hasil event ini untuk membantu orang yang menderita kanker?”

Bright tak menyangka kalau pertanyaan itu yang keluar dari mulut remaja ini, hatinya sakit menyadari kalau penyakit sialan itu yang menjadi penyebab ia harus berpisah dengan sang kekasih.

“Bright.....” Panggil sang mama cemas, ia tahu kalau beberapa pertanyaan Mick terlalu personal untuk Bright.

Bright tersenyum seolah memberi isyarat kalau ia baik-baik saja.

“Ada sesuatu di belakang sana yang membuatku belajar, bahwa selamanya tak pernah ada, bahwa semua janji-janji yang dibuat manusia pada akhirnya akan terpatahkan dengan kehendak tuhan bukan? Bahkan lewat sebuah penyakit sekalipun....”

Bright mengambil nafas yang terasa sangat menyesakkan dada. Ia memandangi foto sang kekasih lekat-lekat dan menyentuh figuranya.

“Dan aku benci ketika menyadari dia pergi karena penyakit itu”

Tuntasnya lirih, seakan suaranya jauh sekali untuk di dengar.

Mick mengangguk, sebenarnya ia ingin berkata banyak kalau sang kakak juga pergi meninggalkannya karena penyakit itu. Namun ia sadar ini sudah terlalu sore, mungkin ia akan kembali lagi besok.

“Parahnya lagi aku tak mengenal satupun dari keluarganya, aku hanya tau dimana 'rumah' nya yang sekarang”

Mick memeluk Bright erat, sama seperti yang dilakukan Bright padanya beberapa saat tadi.

“Kakak hebat, temen kakak pasti bahagia kalau tau kakak ngadain event ini untuk dia kak, kakak juga baik hati”

Bright tersenyum getir sambil membalas pelukan Mick, ada hati yang menghangat disana, hati sang mama yang melihat kejadian itu berlangsung.

“Sepertinya sampai disini aja ya kak, aku harus pulang, lagi pula aku yang tak tahu diri datang kemari di menit-menit penutupan ahahaha”

“Terimakasih sudah mau berkunjung, kemarilah lagi esok”

Mick mengangguk dan pamit pulang, sosoknya semakin kecil lalu menghilang di pandangan mata Bright dan sang mama.

“Bright, anak mama... Kamu gapapa?”

Wajah khawatir terlihat di wajah sang mama, ia tahu hati Bright sedang tak baik-baik saja setelah beberapa pertanyaan yang harus membuatnya teringat hal terpedih dalam hidupnya.

“Gapapa ma, yuk nanti kita kemalamaan untuk berkunjung”

Ia memeluk mamanya erat, hanya beliau yang sekarang ia punya dan akan ia jaga seperti intan permata.

“Mama sudah beli bunga matahari, kamu pernah bilang kan kalau Win suka bunga matahari?”

Bright mengangguk lemah di pelukan sang mama, air mata yang sedari tadi ia tahan kini tumpah juga.

Ia tak menyangka kalau pertemuannya dengam bocah bernama Mick itu akan mengingatkan Bright pada Win sebesar dan sehebat ini, ada apa sebenarnya?

Win, aku datang sama mama ke rumahmu sebentar lagi.

Dan mereka berjalan bergandengan menuju mobil yang membawa mereka ke sebuah tempat dimana nama Win terukir diatas nisan sebagai bukti dan tonggak tak terbantahkan kalau kepergiannya itu nyata.