Yuh

Dengan langkah gontai, Winata berjalan melihat barang-barang yang di jual di pasar ini, tidak ada tanda-tanda keberadaaan manusia disini. Lalu bagaimana ia akan membayarnya jika ia menginginkan sesuatu dari tempat ini.

Ia berjalan ke salah satu lapak jualan yang menjual buah apel, ia ingin membelinya dan ketika ia akan menyentuh apel itu, bisikan itu terdengar lagi.

'jangan sentuh, ayo ikuti aku'

Semakin lama semakin jelas, itu suara yang sama yang memanggilnya untuk datang kemari, atau karena ia belum membawa winata sampai tujuan, sehingga suara itu muncul lagi?

Dengan kaki lemas, winata mengikuti suara itu, jika di hitung jarak dirinya hilang dari titik awal sampai sekarang ini sangatlah jauh, bahkan teman-temannya belum tentu bisa mencapai jarak seperti ini dalam waktu semalam.

'win, ayo ikut aku, kemarilah'

Dan winata terus berjalan, melewati jalan berbatu, melewati semak belukar ditengah gelapnya malam dan tebalnya kabut yang membatasi jarak pandang, yang ia tahu ada suara yang terus menuntunnya dan ia penasaran siapa dibalik suara itu.

'teruslah berjalan dan kau akan menemukanku'

Lagi, suara itu lagi, suara yang sangat familiar namun kenapa winata bisa lupa itu suara siapa.

Hingga ia berada di tepi aliran sungai, ia ingat kalau ada pendaki yang tersesat biasanya mereka akan mengikuti kemana arah aliran air membawa mereka ke arah pemukiman, namun ini sangat berkebalikan dengan suara itu yang memintanya menjauh dari sana.

'jangan, jangan ikuti dia, kembali ikuti aku'

Suara itu berbisik seperti tepat ditelinga winata, namun Winata sudah ada di tahap lelah, ini sudah terlalu jauh, ia ingin menangis di tengah kegelapan malam seperti ini, dingin yang semakin malam semakin menusuk karena kabut baru saja turun dari puncak lawu membuat suhu tubuh winata semakin turun drastis. Ia bisa saja terkena hipotermia saat ini.

Winata telah memutuskan untuk mengikuti aliran sungai daripada kembali mengikuti suara yang menuntunnya ke tempat yang tak ia ketahui entah dimana asalnya.

'jangan ikuti dia, kembali win, kembali padaku, disana ada mara bahaya win'

Namun winata tak mengikutinya saat ini, win memilih mengikuti instingnya dengan menyusuti ditepian sungai, suara itu terus memanggil-manggilnya untuk kembali Namun winata tak mempedulikannya lagi, hingga winata melihat sebuah pohon beringin besar sekali, pohon tua yang sangat besar berusia ratusan tahun.

Tiba-tiba terdengar suara gerombolan perempuan yang tertawa, tawanya mengerikan sekali, winata seperti sedang berada di tengah podium, ia seperti sedang diawasi oleh ratusan mata yang tak bisa ia lihat namun bisa ia rasakan.

Tubuhnya merinding hingga menggigil, suara tertawa itu seperti menertawakan dan mengejek winata mengapa ia tak mendengarkan suara yang menuntunnya dan malah mengikuti aliran sungai yang belum tentu juga ia tahu kemana ujungnya.

“SIAPA KALIAN, KELUARRR”

Winata berteriak, ia ketakutan, tubuhnya merinding hingga membuatnya menggigil ketakutan, namun bodohnya mengapa ia malah menantang maut?

“HIHIHIHIHIHI”

Suara cekikian itu bertambah banyak, bertambah dekat membuat winata panik dan tak tahu harus apa, badannya serasa lemas, ia harus kemana lagi?

'berbaliklah, lalu lihat rembulan yang sedang purnama, dan ikuti aku'

Suara itu lagi, dan kali ini winata benar-benar mengikutinya entah kemana suara itu akan menuntunnya.

Dengan berlari menggunakan ransel yang overload membuat winata ketakutan dan kelelahan sekaligus, ia mengikuti arahan suara itu, suara yang familiar namun gagal ia kenali.


Ia sampai di tengah hutan, hutan yang dikelilingi pohon cemara tinggi-tinggi, suara itu telah menghilang, tak lagi memanggil atau menuntunnya, membuat winata kesal sendiri, mengapa ia harus sampai sejauh ini mengikuti suara yang tak jelas itu, ditengah cahaya rembulan yang sedang purnama.

Didepan sana winata melihat sebuah gubuk, bukan gubuk tua, terlihat kokoh dan sepertinya winata akan bermalam disana sebelum ia akan melanjutkan perjalanan esok hari.

Dengan beban berat ransel di pundaknya rasanya winata bisa ambruk sekarang juga, dan semua hal mistis yang ia alami tentang pasar malam dan sesuatu yang terus menertawainya di pohon beringin benar-benar membuat winata lemas kalau mengingatnya, namun suara tadilah yang menyelamatkannya, suara tadilah yang terus mengarahkannya agar bisa menjauh dari marabahaya, dan suara itulah yang sudah memperingatkannya. Suara siapa?

Ia berjalan menuju gubuk itu, semakin dekat, semkin jelas bahwa ia tak sendiri disini, ada seseorang di gubuk itu, orang itu memunggunginya, namun sepertinya ia kenal dengan orang yang berada di gubuk itu.

“maaf, boleh aku istirahat sebentar disini?”

Tanya winata sopan, tentu saja, ia hanya singgah disini sehingga harus menjaga sikapnya.

Orang itu berbalik dan melihatnya, winata kenal dengan orang ini, winata mengenalinya, orang yang selama ini selalu mengejarnya dan selalu mengungkapkan cinta padanya namun selalu winata tolak karena ia tak menyukai kegiatan Mapala yang orang ini ikuti, iya, orang itu adalah Bright.

“Bright?”

“loh win? Kamu kok bisa sampai di lawu?” Tanya Bright heran.

“aku mendaki sama temen-temen, kamu juga ngapain disini? Mendaki sama siapa?”