Malam tidak pernah benar-benar gelap, sayang. Hanya saja, aku yang buta.


Ghavin menutup mulutnya. Terisak dalam hening yang berkepanjangan. Apa yang lebih sakit daripada menangis dalam diam? Tidak ada jawabannya.Masih dalam kilatan tak percaya akan sebuah pesan yang dikirimkan Najendra ke grup kelas mereka.

Berusaha tegar, berdiri menopang kaki yang dirasa sudah seperti jeli. Apa yang perlu dilihat dari laki-laki yang berusaha untuk memperbaiki? Usahanya. Hanya saja, telat untuk menyadari bahwa usaha akan dihargai apabila yang diusahakan masih nyata di depan mata.

Langkah kakinya semakin berat tatkala tubuhnya nyaris sedikit lagi sampai di depan ruang ICU. Dadanya ikut sesak, seperti paru-parumu dipaksa bernapas di dalam dasar Palung Maria. Ketika tubuhnya sampai di persimpangan ruang ICU, matanya memanas kala melihat dua sahabat Raisha menangis.

Aisha, orang yang paling jarang menampakkan air mata di depan banyak orang. Pada hari ini, hari dimana Raisha kembali ke tempat peristirahatan terakhirnya. Menumpahkan air mata, menangis, meraung sejadi-jadinya. Seolah tak terima ia yang ditinggalkan.

Najendra, orang yang paling kuat bahunya, yang paling tabah hatinya. Pada hari ini, ia menangis. Menyeka air mata, memeluk Aisha yang berteriak layaknya orang gila. Berusaha menguatkan, menabahkan mereka yang ditinggalkan.

Mata Ghavin terkunci pada satu orang yang paling mekar senyumnya. Kelihatan bahagia, seperti tahu bahwa ini adalah akhir yang tepat untuk seorang Raisha. Setetes air mata pun tak keluar dari netranya, tak ada raungan histeris seperti orang yang kehilangan.

Ketika mata mereka bertemu, tubuh Ghavin tiba-tiba mati rasa. Wajah orang itu, wajah yang sama seperti Raisha-nya. Wajah Raisha dalam versi laki-laki. Walau senyum lebar khas Raisha yang ia berikan kepada Ghavin, sepasang mata itu tak pernah memancarkan kilat bahagia.

Ia juga sakit, ia juga sedih. Namun, ia berusaha untuk menutupinya.

Ghavin berujar dalam diam, kala Jaeson datang menghampirinya. “Malam tidak pernah benar-benar gelap, sayang. Hanya saja, aku yang buta.”



© Jjungwoongies