#Senjata_wanita
Denji, menatap pantulan dirinya di cermin dengan alis menukik. Mulutnya sedari tadi terus membuka, mengeluarkan suara kecil bak orang yang tengah latihan suara.
“Aaaa— Oooo—”
Suara seraknya perlahan melembut, ia terus mengulang. Ia benar-benar memastikan jika suaranya kali ini sudah sama persis dengan suara saudara kembarnya, si Power.
“Oke. Tolong permudah urusan gue kali ini, Ya Tuhan.”
Denji, perlahan keluar setelah selesai membenahi penampilannya, ia melirik ke setiap sudut toko dan nyaris jantungan saat mendapati sosok Yoshida, tengah menatapnya di bangku pojok toko. “Bangke, kekeuh banget anjing.” Gumamnya.
Berpura-pura tak melihat, Denji, melangkah menuju kasir toko, mengambil pesanannya lalu segera beranjak keluar setelah membayar.
Sayangnya, belum sempat ia keluar dari sana, ia merasakan tangannya ditarik dengan kuat oleh seseorang.
“Mau pura-pura? Lo masih punya urusan sama gue.”
Itu Yoshida, wajah rupawannya kali ini terdapat sebuah lebam, dan Denji tahu itu adalah hasil dari pukulan telaknya kemarin.
Nyaris tertawa, Denji setengah mati berusaha menahannya. Ia menarik nafasnya perlahan, lalu segera menghitung di dalam hati saat skenario yang ada di otaknya akan segera ia lakukan.
“M—maaf? Ada apa ya?”
Suara lembut Denji, terdengar bergetar. Ia sengaja melemahkan suaranya, layaknya perempuan yang tengah diganggu atau disakiti oleh pacarnya. Posisi tangan Yoshida yang memegang tangannya, justru semakin mendukungnya. Ia bersorak dalam hati, saat seluruh pasang mata yang ada di toko ini menatap ke arah mereka berdua.
Ekspresi Yoshida, berubah. Ia melonggarkan pegangannya pada tangan Denji dengan ragu. Masa dia salah orang?
Tapi dipikir-pikir benar juga, sosok di depannya memang memiliki wajah serupa dengan Power, tetapi rambutnya berwarna coklat gelap, sangat kontras dengan rambut merah muda seperti gulali milik Power.
Tapi— memangnya ada seseorang dengan wajah yang bisa menyerupai sebegitu miripnya?
Di saat Yoshida lengah akan pikirannya itulah, Denji, menjatuhkan dirinya. Tangannya bergerak menutupi kepalanya seolah-olah takut jika Yoshida, akan memukulnya. “M—maaf!”
Pekikan lemah Denji, kembali mencuri pusat perhatian. Semua pasang mata saat ini menatap ke arahnya dan Yoshida dengan sudut pandang berbeda. Jika ia dipandang dengan cemas dan kasihan, maka Yoshida dipandang dengan marah dan ketidakpercayaan.
“Mas? Lo laki bukan? Ini ceweknya kurang cantik apa sampai lo tega berbuat kasar gini?”
Karyawan, maupun pengunjung toko segera bergerak menuju ke arah Yoshida dan Denji, mereka serentak membantu Denji berdiri dan membiarkan sosoknya yang nampak rapuh bersembunyi dibalik badan mereka. Mereka semua menatap Yoshida dengan tatapan menghakimi, sehingga Yoshida, dibuat panik karenanya.
“Saya gak kenal dia siapa, saya gak boong.” Yoshida, mencoba berbicara dengan sopan, meskipun keringat dingin sebesar biji jagung perlahan mengalir dari pelipisnya.
“Gak usah boong! Gue liat tadi lo megang tangan dia!”
“Bener tuh!”
“Dasar cowok biadab!”
Yoshida, total panik. Ia melirik ke arah Denji, yang hanya menatapnya dengan datar, tak berniat membantu sedikit pun. Karena bingung harus apa, ia segera beranjak pergi dari toko dengan tergesa-gesa. Wajahnya memerah karena amarah yang benar-benar siap meledak kapan saja.
Sedangkan disudut toko, Power tersenyum miring menatap ke arah layar ponselnya.
“Good job, brother.”