NASA

siapa

#Siapa?

Yoshida, tersenyum kecut setelah melepas helm yang membelenggu kepalanya. Ia menatap Denji, dengan senyum paksa yang membuat Denji, merasa heran.

“Kenapa?”

“Bilang dong kalau lo nunggu di halte, lo tau gak? Gue dilemparin sendal sama Power. Abang lo juga nodongin gue pistol tadi, dapet dimana sih barang begituan astaga,” keluh Yoshida.

Denji, justru tertawa. “Mampus lo.”


Keheningan tercipta selama perjalanan. Sampai akhirnya, Denji membuka suara.

“Lo liat, kan? Karena perbuatan lo dan anak buah lo, kembaran gue dapet jahitan. Separah itu,” ucapnya. Suara halus seperti Power sepenuhnya hilang, hanya suara khas pemuda yang berhasil mengejutkan Yoshida setiap kali mendengarnya.

“Maaf.” Suara Yoshida, terdengar penuh sesal, sehingga Denji hanya bisa menghela nafas karenanya.

“Minta maafnya sama Power, jangan sama gue. Gue nyamar gini niatnya mau ngebales perbuatan lo, tapi udah terlanjur begini yaudahlah.” Denji, sama sekali tidak menyembunyikan fakta jika ia hadir untuk membalas perbuatan Yoshida, ia berbicara sesuai keadaan yang ada.

Yoshida terdiam seketika, benar-benar tak tahu harus mengatakan apa pada sosok yang sedang diboncengnya.

“Mampir bentar ke Indomaret, gue mau beli cemilan.” Denji, mengalah. Tak ingin mengungkit lebih jauh urusan Yoshida dan Power.

Yoshida mengiyakan saja, segelintir rasa bersalah yang bersarang di hatinya membuatnya menurut tanpa banyak protes. Memarkirkan sepeda motornya, Yoshida menoleh bingung ke arah Denji, yang tengah menjulurkan sebuah kertas kecil ke arahnya.

“Itu cemilan yang harus lo beli, gue mager, lo aja ya? Duitnya gue transfer.” Denji, tersenyum kekanakan setelahnya.

Yoshida hanya mampu menghela nafas, ia mengusak kepala berlapis rambut palsu berwarna jambu itu dengan jengkel, ia melangkah ke dalam toko meninggalkan Denji yang masih tersenyum kekanakan di belakangnya.

Di sisi lain, Denji yang tengah menunggu Yoshida dikejutkan oleh sebuah tangan yang tiba-tiba mencengkeramnya.

“K-Kurose???”

Denji, terkejut bukan main, kenapa pemuda brengsek ini ada di depannya?!

“Lo Denji, kan? Jangan boongin gue, gue tau Power masih dalam masa pemulihan di rumah lo. Kenapa nyamar? Kenapa lo dijemput cowok lain? Gue kurang apa?”

Denji, meringis ngeri. Pergelangan tangannya sakit ditambah lagi ucapan pemuda di depannya ini sangat menakutinya. Sudut perempatan segera hadir di sudut pelipisnya, menandakan emosi yang membuncah siap meledak kapan saja.

“LEPAS NJING!”

DUAGHHH

Sosok pemuda yang mencengkeram tangan Denji, segera tersungkur dengan sudut bibir yang berdarah. Sosoknya terkejut dengan tendangan tiba-tiba yang Denji layangkan sehingga ia tak sempat menghindarinya.

“Ji?” Yoshida, yang baru saja datang dengan menenteng sekantong tas belanja, terkejut tentu saja. Ia bergegas menghampiri sosoknya lalu berdiri di depannya, seolah-olah sedang menjadi tameng untuk melindungi Denji.

“Hiks— dia ganggu aku—” Denji, terisak pelan. Entah darimana air matanya datang, sosoknya benar-benar membuat Yoshida percaya, jika sosoknya tengah diganggu oleh seseorang.

Akting Denji masih berlanjut, jemari lentiknya meremat hoodie Yoshida dengan lemah, terlihat tak berdaya sama sekali sehingga membuat Kurose terperangah tak percaya.

Di sisi lain, Yoshida berusaha mati-matian menahan kedutan di sudut bibirnya, sebisa mungkin menahan diri agar tidak tertawa saat itu juga. Ia menekan perasaan lucu itu seketika lalu menatap Kurose yang sudah bangkit dari jatuhnya dengan tajam.

“Bro, ini pacar gue. Cantik? Emang, wajar pada naksir sama dia. Tapi jangan dipaksa juga, udah hak paten gue ini.”

Wah, Denji merasa stress seketika.

#Siapa?

Yoshida, tersenyum kecut setelah melepas helm yang membelenggu kepalanya. Ia menatap Denji, dengan senyum paksa yang membuat Denji, merasa heran.

“Kenapa?”

“Bilang dong kalau lo nunggu di halte, lo tau gak? Gue dilemparin sendal sama Power. Abang lo juga nodongin gue pistol tadi, dapet dimana sih barang begituan astaga,” keluh Yoshida.

Denji, justru tertawa. “Mampus lo.”


Keheningan tercipta selama perjalanan. Sampai akhirnya, Denji membuka suara.

“Lo liat, kan? Karena perbuatan lo dan anak buah lo, kembaran gue dapet jahitan. Separah itu,” ucapnya. Suara halus seperti Power sepenuhnya hilang, hanya suara khas pemuda yang berhasil mengejutkan Yoshida setiap kali mendengarnya.

“Maaf.” Suara Yoshida, terdengar penuh sesal, sehingga Denji hanya bisa menghela nafas karenanya.

“Minta maafnya sama Power, jangan sama gue. Gue nyamar gini niatnya mau ngebales perbuatan lo, tapi udah terlanjur begini yaudahlah.” Denji, sama sekali tidak menyembunyikan fakta jika ia hadir untuk membalas perbuatan Yoshida, ia berbicara sesuai keadaan yang ada.

Yoshida terdiam seketika, benar-benar tak tahu harus mengatakan apa pada sosok yang sedang diboncengnya.

“Mampir bentar ke Indomaret, gue mau beli cemilan.” Denji, mengalah. Tak ingin mengungkit lebih jauh urusan Yoshida dan Power.

Yoshida mengiyakan saja, segelintir rasa bersalah yang bersarang di hatinya membuatnya menurut tanpa banyak protes. Memarkirkan sepeda motornya, Yoshida menoleh bingung ke arah Denji, yang tengah menjulurkan sebuah kertas kecil ke arahnya.

“Itu cemilan yang harus lo beli, gue mager, lo aja ya? Duitnya gue transfer.” Denji, tersenyum kekanakan setelahnya.

Yoshida hanya mampu menghela nafas, ia mengusak kepala berlapis rambut palsu berwarna jambu itu dengan jengkel, ia melangkah ke dalam toko meninggalkan Denji yang tersenyum miring di belakangnya.

“Padahal lo baik, kenapa jadi tukang bully sih.”