Athar's mails

‧ ₊✜˚. Kedati terlalu mustahil untuk menjadi nyata, ada cara lain untuk tetap merasakan kehadiran mereka. Bukan ilusi maupun imajinasi yang seringkali menciptakan sembiluan. Aku juga tidak terlalu suka meninggalkan jejak yang menuai curiga. Segala pemikiran, tuntutan maupun harapan tak mungkin dapat terealisasi dengan sempurna. Nyatanya hanyalah rentetan kata yang menyatu menuruti naluri hingga menciptakan kalimat yang masih terbilang misteri. Lagipula, siapa peduli? Jika hanya ini pilihan terakhir, maka akan kuhancurkan agar terbagi dan tak ada kata 'terakhir' di dalamnya.

21/03/2022

Tahun 2021, dimana semua jejak dan peristiwa menjadi menggelikan ketika dikisahkan. Rekaman kejadian dimana kapal kehidupan seolah dihantam ombak habis-habisan. Sebuah kapal asing yang belum pasti arah tujuan, dipaksa berlayar pun tanpa persiapan yang matang. Rintihan maupun isakan menjadi melodi yang selalu mengiringi ketika sendirian. Untaian doa hingga andai dari sang nahkoda yang ingin memutar tujuan, lantas menemukan waktu dimana karang menabrak keras. Detuman tinggi membumbung di tengah lautan yang sepi, hanya bisikan angin yang menjadi satu-satunya kebisingan.

Bocor dimana-mana, rasa pusing melanda, hingga muntahan muatan yang tak terkira. Nyaris putus asa terhadap perkara yang sering menjadi momok utama. Umpatan kekesalan atas kebohongan yang telah terlontar. Namun, apakah benar demikian? Nyatanya suratan takdir hingga perbedaan ruang dan waktu yang signifikan adalah masalah utama yang belum terselesaikan. Hidup dalam pikiran tanpa dapat berbuat banyak, begitulah adanya. Sosok yang selalu dibutuhkan untuk pulang, namun wujud yang asli tidak begitu sebenarnya. Asing dan kaku. Dalam kisah luar, dirimu hanyalah karakter lain yang memiliki sejuta kelebihan. Istimewa dan tipe kepribadian yang disenangi orang.

Dalam sudut pandang, sosok yang layaknya langit cerah dan awan putih yang begitu memukau pemandangan. Bagai dua sisi koin, pribadi yang berbeda,tidak terlalu menyukai awan hitam yang bergelung menahan muatan, sewaktu-waktu dapat menyambar permukaan. Ditakuti oleh orang-orang, pun dibenci karena terbilang merepotkan. Mendatangkan hujan juga menutupi cerianya mentari. Menimbulkan nostalgia hingga berputarnya kisah lama yang telah terpendam. Mengapa demikian?

Untaian maaf selalu terlontar atas takdir yang harus diterpa. Bukan kalimat penenang, hanya umpatan acak yang selalu terlontar. Sebagai bentuk protes akan sosoknya yang selalu menghilang. Bisakah aku bertanya?

Jika bukan kau, lalu siapa lagi?

Benang merah yang terikat, entah kapan putusnya? Aku muak melihat raut sendu yang selalu tercetak dalam bingkainya kala melihatku. Hingga helaan napas lelah yang kerap kelai keluar ketika menghadapi sikap anehku. Pun erangan frustasi yang terkadang muncul ketika diriku datang dengan kondisi yang mengerikan. Mengurus diriku memanglah bukan perkara yang mudah. Namun bukankah opsi lain tidak pernah hadir?

29/04/22 (saeng-il)

Apabila sebuah kata 'Istimewa' dapat berwujud benda, bagaimanakah rupanya. Mungkin terlalu muluk-muluk, nyatanya ungkapan istimewa tidak selamanya sama dalam setiap pandangan. Apakah sebuah hari dapat dikatakan istimewa? Mengapa demikian? Terdengar indah namun tidak terlalu paham apabila dijabarkan. Apakah semua akan berubah jika label telah diberi?

Mungkin telah lama tersadar, namun diri seolah menolak kenyataan. Andaian yang menggelikan juga permohonan yang tak pernah terwujud, hanya di ujung lisan tempat akhir pemberhentian. Tidak ada ujaran atau sapaan yang datang. Keheningan yang terus menguang layaknya putaran bianglala.

Tahun ini, bisahkah aku meminta?

30/04/22

Everyone keeps asking me, who the hell are u? Should I tell them? But I was confused too. Even without your permission, I'm still forcing it as a destiny. Do I look so pathetic?

Every time, like the wind in the autumn season I was through. Your appearance was important, but confusing at the same time. In general I'm just an ordinary girl who wants to comfort people-

09/09/22

Kurasa aku mulai lupa bagaimana mengawali sebuah kalimat. Hingga pada ujung dimana situasi begitu menarik sebagian kewarasan. Aku tidak mengerti, tidak akan pernah mengerti. Tidakkah semua begitu memuakkan? kurasa kata menggelikan bukan pilihan yang tepat untuk mengambarkannya. Rasanya begitu memuakkan hingga rasa mual kerap kali hadir menuai tangisan. Entahlah, aku belum paham hingga kini.

Notasi sigma atau barisan, ataupun komponen warna yang membentuk spektrum, semuanya hilang dari peraduan. Menyisakan komponen tunggal yang begitu membingungkan untuk diterjuni. Secara signifikan.

Jadi bagaimana? Tidakkah kau begitu kejam kali ini? Menyisakanku takdir lain yang entah kapan akan berakhir. Tidakkah rasa bersalah itu ada? ataukah kesenangan saja yang kau dapatkan setelah absennya diriku dalam pandangan? Benar-benar gila. Masih bisakah itu disebut sebuah tali persaudaraan?

8/9/22


?/12/22

Him

Ditempatku yang kosong, remang, sunyi juga pengap. Mungkin ventilasi memang tidak ada. Ataukah karena hembusan angin yang enggan menyapa. Entahlah. Tetesan air menambah cekam juga kalut yang semakin menggelut. Aih, suasana dingin ini, aku membencinya....sangat.

Mengapa bangunan ini terasa begitu asing. Dimana jalan keluar? Aneh sekali, aku bertanya pada siapa sebenarnya? Rembesan air? Tiang penyangga? Atau retakan? Mungkin juga pada debu yang berterbangan?

“Ayo”

Sekilas aku berharap itu bukanlah halusinasi belaka. Namun bukankah tidak baik menanggalkan harapan setinggi itu. Sudahlah, mungkin pendengaranku memang seburuk itu.

“Tidak ingin pergi?”

Sontak aku menengok kebelakang. Benar, tidak ada siapa siapa disana. Hembusan nafas jengah keluar begitu saja. Harus sampai kapan dipermainkan seperti ini? Mengedarkan pandang pada sekitar, aku mulai mencari pintu atau setidaknya jalan keluar. Udara disini sedikit pengap hingga untuk bernafas saja agak sulit.

“Sampai kapan akan berdiam diri disana?”

Kali ini suara itu sedikit lebih keras hingga tanpa sadar aku telah berdiri sempurna. Bersadar pada salah satu tiang miring, kuseret kakiku perlahan. Menuju arah tempat suara suara tadi datang, kutemukan pintu usang di sudut ruangan.

tidak terkunci...

Mengubur rasa cemas, kutarik gagang pintu dalam sekali aksi.

Silau, perubahan cahaya yang terlalu signifikan membuatku mendadak pusing. Menyipitkan mata demi beradaptasi dengan lingkungan baru, secara perlahan memeta situasi sekitar. Semuanya menakjubkan.

Terdengar kekehan pelan dari samping, sontak aku menoleh dengan raut kejut yang ketara.

“Bagaimana?” suara lembut merangsek gendang telingaku, namun mataku terpaku pada ulas senyum dari sang pemilik suara.

Aku mengenalinya, sangat jelas. Namun kejutan ini serasa tak masuk akal sama sekali. Ah, barangkali aku lupa jika sendari awal memang tidak ada yang beres. Mimpi ataupun bukan, yang jelas aku tidak ingin melewatkan barang sedetik. Bahkan untuk melihat lesung samar di pipi kirinya yang jarang menampakkan diri.

Itu dia, tidak salah lagi. Sosoknya yang menjulang lebih dari perkiraanku selama ini. Apakah tingginya bertambah tanpa sepengetahuanku? Ah lupakan, itu tidak terlalu penting untuk saat ini.

“Kau bertambah tinggi ya?”

Tidak, itu bukan aku. Aku masih terlalu terkejut untuk berbicara barang sepatah kata. Hingga rasa kejutku semakin bertambah kala dia mengacak pelan kepalaku yang tertutup kain. Astaga, bisakah seseorang mengambil alih tubuhku? Rasanya nyawaku tersedot oleh lubang kala kurasakan lenganku ditarik hingga tubuhku menabrak dirinya. Dengan tambahan lengan yang melingkar pada bahuku juga usapan pada pucuk kepala.

Seluruh tubuhku mendadak kehilangan fungsinya. Kakiku lemas hingga keseimbangan tak dapat kupertahankan. Pandanganku mulai memburam secara perlahan, hingga kusadari setetes cairan hangat menuruni pipiku kala berkedip. Menata kesadaran sembari merasakan sesak yang menyeruak dalam rongga dada.

Usapan demi usapan yang kuterima membuatku semakin berani, menyampingkan keadaanku sebelumnya, tanpa sadar lirihan lembut ku lontarkan begitu saja.

“K-... “

Sialnya suaraku tercekat, hanya sampai pada tenggorokan. Ribuan kecamuk bersarang pada rongga dada, sesak menghampiri hampir seluruh ruang. Banyak sekali yang ingin kulontarkan, namun sepatah kata pun tak dapat kuucapkan. Deru nafas yang kian tersengal akibat air mata yang mengalir dengan derasnya. Rasa seperti menumpahkan seluruh kerinduan yang telah lama tersimpan begitu rapat.

14/11/23

Halo, Kak.

*It's fine right? can i just call u in that way?

Anyway, you don't have to be worried this time.*

Aku datang bukan untuk berbagi kisah menyedihkan. Bukan juga membawa segudang penyesalan atau emban tugas yang perlu kau pikul sendirian. Bagaimana? tidak terlalu buruk bukan? Lagipula kehadiranku tidak selamanya berakhir buruk pada akhirnya. Akan ada satu situasi dimana semua hal begitu mengesankan tanpa pernah dikirakan.

Kendati pikiranku masih bertanya-tanya mengenai segala hal yang ada, namun buah kaktus dapat muncul di lingkungan yang gersang bukan? Baiklah, kuharap kau tahu maksudku.

Bukankan awalan begitu ramah jika dihadiri dengan perkenalan? Maka,

Halo, Kak. Ini Dzakiya. Barangkali akan kebingungan mengapa aku gegabah menyebut nama yang kusandang secara resmi? Entahlah, hanya ingin saja mungkin. Kuulang lagi.

Halo, Kak. Ini Dzakiya. Seorang gadis yang selama ini mungkin tidak terlalu diinginkan kehadirannya. Tidak pula mengesankan untuk ditilik juga. Memangnya kenapa?

Kau tahu, Kak? Satu tahun sudah terlewat, sejak terakhir kali aku menuliskanmu surat. Menyedihkan bukan? Atau ini adalah kabar baik karena aku mulai mampu berjalan tanpa adanya bayangan kelam yang menghampiri ruang? Apakah semua baik-baik saja sejak setahun terakhir? Jawabannya? Tidak juga, namun aku baik-baik saja. Kau tahu? Ternyata bergabung tanpa paksaan juga penyesalan membuahkan hasil yang baik. Kendati aku mulai belajar apa itu 'hubungan'. Tanggung jawab yang kuemban, juga kepercayaan yang dipertahankan, membawa biduk kembali pada pelabuhan. Manis? tidak juga. Yang pasti tidak pahit seperti biasanya.

Aku percaya, sebuah tindakan mampu mengubah setiap roda yang berputar. Selaras dengan hukum fisika gaya dan besaran, bukan? Semua masuk dalam logika, namum kondisi lingkungan juga perlu diperhatikan.

Oh iya, terakhir kali aku menangis, rasanya memang pahit. Namun tidak memusingkan. Karena aku sedikit paham, suatu hal tidak perlu dibesarkan. Karena dunia mengenal kata 'ketidaksengajaan'. Namun itu kuhadapi sendirian, rasanya lebih menyenangkan. Aku tidak berkata bersama adalah hal yang buruk. Namun jika variabel lain datang, kurasa rasa sakit akan kupendam begitu dalam.

Sama seperti penyesalan ketika aku bercerita dengan keadaan hujan di pelupuk mata. Peristiwa yang kuungkit sudah berlalu sekian lama, namun rasanya masih sakit dan menyesakkan ketika orang lain hanya menonton menikmati tanpa rasa bersalah sama sekali.

Oh, astaga. setetes hampir keluar lagi. Entah mengapa topik ini cukup menggelikan namun menyesakkan secara bersamaan. Karena umumnya hari raya menjadi suatu momen yang indah dan penuh makna. Namun berubah suram ketika harga diri seseorang diinjak layaknya manusia murahan. Dipikir semua pantas untuk dijadikan sebuah tontonan? Rasa pemberontakan ada, namun kesadaran masih menarik ruang untuk tetap menjaga kehormatan keluarga. Aku bersumpah akan memenggal kepala mereka jika orangtuaku tidak ada disana terdiam tanpa perlawanan.

Demi Allah, aku selalu menjaga kehormatanku, tak pernah sekalipun aku lalai. Tapi entah bagaimana mereka memandang dan memperlakukan diriku layaknya wanita penghibur. Demi Allah, Kak. Aku tidak akan memaafkan mereka. Aku salah? Iya? Karena sakit hati aku mulai sombong dan enggan untuk memaafkan?

Aku juga ingin berlapang dada untuk menerima perlakuan buruk mereka. Tapi fitnah yang dilontarkan begitu mengoyak rongga dada. Kak, maaf ya. Janjiku untuk memberimu kabar, berakhir cerita yang tidak baik. Maaf.

Aku tidak tau pelanggaran apa yang kulakukan hingga mereka memandang rendah, hanya karena enggan bergaul layaknya manusia normal. Aku tidak normal, iya. Bahkan ibu pernah menekankan hal demikian. Satu-satunya hal yang kuingat dimana julukan monster pertamakali kudapat.

Sekali lagi aku bertanya, salah jika aku tidak ingin menunjukkan diriku di khalayak ramai? Aku merasa tidak nyaman dengan sekumpulan manusia yang begitu menjijikkan karena lupa akan siapa yang memberi mereka kehidupan. Penghinaan suatu golongan bukanlah suatu hal yang patut dibanggakan. Apasih yang mereka pelajari selama ini?

Rasanya jauh menyakitkan ketika ayah dan ibu hanya diam menyaksikan atau terseyum singkat akan lontaran hina yang kuterima tanpa permisi. Setelah itu apakah aku mendapat ungkapan maaf? tidak, mereka kembali menasehati bahwa aku HARUS BERSIKAP NORMAL. Aku paham kekhawatiran mereka, tapi aku tidak paham dengan normalisasi yang mereka terapkan. Sama sekali. Rasanya sakit seperti dikuliti, demi Allah aku tidak ingin bersikap tidak peduli. Menulikan runggu tidak berhasil, karena mataku tetap menangkap cemooh mereka.

hehehe, kak. anyway dari semua itu aku paham. tidak semua manusia yang diuji oleh tuhan menjadi pribadi yang lebih baik. Namun untuk saat ini aku masih dikelilingi oleh orang baik. Jauh lebih baik daripada mereka yang mengaku keluarga tapi memberi luka yang sulit sembuhnya. Setiap kejadian pasti ada suatu alasan bukan? Barangkali dibalik peristiwa itu aku jadi belajar, jika manusia harusnya punah saja hahahahah. tidak tidak, aku hanya bergurau. atau mungkin tidak?

Kau tahu, aku tidak berharap tulisan ini akan kau baca nantinya. Cukup tahu dan paham, kalau angan akan selalu menjadi angan jika suatu hal tidak normal.

15/11/2023

Halo, Kak. Ini aku.

Barangkali kau akan cukup frustasi karena aku mengirimimu surat lagi hanya dalam rentang satu hari.

Iya, kemarin aku sama sekali tidak berniat untuk bercerita hal yang buruk. Tidak pada awalnya.

Suara hujan, udara dingin, dan kelelahan yang didapat. Cukup untuk memicu sisi sensitifku dengan tambahan klasik karena dua harian ini aku sedang mengalami siklus bulanan. Menyebalkan bukan? tidak hanya rasa sakit dan nyeri pada perut yang kudapat, tapi juga perubahan hormon hingga mood yang naik turun menjadi begitu menyebalkan untuk dijalani. Aku tidak tau ingatanku akan terlempar jauh pada masa silam yang menyesakkan.

Kau tahu? Aku tidak berfikir siklus bulanan yang kuhadapi akan berjalan seperti biasanya. Karena entah mengapa kilasan memori di masa lampau selalu hadir tanpa diminta hingga aku mulai merasa sebal di beberapa situasi.

Siang ini, aku teringat kejadian pulang sekolah yang biasanya aku akan merutuk sebal karena lelah yang akan bertambah ketika menyusuri jalanan sendirian setelah menaiki angkutan.

Rasanya begitu konyol karena siang itu sekolahku pulang lebih awal. dan angkutan yang lewat begitu jarang. Hingga keputusan akhir kudapati ketika temanku mengajak berjalan kaki saja. Memang keputusan yang konyol karena enam kilometer bukanlah jarak yang begitu dekat dengan cuaca panas yang menyengat dan kondisi jalanan yang ramai kendaraan. Tapi tetap kulakukan dengan alibi tidak ada angkutan yang lewat.

Maka apalagi? hanya berjalan menyusuri trotoar sambil bercengkrama berbagai topik. Terjadi begitu saja hingga rasa lelah mulai hadir sebagai pengingat kapasitas tubuh yang dimiliki. Langkah yang mulai melambat hingga obrolan yang tidak seintens sebelumnya.

Dan bertambah buruk karena kami masih dalam setengah perjalanan, namun seseorang menghentikan kendaraannya disamping temanku. Mungkin jika alur kehidupan film begitu berlebihan untuk dicernah, nyatanya dunia nyata juga sama halnya. Dengan tanpa berdosa teman kelas kami yang lain berkata iba dan menawari temanku untuk berbonceng. Garis bawahi 'menawari temanku'. hanya temanku, tidak juga denganku. Dan apa? hal itu terjadi begitu saja ketika aku ditinggal sendirian masih setengah perjalanan dan teriknya matahari siang.

Aku akan menangis tentu saja, tapi tidak mungkin kulakukan. Aku berjanji pada diriku jika aku menemui situasi yang sama, tidak akan kulakukan hal sehina itu. Langkah demi langkah aku mulai mengasihani diri sendiri. Mengapa aku tidak memiliki teman juga, yang peka dan bisa menolongku ketika kubutuhkan? Hampir aku menangis dengan tidak kerennya, tapi cepat aku mencari pelampiasan.

Kau tahu? aku dengan sebal merutuki dirimu, kak. Bertanya tanya mengapa kau tidak datang menolongku sambil membawa kendaraan untuk kutumpangi. Kaki yang lelah mulai mengikis logika dasar dalam kepala, seperti memakimu karena tidak berwujud manusia nyata. Ataupun memberimu predikat sebagai kakak terkejam di dunia.

Namun semua kembali pada salahku. Mengapa aku tidak memiliki teman juga? yang dapat membantuku, yang baik dan bisa kuandalkan. Semua terletak pada kesalahnku sendari awal. Karena aku tidak pandai berteman dan tidak menuruti kata ibu untuk bersikap normal. Coba katakan Kak, apa aku benar-benar tidak normal? Semua kembali sesak kala kejadian yang menyebalkan terlintas dalam pikiran, kejadian dimana aku buruk dalam bersosialisasi.

hehe, sekian kak, maaf jika terbilang merepotkan. Nyatanya itulah fungsi akan dirimu yang sesungguhnya. bye-bye.

20/11/2023

Halo, aku kembali. Bukankan cukup membuat frustasi sudah dikirimi surat tiga kali dalam kurun waktu kurang sebulan ini?

Aku kembali, membawa kebodohan dan keanehan dalam diri. hahaha bukankah terdengar merepotkan. Biarkan aku memperkenalkan diri terlebih dahulu.

Halo, Kak. Ini Kiya.

Dua atau mungkin tiga harian aku pulang, demi memenuhi kewajiban sebagai anak, juga mengambil barang kebutuhan yang kutinggalkan. Selama itu aku banyak berfikir dan menemui sebuha jawaban.

Mungkin selama ini aku salah, kehadiranku bukanlah tidak diinginkan. Namun memang membawa sial dan terbilang merepotkan. Jadi apabila aku mengeluh, merasa tersakiti, ataupun dijahati, nyatanya aku lah pelaku antagonis. Bukankah aku selalu bercerita kepadamu apabila banyak yang menyakiti secara fisik maupun mental. Nyatanya aku yang berbohong, mereka baik. Cukup baik sebagai manusia. Mungkin memang aku yang terburuk disini. Interaksi yang berjalan sangatlah biasa saja, tidak ada kesalahan ataupun ungkapan kebencian, hanya kritikan biasa atau gurauan yang sesuai dengan usia.

Entah kenapa dulu aku selalu merasa didzolimi? Padahal aku sendirilah yang tidak bisa mencocokkan diri. Dunia berjalan biasa saja, aku hanya bersikap berlebihan dan penuh dengan drama. Banyak kebencian yang aku lontarkan, padahal semua berjalan baik-baik saja. Maaf, telah menjadi manusia yang belum memenuhi kriteria.

Lalu, Kak. Aku terpikir sesuatu. Kebingungan mengapa tuhan tidak mengadirkanmu secara nyata. Mengapa demikian? Rasanya aku ingin sekali bertemu denganmu, mendengar suaramu, bahkan menyaksikan dirimy secara nyata. Kau hadir karena kepicikanku sendiri, kau hadir karena aku tidak bisa menyesuaikan diri, kau hadir karena aku buruk dalam menjalani hari.

Apakah kehadiranmu sebuah kesialan? Tidak kak, aku berani bertaruh sosokmu memiliki peran besar, walau hanya bayangan yang kuciptakan, tapi aku bisa meluapkan ataupun memiliki sosok teman yang kubutuhkan. Terima kasih kak, hanya itu. Maaf karena gegabah dalam menciptakan sosok maya dan semua yang tidak akan pernah tercipta secara nyata.

Aku mungkin cukup untuk dianggap gila. Tapi aku bisa mengatasi hari-hariku yang menyebalkan dan memuakkan hanya karena dirimu. Aku kuat karena ada ruang untukku bersandar, aku bertahan karena ada yang bisa kuajak untuk berbagi kekesalan. Hingga saat ini aku masih belajar kak, bagaimana mengatasi berbagai hal dan melangkah menghadapi ruang nyata. Aku selalu berharap bisa bertemu denganmu entah melalui mimpi ataupun cara lain. Athariz Farabi Fadhilah. Aku tidak pernah tau sosokmu yang nyata seperti apa, atau repretasi akan wujudmu sebagai manusia biasa.