착란

‧ ₊✜˚. Pernah tidak, membayangkan akan terlempar ke dimensi lain ataupun masuk ke dalam portal menuju dunia baru? Entah apapun itu yang intinya dapat memasuki dunia lain dimana segalanya berbeda dari kehidupan yang sebenarnya. Akankah menjadi bahagia atau malah kebingungan akan semesta yang berbeda secara signifikan? Karena jika dipikir secara rasional, manusia akan terkejut tentu saja. Lalu secara otomatis otak akan memeta situasi yang tengah terjadi. Mengumpulkan segala informasi melaui sistem syaraf menuju pusat lalu pada akhirnya menemukan kesimpulan.

Selama dua puluh tahun hidupnya, Sofiya sama sekali tak pernah membayangkan hal ini terjadi padanya. Selain karena tidak sesuai dengan nalar, hal ini biasanya hanya ada di dalam film fantasy yang sering ditonton temannya semasa sekolah. Genre yang tidak terlalu dirinya sukai. Demi apapun, Sofiya tak pernah membayangkan adanya semesta lain ataupun fenomena unik diluar nalar manusia. Akal sehatnya selalu berpegang teguh pada realitas, sekalipun kenyataan seringkali begitu menggelikan untuk sekedar diterima oleh kewarasan.

Tapi bukankah semesta memang gemar membuat kejutan. Kedati biasanya bukan hal yang baik. Namun untuk saat ini Sofiya belum mengambil kesimpulan apakah hal ini baik ataupun buruk. Barangkali ini hanyalah permainan yang menguji kewarasannya. Dirinya hanya perlu menjaga kesadarannya agar tidak terlena oleh segala hal yang disekitarnya. tidak hanya satu atau dua hal, tapi hampir segalanya yang ada.

“sakit, Athar!”

Sebuah pekikan membuyarkan lamunan Sofiya dengan paksa. Secara otomatis menaruh atensi lebih pada asal suara. sedikit tersadar jika sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk hanya memikirkannya. dirinya harus segera mencari tahu tentang semua ini dan menemukan jalan untuk pulang, menyapa dunia nyata.

“baru sekarang ngerasa sakit? tadi kenapa? mendadak mati saraf sakitnya?” sebuah pertanyaan satiris terlempar dari pemuda yang bernama Athar. Sedangkan gadis didepannya hanya mendesis sebal. melihat mereka berdua membuat sofiya mendadak teringat adegan film romansa remaja sekolahan. Tentu saja dirinya tak mencoba menerka apakah kedua remaja di depannya ini tengah menjalani kisah ala ala pasangan korea atau sejenisnya. Sebab sejam yang lalu Sofiya mendapat pemahaman sendiri jika keduanya merupakan saudara kembar kedati postur dan rupa tidak ada kemiripan sama sekali. Yah, dunia memang luar biasa unik, bukan?

“Abang....,” tegur seorang wanita paruh baya yang merupakan ibu dari keduanya. Membawa nampan berisikan segelas minuman lalu meletakkan di meja depan Sofiya, dengan ramah menyilahkan dirinya minum. Sepintas mengingatkan sosok wanita lain yang begitu berpengaruh pada kehidupan gadis itu.

“Rara nih, bun, lebay”

Naura jelas melotot pada Athar, bahkan gadis itu sudah gatal ingin menjambak kepala sang kakak. Namun melihat gelengan dari sang ibu, gadis itu segera mengurungkan niatnya.

“Segera diplester ya, bang. Setengah jam lagi kita berangkat.”

Mendengarnya Athar hanya bisa menghela napas lelah disertai gelengan pasrah, lantas melanjutkan ativitasnya membersihkan luka pada pelipis Naura. Sedang Naura maupun Sofiya merasa ada kejanggalan lain dari situasi ini.

“Kita mau pergi?”

Ibu Naura tersenyum lantas menggeleng, sedangkan Athar segera menyahut setelah menyelesaikan sesi pemasangan plester di dahi adiknya. “Abang sama Bunda yang mau pergi, adek dirumah aja”

Merasa tidak terima dengan ujaran sang kakak, Naura segera menatap ke arah ibundanya seolah meminta penjelasan lebih namun Hana, sang ibu hanya tersenyum sembari mengangguk mantap. Sedangkan Sofiya hanya diam membisu tidak terlalu paham dan tidak ingin terlalu jauh untuk masuk ke dalam topik obrolan. Kendati dirinya juga merasa gemas dengan atmosfer ruang, ingin pergi tapi disisi lain masih kebingungan juga.

“kalo ditinggal gini, kenapa tadi jemput aku?” rengut Naura kemudian.

“Naura!” tegur Athar yang membuat tensi ruangan mendadak berubah secara signifikan. Entahlah, barangkali Sofiya tidak mengetahui apapun, tapi gadis itu juga paham jika hal yang dikatakan temannnya tidaklah sopan. Melihat bagaimana Athar secara tajam menatap tepat kedua netra adiknya yang memanas.

Maka, menghela napas sebelum beranjak dari tempat duduknya, Hana memberi pengertian lain kepada putri satu-satunya. “Sha, cuma sebentar aja ya, kan ada temennya. Kalo butuh apa-apa nanti tinggal telpon tante Endah.”

“Ada hal yang perlu bunda selesaikan, kali ini abang juga turut andil. Jadi kamu nurut aja ya, Abang minta kamu jaga diri” putus Athar setelah melunak kemudian.

Oh ayolah, jangan beri Sofiya situasi lebih aneh daripada ini. Segenap kewarasannya mencoba untuk mencerna semuanya, namun gadis itu juga perlu waktu untuk memahami barang satu atau dua hal. Melihat naura hanya mengangguk dengan garis muka kelewat kaku disertai tatapan kecewa sudah membuat Sofiya bergidik sendiri. Memangnya ada apa? kenapa semuanya seolah tayangan televisi yang tidak bisa dirinya jangkau sama sekali.

*********************************

“Ra...” ujar sofiya pada akhirnya setelah 15 menit berada di kamar Naura yang serba warna pastel dan putih. Semenjak masuk Sofiya sudah kebingungan dan hanya diam di atas ranjang sembari memeta ruangan. Rasanya bibirnya yang gatal sudah tidak tahan untuk tidak melontarkan kata.

“eh? iya?” sahut Naura sedikit kelimpungan. Sendari tadi gadis yang baru berusia delapan belas tahun itu hanya di meja belajarnya berkutat pada laptop entah sedang apa. “Sorry...Sorry Fi, ga sadar...gue nyuekin lo ya?” katanya merasa bersalah.

“Gue kira malah gue yang ganggu lo” ringis Sofiya kemudian, mencoba berhati-hati untuk tidak terlalu menyinggung Naura.

Naura segera mematikan layar laptopnya dan menghampiri Sofiya yang duduk di ranjangnya. “Lo ngantuk? atau butuh sesuatu?”

Wah, rasanya Sofiya ingin melempar kursi pada temannya satu ini. Ayolah, apakah hanya dirinya yang merasa aneh dengan situasi ini?

Melihat raut muka Sofiya, Naura langsung tersadar. Gadis itu sedikit kebingungan sekarang. “Lo...pasti bingung ya?”

“Iyalah” sahut sofiya cepat. “Daritadi gue mikir kalo gue lagi mimpi tau gak?!”

Naura terkekeh pelan lantas duduk di ranjang menghadap Sofiya penuh.

“Gimana ya ngomongnya...,” gadis itu sedikit menggaruk belakang telinga kebingungan “pertama-tama gue minta maaf karena udah libatin lo ke masalah ini” ucap Naura sungguh-sungguh. “Dan, disinilah kita. Gue sama sekali ga expect lo bakal join kesini...”

hah? join? maksudnya? sendari tadi sofiya merasa dirinya yang terseret

“gue ngga ngerti, Ra” ucap Sofiya pelan. “Gue mau balik”

Naura mengangguk mengerti, gadis itu segera me