Prince Merica and Princess Lada (Lia's Archive)

‧ ₊✜˚. Tanpa sadar sudut bibir Ilham tertarik tipis membentuk senyuman samar saat membaca judul yang tertera. Bukan hal lucu sebenarnya, hanya saja sedikit menggelitik jika dibaca oleh siswa sma sepertinya. 'Pangeran Merica dan Putri Lada'? Dari judulnya saja pemuda itu tahu jika ceritanya merupakan kisah dongeng yang biasa diceritakan untuk anak-anak. Sejenak dirinya heran dengan pengurus mading yang meloloskan naskah cerita seperti ini. Kendati demikian, pribadi tersebut tidak bermaksud mencela, tetap membaca dengan fokus sempurna yang dimilikinya.

Alkisah di suatu kerajaan yang bernama rempah-rempah, hiduplah seorang putri yang bernama Khumaira Aisyah Putri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Putri Lada oleh masyarakat kerajaan. Putri Lada merupakan pribadi yang terkenal ramah dan penyayang. sifatnya beitu dipuja oleh masyarakat. Hingga suatu hari-

Ilham berhenti sejenak, ternyata sesuai dugaannya. Pemuda itu mendengus pelan lantas berbalik. Kembali duduk ke kursi panjang di lobi sekolah. Pribadi dengan seragam lengkap berbalut jaket hitam itu menyenderkan punggungnya ke kursi. Seolah menyerahkan beban pada tumpuan lain selain bahunya yang cukup bidang. Lantas memejamkan matanya mencoba menikmati semilir angin di sore hari.

Suara deting notifikasi pesan mengudara lirih di lorong lobi yang sepi. Memaksa Ilham untuk membuka mata dan memberi atensi pada kotak hitam pipih dalam saku jaketnya. Dengan malas pemuda itu membuka aplikasi obrolan. Lantas mengernyit skeptis lantaran pesan yang didapat hanya sebuah pesan absurb dari nomor tak dikenal.

Belum sempat ponselnya dimasukkan ke dalam saku kembali, suara dering telepon memecah kesunyian. Mau tak mau Ilham mengangkat panggilan tersebut. Meletakkan benda persegi panjang itu dekat dengan telinga.

” Halo? Assalamu'alaikum,”

”.......”

“iya Rara, ini kakak lagi nunggu”

”.......”

“terserah”

”...........”

“iya bawel”

Ilham menutup panggilan lantas membuka aplikasi obrolan. Mengetikkan sebaris kalimat lalu mengirimnya dengan harap cemas. Sejenak pemuda itu menengadah ke atas. Menatap gumpalan awan hitam yang hampir menutupi seluruh langit. Terkadang berfikir mengapa gumpalan halus yang menyerupai permen kapas itu dapat mengambang dan tak pernah terjatuh. Padahal setahunya berat awan melebihi seratus ekor gajah. Memikirkannya saja pemuda itu langsung takjub dengan segala ciptaan tuhan.

Perlahan tapi pasti, tetesan air mulai berjatuhan. Tanah yang tadinya kering pun mulai basah dan menciptakan aroma khas yang mampu menenangkan pikiran. Angin segar bercampur aroma hujan menerpa wajah ilham dengan lembut. Entah semesta sedang mendukung suasana hatinya atau memang hanya kebetulan saja, tapi pemuda itu cukup bersyukur hujan telah turun.

Suara debum pintu terbuka menyentak ilham dari lamunannya, memaksanya menoleh ke sumber suara dengan semangat. Seolah penantiannya akan segera berakhir begitu saja. Namun seketika kekecewaan hadir dalam lubuk hatinya kala sosok yang keluar bukanlah gadis yang sedang ditunggunya. Memang seharusnya dirinya percaya saja perkataan adiknya hingga tak perlu menanggalkan harapan setinggi itu.

Barangkali siswa lain berfikir pemuda itu tengah mengalami masalah umum remaja yang cukup menggelikan yakni percintaan. Nyatanya apa yang tengah dirinya alami bukanlah hal remeh dan simpel seperti yang tengah digosipkan. Sulit untuk dijabarkan, tetapi siapa yang tau jika putra sulung di keluarganya tersebut tengah mengalami hal yang tak pernah orang lain bayangkan sebelumnya.

Yah, Ilham sendiri tidak pernah peduli angggapan sekitar. Menjalani kehidupan sesuai aturan dan takdir yang telah tercipta saja sudah menguras fisik dan batinnya. Seringkali bertanya mengapa semesta seperti tidak memberikan belas kasihan padanya. Tapi jika ingin memberontak pun rasanya percuma. Dirinya hanya bisa mengela nafas mengeluarkan hasil respirasi dari rongga dadanya yang tiba-tiba penuh sesak. Lantas memejamkan matanya mencoba fokus mendengar tetesan air yang jatuh menimpa bumi. Ia sudah cukup lelah hanya dengan memikirkan ulang semua hal. Satu-satunya alasan dirinya masih bertahan menjalani semuanya hanyalah Naura dan Bundanya. Ilham tidak boleh menyerah begitu saja dalam pertarungan ini. Pemuda itu harus tetap menghadapi agar adiknya dan sang ibunda tak perlu merasakan tekanan yang sama setiap hari. Lagipula dirinya belum cukup melindungi kedua perempuan yang selalu dirinya jaga selama ini.

Samar-samar rungunya mendengar langkah kaki mendekat, lalu perlahan berhenti tak jauh dari tempat dirinya bersandar. Sejenak melirik untuk melihat siapa siswa yang belum pulang kedati bel pulang sudah berdering dua setengah jam yang lalu. Padahal sebelumnya pemuda itu berfikir hanya dirinya lah yang belum meninggalkan area sekolah.