write.as

he hit me and it felt like a kiss. tw // non-con, violence, verbal abuse mingyu bertingkah super manis sore itu. dimulai dari jemput wonwoo. kepalanya nongol dari jendela mobil ketika wonwoo keluar dari pintu gerbang kos. mingyu tersenyum lebar ke arahnya kayak anak kecil, sumringah. senyum wonwoo kaku. mengetuk-ngetuk jari di setir mengikuti irama lagu yang diputar di radio, mingyu bersenandung pelan. ada lagu favorit wonwoo juga, tapi dia nggak berani bikin bunyi-bunyian apapun. bisu. tangan mingyu terasa berat di pahanya. mingyu melepas sabuk pengaman wonwoo ketika mereka sampai di hotel. membantu buka pintu, mengecup pelipisnya singkat, baru membuka pintunya sendiri. semuanya terlalu manis sampai wonwoo muak. terlalu manis kayak nggak terjadi apa-apa. kayak dia nggak bikin hati wonwoo berdarah-darah semalam. staf hotel menyambut mereka, atau mingyu lebih tepatnya, dengan super ramah dan akrab. seolah terbiasa dengan kehadiran mingyu. jelas bukan kunjungan pertama. membungkuk amat rendah dan membuat tubuh mereka terlihat sekecil mungkin di hadapan sang raja. tapi memang itulah pengaruh mingyu. kadang dia bisa dengan mudah membuat orang lain tunduk hanya dengan ukuran tubuhnya saja. kira-kira udah berapa orang ya yang pernah dia bawa kesini— "ini hotel kakek gue, keluarga besar sering bikin party disini." —tapi wonwoo nggak dengar. atau memilih nggak dengar. seakan telinganya diatur ke mode selective hearing. memblokir omong kosong apapun yang nggak masuk akal di telinganya. hotelnya mewah. segalanya mewah. seperti semua yang dimiliki mingyu. bukan wonwoo. ada pajangan burung merak di satu sudut lobi. bulunya indah sekali. ungu biru hijau merah. asli. tapi mati. kasihan, batin wonwoo. kemudian wonwoo ditarik ke kamar mereka. tangan mingyu di pinggangnya. digiring kayak high-class prostitute ke ranjang emas bertabur mawar. wonwoo berusaha menikmatinya selagi bisa. "gue harus gimana hari ini?" tanya wonwoo, kancing baju sudah setengah jalan terbuka. sangat fasih dan hafal sampai-sampai tangannya bergerak sendiri. seolah tangannya punya otak sendiri. "clothes off. on your back. prepare yourself first. gue gabung nanti," jawab mingyu dari kamar mandi. kasur di punggung wonwoo kayak kapas. ringan dan empuk banget. dia nggak pernah ngerasain yang selembut ini seumur hidupnya. wonwoo ketawa sendiri. rasanya kayak ngambang di surga. dia berguling-guling kanan ke kiri kayak anak kecil, lalu terbatuk-batuk. ada kelopak bunga mawar di mulutnya. wajahnya mengernyit lucu ketika dia melepeh benda sialan itu. pahit. sinar matahari jingga menerobos lewat celah dari gorden jendela kaca tinggi di samping ranjang. lampu kristal besar dan antik menggantung di langit-langit. sinarnya yang redup bikin suasana kamar segede katedral ini jadi temaram. wonwoo bisa masukin seisi kamar kosnya dengan mudah disini, batinnya konyol. ah, indahnya. tapi yang indah-indah biasanya nggak akan tahan lama. wonwoo mendesah. selagi membasahi jarinya dengan lubrikan. satu jarinya menjangkau dan menyiapkan hole-nya sendiri demi predator yang sedang berjalan ke arahnya sekarang. "look at you, so pretty." mingyu kelihatan buas membuka kancing baju satu-satu di depannya. resleting celananya hanya setengah terbuka. sudahkah wonwoo cerita kalau dia suka sekali badannya mingyu? apalagi kalo udah niban tubuhnya. dadanya padat. otot perutnya kencang. kayak nggak ada lemak sedikitpun. hanya otot dan otot sejauh mata memandang. belum lagi kakinya yang panjang. lalu pahanya itu. solid dan kuat. wonwoo sudah membuktikan sendiri ketika tubuhnya dibawa ke langit ketujuh hanya dengan duduk di pangkuan mingyu. ronde demi ronde. kulitnya yang kecokelatan...seksi banget. wonwoo masih belajar gimana caranya nolak pesona makhluk berbahaya ini seutuhnya. "udah liat jacuzzi-nya belum, kak?" tanpa melepas pakaian, mingyu akhirnya bergabung. tangannya menepis jari wonwoo dan menggantikan dengan jarinya sendiri. satu digit. lalu dua. wonwoo menggeleng. "lo harus nyoba sih." wonwoo mengangguk. "kita belum pernah nyoba having sex in the water nggak sih? we should try later. with you, on top of me." anggukan lagi. wonwoo membuka kakinya lebar-lebar demi mengakomodasi jari mingyu di tubuhnya. berbaring menyamping di sebelahnya, mingyu memeriksa bekas ciumannya tempo hari di dada wonwoo. menambahkan lagi ketika bekasnya mulai memudar. "do you like it here? kamarnya bagus nggak?" tanya mingyu di dadanya. ada nada cemas disana yang berusaha disamarkan. sudah jelas, kan. memangnya wonwoo bisa menyaksikan wujud kemewahan di depan matanya ini setiap harinya? pertanyaan aneh. "iya, mingyu. makasih udah bawa gue kesini." wajah mingyu menyala-nyala kayak anak kecil yang dapat nilai seratus waktu ulangan. "gue ada yang bagusan, kak. villa di tabanan. bawahnya laut dangkal, bisa langsung renang. private beach gitu jadi pasti sunyi. bosen gak sih lo sama bisingnya jakarta. gimana? just the two of us. how does that sounds?" that sounds amazing but— "—minggu depan? gue booking tiket pesawatnya ntar." "—bentar kuliah lo gimana?" "ck. gampang itu mah tinggal tipsen seokmin aja." "kerjaan gue—" "lo belum resign?" "hah? siapa bilang gue resign—" "yaudah biar gue sendiri yang ijin ke bos lo." mingyu terbang pesat dan terlalu tinggi wonwoo khawatir nggak bisa menjangkaunya. "bukan gitu, mingyu—dengerin gue dulu!" wonwoo mencabut jari mingyu dari tubuhnya dan terduduk. mingyu mengikutinya. menopang tubuh dengan siku. tatapannya polos. wonwoo nyaris nggak tega. tapi dia harus. harus.... "nggak ada bali, minggu depan atau besok atau lain kali," wonwoo menarik nafas dalam-dalam. dropping the bomb. "minggu depan gue nggak akan ke tempat lo lagi. ini yang terakhir. maaf mendadak but—i'm ending the contract here." there. he said it. wonwoo nggak berani memandang mingyu. memilih menunduk mengamati jarinya sendiri yang mendadak terlihat sangat menarik, salah tingkah. dia yang tanpa busana dan mingyu yang berpakaian lengkap. wonwoo baru menyadari betapa kontrasnya mereka. mingyu masih nggak bersuara. say something please... wonwoo melirik mingyu dan langsung menyesal. wajah mingyu menggelap. nggak ada lagi seringai jahil yang biasa dia tunjukkan disana. hanya predator yang menunjukkan wajah asli di depan buruannya. "ehm—gue ambil kondom ya biar cepat mulai? atau mau langsung ke jacuzzi?" mingyu masih bisu. "oooke. kondom kalo gitu. permisi." wonwoo melompat turun dari ranjang dan mulai merogoh-rogoh. di tasnya, di saku celana, di manapun. sebenarnya dia nggak tahu dimana mingyu nyimpan benda itu. wonwoo cuma tahu satu hal dan itu adalah menjauh dari mingyu. dia nggak mau dekat-dekat pemuda itu saat ini. "siapa yang nyuruh lo pergi." mingyu membalas, akhirnya. suaranya terdengar berbahaya dan seperti bukan mingyu. jantung wonwoo berpacu cepat. "balik sini." wonwoo tahu dirinya salah. dia seharusnya berdiskusi dan membuka masalah ini pelan-pelan alih-alih langsung menjatuhkan berita besar seperti itu. kesepakatan ini disetujui oleh mereka berdua sejak awal dan mengakhirinya sepihak rasanya tidak adil. tapi buat apa lagi dia ada di sini kalau mingyu sudah tidak membutuhkannya? buat apa masih bertahan apabila semakin lama dirinya memaksa bersama mingyu, semakin lama pula lukanya akan sembuh. "bentar kayaknya tadi gue liat di sekitar sini—" "GUE BILANG BALIK SINI CEPET ANJING." derap langkah mingyu di belakangnya terdengar seperti ribuan tentara yang hendak memenggalnya. hanya satu kata di kepala wonwoo. lari. jangan pernah menampakkan punggungmu pada musuh. itu kesalahan pertama wonwoo. yang kedua adalah berpikir bahwa dia bisa mengungguli mingyu dalam hal kekuatan. pelarian itu bertemu jalan buntu ketika mingyu menangkap pinggang wonwoo dan menyeretnya ke jendela. menyibak gorden kasar, dia kemudian menghantamkan tubuh wonwoo menghadap jendela. dingin di pipinya ketika kepalanya dipaksa memutar melihat pemandangan luar. "liat kesana." "mabuk ya lo!? lepasin gue sekarang!" wonwoo mencakar menyikut menendang mingyu yang dibalas dengan dorongan maha kuat yang membuat nafasnya tercekat. sikunya menekan tengkuk wonwoo. tubuhnya tergencet antara mingyu dan jendela. lawanlawanlawan— "DIEM DULU JANGAN GERAK-GERAK." "mingyu please please lepasin lo lagi nggak waras—" "lo liat gedung itu? gedung yang banyak pohonnya itu? liat kesana anjing!" wonwoo menyetop perlawanannya dan memutuskan untuk mengikuti permainan mingyu dengan melihat gedung sialan yang dia maksud. nafasnya ngos-ngosan. "—ya. itu kampus tercinta kita. tempat lo dulu kuliah. belajar. jadi kesayangan dosen dan dipuja semua orang. juara angkatan. siapa sih yang nggak kenal lo? a certified heartbreaker with a face of an angel. trofi kampus...dikejar cowok-cowok...iya, termasuk gue—" puntiran mingyu di lengan wonwoo mengencang. kakinya membelit kaki kurus wonwoo yang memberontak. "—tapi liat nasib lo sekarang. lo bukan siapa-siapa lagi. lo cuma lonte disini. jadi penghangat kontol—" seakan menegaskan hinaan itu, mingyu menekan tubuh belakang wonwoo dengan ereksinya. merasakan pegangannya longgar, wonwoo memanfaatkan momen itu dan menghantamkan benda kecil yang selama ini dia genggam erat ke kepala mingyu. dia bahkan tidak tahu benda apa itu. hanya tahu bahwa dia nggak akan menang melawan mingyu dengan tangan kosong. jadi dia menyambar apapun yang bisa diraih sebelum mingyu sempat menyeretnya tadi. benda yang bisa membuatnya menyelamatkan diri namun tidak cukup untuk menyakiti. jam tangan mahal punya mingyu itu rusak. bodi-nya hancur. rantainya putus. pecahan kacanya menyayat pipi mingyu ketika dia terlambat mengelak. darah segar mulai menetes dari sana. mingyu meraba asal muasal perih yang mulai muncul di pipi, terkesima melihat bercak merah di jarinya sendiri. dia mengangkat kepalanya pelan, amat pelan, dan menatap si pelaku. alih-alih kabur, wonwoo menciut ngeri. murka, mingyu meraung kesetanan. dia menarik dan membanting tubuh wonwoo di ranjang. menindih tubuh itu dan membuka kakinya yang meronta. "MINGYU JANGAN PLEASE GUE NGGAK MAU—" tapi nggak ada yang bisa menghentikan mingyu sekarang. tidak juga permohonan putus asa wonwoo yang terjepit di bawah tubuhnya. tangisan wonwoo justru terdengar seperti lagu pembalasan termanis di telinganya. "ayo nangis yang kenceng, nggak ada yang semanis lo waktu nangis." segalanya sakit. nggak ada yang bisa dinikmati dari penetrasi mingyu di tubuhnya. desakannya seolah menghukum. apa itu lubrikan? di titik ini, mingyu nggak mencari kepuasan, dia hanya ingin melihat wonwoo menderita. masih segar di ingatan mingyu. bagaimana dia dipaksa jongkok di lemari mantel di sebelah pintu apartemennya. membuat dirinya yang masif terlihat kecil dan tak ada. tak terdengar. hands on his head. menguping bisik-bisik intim mesra. bungkusan nasi pecel yang rempeyeknya sudah melempem tergeletak di dekat kakinya. akhirnya tak termakan. semua karena orang ini tega bermesraan dengan sang mantan di kediaman mingyu sendiri. berani-beraninya... "inget nggak? dulu lo nggak bakal sudi ngijinin gue ngelakuin ini ke badan lo. kalo tau ternyata cuma butuh duit buat dapetin lo, gue udah pake duit dari dulu." mingyu melarikan jarinya dengan sangat hati-hati menelusuri roman muka wonwoo layaknya orang mengamati karya seni. air mata melelehi wajahnya yang elok. sebut mingyu sakit, tapi semua itu makin membuat wonwoo terlihat indah di matanya. indah. tapi rapuh. mingyu ingin menghancurkannya. "...kencan sama siapapun kecuali gue, jadian sama sodara sekaligus sahabat gue sendiri. mandang gue kayak sampah," benci benci benci. "....heran, kenapa sih lo bisa kayak malaikat ke yang lain tapi jadi iblis kalo sama gue? lo bikin hati gue sakit banget tau nggak, kak..." mingyu menangis. kenapa dia menangis? pantaskah dia begitu saat wonwoo dalam kekuasaannya seperti ini? "kok diem aja? biasanya lo jejeritan kalo gue cepetin gini." semakin dalam, semakin menyakitkan. gesekan kasar punya mingyu di dalam hole wonwoo yang kering terasa setimpal ketika melihat wajah nyeri wonwoo, tangannya meremas-remas sprei. mingyu menyeka air matanya sendiri. "...please stop gue mohon..." "nggak seru, padahal gue udah bayar mahal. gimana kalau kita main roleplay aja? kalau gue tanya 'do you love me?' lo harus jawab 'i love you'. oke?" wonwoo menggeleng. nggak, dia nggak mau. "do you love me?" "mingyu, stop." "do you love me?" mingyu bertanya lagi. darah di pipinya menetes jatuh ke tubuh yang tak bergerak itu. tangannya yang pasif di leher wonwoo mulai memberi tekanan. panik, wonwoo menggaruki tangan bagai talon itu. mulai kesulitan bernafas. "DO YOU LOVE ME?" i love you but you're hurting me— "I FUCKING HATE YOU!" dan mingyu hancur. tapi dia nggak mau hancur sendirian. dia akan menyeret sumber kehancuran itu sendiri bersamanya. maka dia melumat bibir wonwoo rakus untuk yang terakhir kali. asin getir bercampur jadi satu. menelan air mata satu sama lain dan menjadikannya racun yang membunuh mereka berdua. entah siapa yang akan bertahan hidup. yang jelas bukan wonwoo. tergolek serupa orang mati, dia membiarkan mingyu mengoyaknya lagi dan lagi sampai klimaks di dalam tubuh dan, untuk yang pertama kali, wajahnya. menjambak rambutnya ketika kepala itu mencoba berpaling ke sisi lain. jijik. puas, mingyu mundur dan menonton tragedi yang dia ciptakan. bugil dan dilatari ranjang putih penuh kelopak mawar, wonwoo bagaikan maha karya agung. dia rasa wonwoo kelihatan paling menarik saat ini. seperti ini. with his cum and blood splattered all over his body. lain waktu. lain kesempatan. mungkin wonwoo akan menikmati semua ini. tapi nggak sekarang. sakit di sekujur tubuh wonwoo nggak ada apa-apanya dibanding sakit di dadanya akibat ucapan mingyu. mereka benar, kadang kata-kata bisa lebih menyakitkan daripada mata pisau. wonwoo akhirnya bangkit dan mendorong mingyu dari atas tubuhnya. memungut pakaiannya dari lantai, tertatih ke kamar mandi lalu pergi. dari kamar hotel ini. dari hidup mingyu. mungkin untuk sementara. mungkin juga selamanya. mingyu harusnya lapang. mingyu harusnya berpuas diri. dendamnya telah dibayar tuntas. tapi mengapa kemenangannya terasa kosong? dan sejak kapan kekosongan terasa begitu menyesakkan seperti ini? dibebani oleh penyesalan dan hilangnya trofi itu sendiri, kemenangannya terasa tidak begitu berarti sekarang. mingyu mengamati tangannya yang hampa di bawah sinar redup lampu kristal. makhluk jelek itu menggeliat lagi di dasar perutnya. masih lapar dan minta korban yang lain. mingyu memejamkan mata. tangan jeleknya di leher jenjang itu melintas lagi bagai cuplikan film di tv rusak. mingyu keliru. dirinya memang tidak seburuk jaehyun. dia lebih parah.