Them

hari itu mereka berdua melakukannya.

bercinta sambil marah.

gak ada alasan yang jelas mengapa berkobar rasa amuk didalam hati mereka, namun raga fana serasa terbakar kira membayangkan seharian bagaimana rasa tubuh tanpa helai benang dengan nafsu tak terkontrol terbuai oleh emosi.

yang penting saat ini donghyuck sudah tidak tahan akan jeno yang bernapas dibelakang lehernya, dan jeno yang juga sudah tidak tahan akan donghyuck yang mengkuliti daging hingga rangsang mengalir di darahnya.

tangan donghyuck memijat lembut kedua buah zakar pasangannya, menanti reaksi dibalik manik polos yang dibuat-buat. jeno gemetar dan mendesis rendah.

melempar kepalanya ke belakang, jeno memejamkan mata, tidak mau terlalu cepat mencapai lampu hijau.

“ck, gengsi mu terlalu tinggi” donghyuck bergumam dan langsung menutup bibirnya dengan mengulum daging empuk di tangannya dengan lahap bak babi tidak pernah diberi makan. dengan hafal memasukannya lebih dalam sebagaimana jeno lemah terhadapnya.

jeno mencengkram beberapa helai rambut yang lebih muda dibawahnya. mengarahkan kepala mengikuti gerakan pinggul tanda tak puas dengan yang diberi oleh lawannya. tak suka di atur, donghyuck membalas dengan goresan gigi atas mengundang rintihan jeno.

“setidaknya.. aku tidak menjadi rendahan.. dengan menggoda pria lain” jeno mengucap sambil terbata akibat ulahnya sendiri yang mencari kenikmatan.

donghyuck berhenti ditengah gerakan maju-mundur kepalanya hanya untuk sekedar berdengus, udaranya menerpa bulu kemaluan sehingga memberi efek seluruh hormon jeno menyatu diujung tanduk.

sekali hisapan, donghyuck melepas bibirnya mengganti dengan jilatan-jilatan kucing ketika dirasa jeno sudah semakin dekat. mensejajarkan dirinya, donghyuck mendekatkan wajah dan menarik paksa tekuk yang lebih tua, menabrakan kedua belah bibir sehingga tercipta suara cipakan nyaring disekitar ruangan.

“kamu mau digoda juga, 'bos?'”

jeno menggeram lalu memegang dengan kuat pinggang donghyuck untuk ditarik bersatu ke badannya. memastikan harus ada bekas yang dapat dongyuck ingat besok paginya bahwa dia milik siapa, untuk siapa, dan dari siapa.

jeno berniat sungguh agar membuat donghyuck lupa akan namanya, ketika,

“kalau mau monolog dipikiranmu itu menjadi nyata harusnya kamu segera melakukannya sebelum aku bosan”

jeno menyunggingkan bibirnya, “tak pernah aku lihat kamu dapat bosan bermain dengan milikku”

jeno menarik milik donghyuck, membuat empunya tersentak kaget lalu mencengkram pundak pucat jeno yang gampang memperlihatkan warna merahnya. lalu dengan kilat membalikan badan donghyuck agar si coklat dapat memampangkan bokong sehalus bayinya.

dengan kasar namun tidak berbahaya, jeno menepuk pantat itu tiga kali diiringi desahan yang makin meninggi dari yang menerima tepukan tersebut.

namun tanda itu tidak membuat pikiran donghyuck kehabisan akal untuk menyerocos tanpa saringan, “mungkin setelah tiga bulan yang lalu aku telah berubah, kamu berubah, kita berubah. tamparanmu tidak menggairahkanku seperti dulu”

jeno tahu itu omong kosong, karena keterbalikan dari ucapannya, sekujur bulu kuduk badan donghyuck berdiri kegirangan akan ministrasi jeno lakukan tadi.

tapi jeno mudah tersulut, dan yang jeno lakukan selanjutnya seperti reflek dituntun oleh setan. dua jari hanya dengan mani awal milik yang lebih muda hasil mengocok sebentar dia masukan dengan cepat ke anal merah muda yang kencang itu.

“tiga bulan dan masih sempit”

“itu karena, ah— gak pakai, euh- pelumas bodoh!”

“sakit?”

“jangan, euh, ditanya tolol” donghyuck mengeratkan tangannya di meja marmer di depannya. badan terus memundur mengejar guntingan jemari jeno di dalamnya.

“apa sesakit diriku yang ditinggal tanpa kata-kata tiga bulan lalu?” kata jeno rendah, tapi tanpa amarah, tanpa murka, tanpa garang.

donghyuck menggelengkan kepalanya, menjernihkan pikiran untuk tidak ikut berduka jika masih begini akhirnya cara mereka berbagi hasrat.

“persetan” donghyuck dengan paksa melepas bokongnya dari pergelangan tangan jeno lalu membalik badannya menghadap penuh ke si taurus.

“pindah ke sofa”

jeno memiringkan kepalanya.

“aku bilang kita pindah ke sofa”

jeno menghela nafas mendengar rajuk donghyuck lalu membuka lacinya untuk mengambil pengaman untuk berganti tempat ke sofa tamu yang ada diruang kantornya.

“kenapa pakai pengaman?” tanya donghyuck melihat jijik ke benda karet dibungkus persegi biru itu.

“karena sebego-begonya aku, se sok kuatnya kamu, se seneng-senengnya kita, aku gak mau kalau kita gak aman. gak ada jaminan—”

“tapi aku aman.” cicit donghyuck mengecil. menunduk malu mengakui hal tersebut. terlihat seperti bocah daripada lelaki umur 25 tahun yang akan digagahi.

“tetap aja hyuck” kecap jeno sambil menyekar rambut hitam pekatnya. lalu mengambil botol pelumas kecil yang masih terpakai sedikit dari laci yang sama.

“sana ke sofa”

donghyuck berdecak kesal dan mengambil lancang botol putih tersebut. membuka tutup dan mengoleskan beberapa cairan tersebut ke jari telunjuk, tengah dan manisnya. sambil berjalan menuju sofa, dan merebahkan punggung, donghyuck menyiapkan dirinya sendiri.

“nunggu kamu lama”

“kalau nunggu yang lain, cepet ya”

'hnggg' donghyuck melenguh seperti komputer pentium yang baru dinyalakan ketika merasakan jemari nya sendiri memanjakan titik kurnianya.

jeno memperhatikan pertunjukan di depannya dengan seksama sambil mengurut kepemilikannya yang senang, berbeda dengan otak yang berkalut mengingat kata donghyuck sebelumnya bahwa dia, dirinya sendiri, mereka berdua, telah berubah.

tiga bulan waktu yang tidak sebentar untuk membenahkan hati yang berantakan akan perlakuan sahabatmu yang kau cintai dalam diam selama bertahun-tahun. tiga bulan bukan waktu yang sebentar untuk merapihkan nalar yang hancur akan pengakuan sahabat yang kau cintai diam-diam juga mencintaimu kembali tapi belum dapat membalasmu saat itu juga. tiga bulan juga bukan waktu yang sebentar untuk dapat menghentikan rasa yang sudah terlanjur terjaring dan tidak dapat digunting untuk melepaskannya.

dan ketika sahabatmu itu kembali dalam wujud sebagai bawahan barumu, siapa jeno yang tidak mempergunakan kartu kekuasan untuk memutar balik keadaan agar tidak tersakiti lagi.

tapi lihatlah si jeno yang terlalu baik hati, kendali yang dia pegang kini diserahkan secara percuma kemudinya kepada lelaki disebrang yang sedang mengatur tempo untuk orgasme.

“kalau aku main sendiri begini, mending aku pulang”

dan itu adalah petunjuk selanjutnya untuk jeno bergabung.

ditekuknya kedua lutut donghyuck agar terkangkang bebas menampilkan lubang anal merah muda donghyuck dengan percaya diri menarik perhatian penis jeno yang kini sudah berselimut karet tipis bernama kondom.

dimasukan sekali lagi tiga jemari dari jeno ke liang itu memastikan agar dia dapat leluasa tidak membuat suatu penyesalan di saat nanti.

“tuh kan bener lama, cepet masukin”

tapi jeno kali ini membantah, menyerukan mukanya ke muara tersebut, menjilat dan mengecup basah membuat donghyuck yang bergantian bergetar.

“sialan”

“kamu lupa siapa atasanmu?”

“lee jeno cepatlah”

“memohonlah”

donghyuck mengerang frustasi, ujungnya mengeras akan segera lepas, dindingnya menegang tidak sabar mencengkram sesuatu.

“tolong—”

“apa?”

“jamah aku, pe— pegang aku. sentuh seluruh. aku mau disentuh”

“hanya disentuh?” dan benar, jeno hanya merabakan telapak tangannya halus disekitaran pinggul, dada, dan noktah hitamnya.

“lee jeno, masuklah, cepat, kumohon”

jeno berdengus, “seperti tidak ikhlas”

donghyuck naik pitam, menggengam muka kotak jeno dan mencumbu mulutnya ganas. melumat dan memasukan paksa lidahnya yang dengan cepat didominasi kembali oleh jeno.

dengan distraksi, jeno memasukan miliknya ke donghyuck, menghapus garis batas yang jeno dan dongyuck coba tarik ulur dari meeting sehabis makan siang hari ini.

donghyuck sudah tidak memikirkan apapun selain pecapaiannya maka kakinya otomatis menyilang di belakang punggung yang lebih tua sementara panggul mereka bergerak dalam ritme pendek-pendek. tubuh bosnya berat dan hangat di atasnya, kulitnya lembap oleh selapis tipis keringat. Bibir donghyuck basah mendesahkan namanya berulang-ulang seolah kecanduan.

“apa— apa mereka bisa membuat kamu seperti ini? mendesah seperti ini? membuat kamu nikmat seperti ini?”

donghyuck menggeleng cepat mengalahkan pacu diantara bawahan mereka. mengerang kecil memasukan kepalanya di ceruk leher jeno.

“gak- gak ada yang lain. cuma kamu”

jeno ingin sekali percaya, dia akan percaya.

“kamu harus percaya jeno. gak ada yang lain. aku akan lakukan semua buat kamu” racau donghyuck bersamaan dengan hilangnya arah kecepatan yang jeno atur.

mencopot tanpa aba-aba dan memasukan kembali secara menyamping, jeno menghimpit miliknya dibawah selangkang dan analnya donghyuck.

“kamu lakuin apapun buat aku?” kata jeno dengan tergesa, mengambil nafas asal.

“apapun”

“yang terburuk”

“lebih dari itu”

jeno berhenti sejenak dan kini membuat donghyuck benar-benar menunggingkan dirinya. memasukan miliknya dan satu jari ke pantat donghyuck agar dimajukan bersamaan. menghasilkan pekikan nyaring yang jika saja ruangan jeno tidak kedap suara dapat terdengar oleh penjaga kantor yang terkadang berkeliling.

“bisa kamu tahan ini? sebentar”

donghyuck melihat bintang, air liurnya keluar disudut bibirnya, namun dia masih sempatkan membalas demi tidak-tahu-apa-yang-dia-demikan dengan anggukan.

jeno tidak tahu khilaf mana yang hinggap dipucuk kepalanya, tapi jeno ingin, dan jeno harus.

“kalau sakit banget—”

“enggak, gak sakit. te— terusin aja”

dan lagi jeno menggerakan mereka, penis dan jarinya. Menggelitik. Memantik. Membuat gila.

“ah! jeno ah!”

“enak?”

donghyuck memutar kedua bola matanya. ia memutarnya bagaikan orang sakau, bagaikan mereka yang kesurupan. pahanya bergetar hebat. lalu seketika donghyuck melihat putih.

jeno merasa orgasme donghyuck tercapai, melepas jari dan kemaluannya kembali untuk mengangkat badan donghyuck agar memangkunya.

terlalu stimulasi membuat donghyuck mengerang lemah namun tetap menuruti jeno bagai diuntai tali boneka kain.

tanpa memasuki, jeno melepas karet pengaman yang terasa sesak lalu menggesekan miliknya dan donghyuck yang kini hidup kembali atas intrusinya.

kulit dengan kulit, seperti yang donghyuck harap dari awal.

dengan menangkup pipi jeno, diusapnya lembut sekitaran tulang zygomaticus itu. menatap sayu ke kulit langsat di hadapannya, donghyuck mengecup sayang ke semua permukaan lapisan kulit kepala jeno.

jeno menggoyakan pinggul tanpa henti hingga gesekan tersebut sampai jengah untuk dirasa. sampai asa itu terus ada disana. Sampai limitnya. Sampai kedua dari mereka meracau hebat.

Dan akhirnya mereka memuncratkan isian keluar. untuk kasusnya donghyuck, keluar kembali.


(mereka akhirnya meringkuk berhadapan di sofa tamu setelah beberapa ronde selanjutnya. menyelami iris mata masing-masing pihak.

“asal kamu tahu aku gak ada godain mereka”

“hm”

“aku gak ada sama sekali niat buat narik perhatian mereka”

“hm”

“ya kalaupun mereka tertarik bukan salah aku yang gak bisa ngatur pikiran mereka”

“hm” jeno mengeratkan pelukannya ke donghyuck. menghembuskan nafas hangat sebagai terpaan ke papar wajah donghyuck yang menerima sukarela.

“aku sayang kamu”

jeno tersenyum, akhirnya dapat menanyakan kembali pertanyaan yang tak bisa terjawab sebelumnya.

“sekarang apa sudah bisa nerima aku?”

doghyuck mengangguk, lalu memasukan lengannya ke bawah ketiak jeno. membuat dirinya lebih mengecil dengan menenggelamkan kepalanya di dada jeno. mengecup kecil kulit yang disuguhkan.

“milikku?”

“milikmu. kamu milikku?”

“milikmu. selalu”)