matahari bisu bercerita

So slowly a sunlit dream pulls me out of sleep Feel the morning through the blinds I turn my head to meet your sunkissed face In this quite place, I can give you all my time

— a childe and shay shortfic ♡

mengintip malu, kepada mondial selamat pagi matahari ucapkan. cicit-cicit burung bercengkrama akan apa-apa yang tidak kita pahami, dan kamu masih membiarkan tangannya merengkuh sayang pada pinggang.

pagi bukan sahabat, pagi bukan pula kerabat. tapi, melihat wajah tenangnya yang terlelap bisa dijadikan topik debat.

kamu mengelus pipinya pelan, tersenyum-senyum macam kali pertama, walau kamu tau di dalam hati ia pemilik tahta.

kamu mainkan surai oranye-nya lembut, kamu suka bagaimana dia terlihat sangat repih, elusif beban tak berani menampakkan diri.

debar jantung beresonasi saat ia membuka mulut, menatapmu dalam, dan berucap “selamat pagi, shay” senyumnya, ya tuhan senyumnya. umbut hati, menyulut kata-kata yang menjelma atas momentum.

desir merah menjumpaimu pada dua belah pipi. sinarnya tak terpendam walau ruang itu temaram. kalau kamu bisa saat ini juga, kamu ingin menangis. kata-katamu akan keluar dengan rancu. terpaksa menyapa agar waktu tidak membeku.

terlebih saat mengingat tanganmu masih nyaman menjamah wajahnya, sigap (lebih seperti salah tingkah ditambah dengan sedikit bumbu panik) kamu tarik menjauh. lagi-lagi dia tertawa, semuanya sudah seperti permainan.

“kenapa ketawa?” retoris, pertanyaanmu rerotis. “kamu lucu soalnya” klise, jawabannya klise.

tetap saja, mau beribu kali ia lontarkan alasan-alasan se-klise apapun, tubuhmu berkata lain. toh memang, tahta pemilik hatimu lagi lagi hanyalah dia.

tangan yang tadi kamu bawa jauh-jauh ia raih, dielusnya perlahan, dititipkannya sebuah kecup. setiap kecupan yang ia titipkan isyarat sembahan, bak beribadah kepada sang tuhan.

satu, dua, tiga, empat, dan lima. “selamat pagi, shay” sekali lagi ia ucapkan.