mencintainya adalah jeruji besi, di mana oranye menanti

And maybe we got lost in translation Maybe I asked for too much But maybe this thing was a masterpiece 'til you tore it all up Running scared, I was there I remember it all too well

— a natsumugi shortfic ♡

langkah kakinya ia tapakkan dengan parau, hidung merona dibuai dinginnya angin lalu. rapatkan syal, peluk pada diri dieratkan. natsume berfikir, “aku berhak mendapatkan ini.”

melanjutkan langkah kakinya, si surai merah menatap legamnya langit. jam pada telefon pintar menunjukkan pukul 21.09. ah, biasanya tsumugi akan mengajaknya pulang bersama. biasanya. mana mungkin tsumugi membiarkannya pulang sendiri. biasanya. natsume berfikir, “aku berhak mendapatkan ini.”

kenangan yang belum tuntas menemani seiring langkah kaki, dan natsume masih terlalu sungkan untuk berhenti.

satu persatu menghantamnya kembali. akan apa-apa yang dia lewati, akan apa-apa yang dia sesali. semuanya datang tanpa permisi, semuanya datang tanpa kendali.

kenangan akan bagaimana rengkuhan tsumugi di pinggangnya yang terasa seperti rumah. kenangan akan bagaimana tsumugi mengecupnya yang diiringi dengan ucapan “selamat pagi, natsume.” seperti paket lengkap 247 tanpa henti.

kenangan akan bagaimana tsumugi berdiri di lututnya, bagaimana tangannya mengeluarkan kotak cincin merah, dan bagaimana wajahnya menunjukkan bahwasannya dia adalah lelaki paling bahagia saat itu.

oh, jangan lupakan bagaimana natsume menolak ajakannya untuk menikah, bagaimana natsume lari dari kerabat dan keluarga yang menanti, dan bagaimana natsume menjadi antagonis dalam hidup tsumugi.

natsume menghentikan langkah kaki, sedikit harap terbesit dan tetes tangis mulai menyapa. tersedu-sedu walau batinnya terus bertanya, “untuk apa?”. tersedu-sedu walau dirinya tau, “aku berhak mendapatkan ini.”

natsume si paradoks tanpa jalan keluar, natsume si gelandangan tanpa rumah untuk kembali, dan untuk terakhir kalinya natsume berfikir, “aku berhak mendapatkan ini.”