How Do You Recharge?

Lee Joon Hyuk & Lee Joo Young


Langit kota mulai turun perlahan. Kalau kata Sungcheol, ini golden hour. Gak boleh disia-siakan, alias harus dipake buat foto estetik.

Jooyoung masih di atas truk damkar, menepuk pelan dada Joonhyuk yang kini tidak terdengar suara tangisnya. Matanya sekarang terfokus pada Seungjo dan Yumi yang lagi beli cireng di pinggir jalan.

Joonhyuk terduduk cepat, membuat Jooyoung otomatis menarik tangannya sambil menoleh pada Joonhyuk.

Dia memerhatikan Joonhyuk yang stretching kepala dan leher. Joonhyuk punya lingkaran hitam di matanya. Jooyoung jadi sadar kalau di markas dia sering sekali melihat Joonhyuk. Joonhyuk jarang izin, sering juga menggantikan shift orang lain, atau volunteer buat shift malam. Artinya, Joonhyuk salah satu orang yang selalu stand by hampir dua puluh empat jam di damkar.

Joonhyuk menghela napas lalu menoleh pada Jooyoung yang sedang memerhatikannya. Dia memiringkan kepala. Oh, Jooyoung tidak sedang melihatnya. Jadi Joonhyuk memanfaatkan kesempatan ini untuk menelusuri wajah Jooyoung lebih dekat.

Pipi kiri, di atas lesung pipit. Bawah mata kiri. Joonhyuk tersenyum simpul, teringat sebuah adagan dalam film tentang tahi lalat yang pernah ia tonton bersama Mbak Yumi yang pas itu lagi ngidam. Waktu nonton itu juga dia langsung teringat Jooyoung.

“Jooyoung.”

Yang dipanggil berkedip kaget. “Ada... semut di leher,” Jooyoung menunjuk leher Joonhyuk.

Joonhyuk menepuk lehernya pelan lalu mengangguk. Matanya tidak lepas dari Jooyoung, membuat Jooyoung semakin gugup dan meremas plastik es teh manisnya yang tinggal es saja.

“Siang waktu itu...” ucap Joonhyuk, “gue bukan ketemu cewek buat... dikejar.”

“Hah? Siang kapan, Kak?” Jooyoung yang tadinya gugup jadi bingung sama pernyataan tiba-tiba dari manusia aneh di depannya.

“Waktu lo nyemangatin gue dari atas truk damkar.”

“Oh...” Jooyoung mengangguk-angguk. “Terus kenapa?”

“Cuma mau bilang aja,” Joonhyuk mengangkat bahunya dan menarik wajahnya dari hadapan Jooyoung. “Biar gak pada salah paham lagi.”

“Bukan itu. Kalau bukan buat pdkt sama orang, terus buat apa?”

Mata Joonhyuk bergerak ke mana-mana. “Ngg...”

“Lo udah bikin gue kepo. Gak jawab, tendang,” Jooyoung mengancam dengan kakinya yang siap-siap ia angkat ke depan Joonhyuk.

“Iya, iya.”

Joonhyuk mengeluarkan ponselnya dan dengan acuh memberikannya pada Jooyoung.

Jooyoung masih dengan wajah mengancam mengambil ponsel Joonhyuk dan membaca isinya.

“KAK JOONHYUK KULIAH?!”

“SSSTTT!!!” Joonhyuk hampir membekap mulut Jooyoung kalau tidak ingat dia gak mau sembarangan bertindak hal yang bisa men-trigger memori Jooyoung pada hari terburuknya.

“Jangan dibiasain teriak-teriak,” ucap Joonhyuk dengan nada lebih lembut. “Nanti kedengeran sama yang lain.”

Lalu ekspresi Jooyoung berubah bingung. “Gak ada yang tau? Kapten gak tau?”

Joonhyuk mengangkat bahunya lalu menggeleng. “Cuma kapten. Kan harus izin.”

“Kenapa?”

“Malu.”

“Malu kenapa?”

Mata Joonhyuk turun. “Gue kan udah tua.”

Jooyoung menatap Joonhyuk aneh, lalu matanya kembali beralih pada ponsel Joonhyuk. “Malu tuh kalo gak tau tapi gak mau belajar.”

Joonhyuk hanya mengangkat bahunya. Benar juga, tapi Joonhyuk masih segan. Dia kembali berbaring melihat langit.

“Terus ambil cuti, Kak?”

“Enggak. Kan Universitas Terbuka.”

“Ah. Belajar mandiri, ya?”

Joonhyuk mengangguk-angguk.

“Gara-gara ini kak Joonhyuk sering ambil shift ekstra? Buat biaya maksudnya.”

“Enggak. Ini kan beasiswa.”

“HAH?”

Buset. Joonhyuk kaget. “Ssstt!”

“Beasiswa???” Jooyoung menge-swipe ponsel Joonhyuk. “Jadi pas waktu itu didandanin sama Kak Minki, lagi mau wawancara beasiswa?”

Joonhyuk mengangguk-angguk. Dia melirik Jooyoung dan mendapati perempuan itu sedang melihat ponselnya dengan senyuman dikulum dan mata berbinar.

“Keren!!!” Jooyoung senyum lebar sambil menunjukkan gigi-giginya, sedikit tertawa, dan membuat Joonhyuk tersenyum bangga.

Lalu ekspresi Jooyoung berubah. “Tapi emang bisa ya kuliah tapi kerjanya gak pasti waktunya kayak kita?”

“Bisa. Justru syarat beasiswanya harus tetep kerja di damkar.”

Bagus. Jooyoung tahu Joonhyuk bukan hanya ngeselin tapi juga brilian. Dia bisa jadi apa aja yang dia inginkan, dan setelah lulus dia bisa memilih untuk kerja di mana saja dengan prospek yang lebih baik dari damkar. Jadi Jooyoung sangat bersyukur karena setidaknya, dia punya empat tahun lagi untuk melihat Joonhyuk berkembang di dekatnya.

“Cerita, Kak. Kabar baik tuh harus diumumin.”

“Iya. Nanti. Liat sunset dulu.”

Mendengar sunset membuat Jooyoung akhirnya melepaskan pandangan dari hp Joonhyuk. Dia menyelonjorkan kaki dan ikut menatap langit keunguan, bersandar ke belakang bertumpu tangan. Angin kota sedang sopan sekali menerpa wajah Jooyoung, semilirnya membuat beberapa helai rambut sedikit berpindah ke wajah Jooyoung.

Sekali lagi, Joonhyuk melirik Jooyoung. Perempuan itu sedang menutup matanya, tersenyum, menikmati angin yang berhembus. Kali ini, Joonhyuk tidak mengalihkan pandangannya.


Fighting!”

Joonhyuk memicingkan matanya. Baru saja dia dihadang, didandanin, terus ditinggalin begitu aja sama Minki, Seungwoo, dan Jehoon. Dia lagi menunggu ledekan yang akan keluar dari mulut Jooyoung.

Tapi Jooyoung gak bilang apa-apa, malah mempertahankan senyuman pasta giginya. Merasa perempuan itu enggak akan bilang apa-apa lagi, Joonhyuk sedikit mengangguk dan berbalik pergi.

Terik matahari bukannya mengalihkan Joonhyuk dari rasa gugupnya, malah menambah tegang yang ia rasakan. Rasanya Joonhyuk ingin hari ini cepat-cepat berlalu walau gak yakin berlalunya akan baik.

Tapi masalahnya, Joonhyuk gak percaya diri. Dan usaha teman-temannya sama sekali gak membantu Joonhyuk percaya diri. Cuma membantu dia buat jadi ganteng. Ditambah lagi dia tetap harus ganti baju formal nanti.

Joonhyuk menoleh kembali ke gerbang. Untuk berbagai alasan yang Joonhyuk sendiri masih coba merangkainya biar bisa disimpulkan, ia menggenggam erat tas selempangnya dan berlari kembali ke markas, berhenti di depan truk damkar.

“Jooyoung!”

Rambut Jooyoung sedikit menjuntai dari atap truk. Agak terkejut, dia berbalik tengkurap dan mendapati Joonhyuk di bawah berdiri agak terengah.

Jooyoung menatap Joonhyuk dengan kening berkerut, tapi tidak ada pertanyaan yang keluar dari mulutnya.

Fighting buat apa?” Teriak Joonhyuk.

Kening Jooyoung makin berkerut.

“Semangatin buat apa?” Ulang Joonhyuk sekali lagi.

Jooyoung memiringkan kepalanya, lalu menatap mata Joonhyuk.

“Buat apapun yang lagi dikejar.”

Joonhyuk menghela napasnya. Dia bahkan belum mulai apa-apa, tapi leganya sudah seperti sampai garis finish.

“Semangat, Kak Joonhyuk!” lagi-lagi Jooyoung tersenyum lebar sambil menumpu dagu di pinggir atap truk.

Kali ini, Joonhyuk balas tersenyum lebar sebelum berjalan pergi. Tenangnya sudah terisi lagi.


Klik #damkarlife for more

#LeeJoonHyuk #LeeJooYoung #indofic

Komentar dan feedback: https://secreto.site/18493978

Terima kasih!!! xx