Waktu Bahagia

Lee Joo Young x Lee Joon Hyuk

Warn! Inaccurate medical terms


“Kak, ini mah dua kali jarak markas ke rumah!” ujar Jooyoung sewot sambil melepas helmnya.

“Kan sekalian gue pulang ke rumah,” Seungjo mengangkat bahunya. “Gue anterin lo ke PMI sini karena ada yang lagi donor juga di sini. Biar lo pulangnya bareng nanti sama dia.”

“Anak damkar? Siapa?”

“Udah sana. Masuk angin nanti ga bisa donor lagi nangeess,” Seungjo meledek Jooyoung sambil menstarter motornya.

Jooyoung menabok helm Seungjo dengan sangat keras. Seungjo malah dengan sengaja memutar-mutar kepalanya ala orang pusing.

“Hati-hati ya, Dek.”

“Makasih, Kak,” Jooyoung menunggu Seungjo pergi lalu masuk ke dalam PMI yang sedang sepi. Satpam dan mobil pun enggak ada.

Jooyoung masuk ke dalam ruang registrasi. Kosong juga. Dia mulai berpikir dia lagi dijahilin sama Seungjo, tapi udah kadung sampai ke tempat yang jauh ini, dia isi aja surat pernyataan kesediaan dan self-assessment sambil minum susu kotak.

“Malam. Golongan darahnya apa mbak?”

Jooyoung mendongak dan seorang pria tinggi, lebih tua darinya, berjalan ke belakang meja register dengan sandal jepit, celana kain, dan jumper yang kegedean. Jooyoung cuma menatap pria itu.

“Oh iya, saya sendiri malam ini karena ada beberapa titik kecelakaan besar yang butuh banyak darah. Jadi staf ganti-gantian distribusiin darah dan membantu juga di tempatnya. Mbak kalau boleh tahu golongan darahnya apa?”

Jooyoung masih menatap pria itu, lalu pria itu menatap dirinya sendiri. Dia mengeluarkan hp serta dompetnya dan menunjukkan sesuatu ke Jooyoung.

“Ini STR saya mbak, KTP saya juga,” ujarnya biar Jooyoung percaya.

Jooyoung melihat STR dan KTP pria itu.

Dokter Choi Jaewoong.

“Mbak golongan darahnya apa? Kami sedang butuh darah A.”

“Saya A tapi negatif.”

“Oh. Bagus. Kami butuh,” dia memeriksa asesmen Jooyoung dan mempersilakan Jooyoung duduk untuk diambil darahnya.

“Tapi empat minggu ini saya udah coba donor darah, Hb-nya selalu rendah, Dok,” Jooyoung duduk.

Si dokter membuka kartu donor Jooyoung, ada 1 kartu yang sudah hampir penuh.

“Saya lihat di sini sampai 4 tahun lalu rutin ya donor darah. Habis itu Hb-nya susah naik ya?”

Jooyoung mengangguk. Lalu si dokter bertanya apakah sudah pernah minum obat penambah darah dan makanan penambah darah.

“Semoga hari ini Hb-nya cukup, ya.”

Lagi-lagi Jooyoung mengangguk sambil melihat si dokter. Sambil diambil darahnya pun dia tetap melihat si dokter.

“Cukup, ya,” si dokter menunjukkan Hbmeter dan Jooyoung tersenyum senang. Lalu dia mengukur tekanan darah Jooyoung dan mempersilakan Jooyoung masuk ke ruang donor.

Jooyoung hampir bersorak senang. Setelah sebulan bolak balik, jari ditusuk-tusuk, akhirnya bisa donor juga. Sudah rutin donor sejak usia masuk kepala dua, Jooyoung jadi suka sedih karena beberapa tahun terakhir dia sangat susah donor karena Hb-nya gak cukup.

“Eh, tunggu. Ada yang lagi donor juga di dalem, laki-laki. Mau tunggu orangnya keluar atau mau sekarang?”

“Emang biasanya dipisah laki-laki perempuan?” Tanya Jooyoung bingung.

“Siapa tahu lebih nyaman kalau gak digabung, Mbak.”

Jooyoung mengintip lewat jendela yang membatasi ruang register dengan ruang donor.

“Kak Joonhyuk?”

Joonhyuk yang sedang main hp menoleh pada Jooyoung. “Tadi Bang Seungjo udah bilang.”

“Oh, kenal?” Pak dokter bergantian menunjuk Jooyoung dan Joonhyuk.

“Dokter kenal?” Tanya Jooyoung.

“Dia udah 20 tahun lebih donor di sini. Saya masih co-ass dia udah donor,” kata pak dokter.

Jooyoung cuma ber-oh kecil lalu duduk di velbed samping Joonhyuk. Dia berbaring dan menunggu dokter menyiapkan jarum.

“Kenal di mana?” tanya pak dokter.

“Dia damkar,” jawab Joonhyuk.

“Ooooh,” si dokter mengangguk-angguk sambil tersenyum, terlihat senang. Dia memasukkan jarum ke lengan kiri Jooyoung.

“Saya tinggal telepon staf dulu, ya. Buat transfer darah.”

Mata Jooyoung mengikuti si dokter sampai dia menghilang di balik pintu.

“Di sini yang jaga dokter, Kak?” Jooyoung bertanya tanpa melihat Joonhyuk.

“Dia kepala PMI sini.”

“Oh...”

...

...

...

“Kak Joonhyuk marah ya gara-gara yang kemarin?” Jooyoung bertanya lagi setelah sunyi beberapa lama.

“Kok marah?” Joonhyuk tersenyum. “Gue cuma menyampaikan. Gak minta. Jadi gak perlu jawaban.”

Jooyoung menoleh dan menatap Joonhyuk, yang ditatap sedang menatap lurus ke langit-langit, tapi sambil tersenyum.

“Gue usaha dulu, boleh kan?” Ujar Joonhyuk, masih menatap langit-langit.

Jooyoung berkedip banyak dan mengalihkan pandangannya ke langit-langit juga.

“Itu baru pertanyaan. Harus dijawab,” kata Joonhyuk.

Jooyoung kembali berkedip. “Kalau enggak boleh, emang Kak Joonhyuk bakal berhenti?”

“Enggak, sih. Namanya juga usaha,” ujar Joonhyuk melirik Jooyoung.

Tidak ada jawaban. Joonhyuk tertawa kecil. Jooyoung cuma bisa mengerutkan bibir.

Pak dokter datang lagi dan menyelesaikan donor Joonhyuk.

“Gue tunggu di luar, ya,” kata Joonhyuk sambil berjalan keluar.

“Dia konsisten, lho. Donor dari umur 17 gak pernah lewat, rutin.”

“Dokter udah di sini dari Kak Joonhyuk 17 tahun?”

“Ya enggak. Saya baru di sini 3 tahunan. Kan ada kartunya. 5 menit lagi, ya.”

Jooyoung mengangguk-angguk saja, menonton pak dokter membersihkan peralatannya dan menyimpan darah Joonhyuk.


Jooyoung menghimpit bekas suntikannya dan duduk sambil menunggu pak dokter selesai.

“Silakan, sudah boleh keluar. Kalau mau istirahat sebentar juga boleh,” kata pak dokter yang masih sibuk merapikan peralatan.

Jooyoung terdiam dan duduk beberapa lama di velbed.

“Dok,” Jooyoung memanggil pak dokter.

“Ya?”

“Dokter yang waktu itu saya cakar, ya?”

Si dokter berhenti dari aktivitasnya dan melihat Jooyoung. “Ingatan saya beneran masih bagus ternyata,” dia tertawa.

“Maaf ya, Dok,” Jooyoung menunduk.

“Baru dicakar. Saya pernah ditonjok orang tua pasien, didorong di tangga juga pernah.”

Sedih banget, pikir Jooyoung. Tapi dia tetap menunduk.

“Hb kamu rendah sejak habis keluar dari RS, ya?” Tanya Pak Dokter Choi- Jooyoung baru inget lagi namanya, sambil kembali merapikan barang.

Jooyoung mengangkat bahunya.

“Stres, depresi, trauma psikologis secara gak langsung ada pengaruhnya sama Hb. Longlasting efeknya. Banyakin makan bayam, makanan whole food yang kaya zat besi, minum obat penambah darah juga bisa. Lumayan nih udah mau 50 kali donor.”

“Iya, Dok. Terima kasih ya, Dok, karena waktu itu gak nuntut saya.”

Dokter Choi tertawa keras banget mendengar kepolosan anak perempuan ini.

“Justru saya sedikit lega waktu kamu cakar,” kata Dokter Choi sambil membukakan pintu buat Jooyoung.

“Lega?”

“Biasanya, pasien-pasien yang seperti kamu, setelah seminggu fase ngamuk-ngamuk di RS, jadi kosong, gak ada jiwanya. Gak respons. Wajar. Saya lupa tapi kayaknya kamu lama di rumah sakit, kamu selalu sadar, nangis dengan sadar, marah-marah dengan sadar, ngusir orang dengan sadar.”

Jooyoung mendengarkan.

“Kesadaran itu mahal, Mbak. Tandanya harapan kamu untuk pulih besar sekali.”

Jooyoung cuma menanggapinya dengan senyum tipis. Mereka mengobrol sambil Dokter Choi mengantarkan Jooyoung ke parkiran di mana Joonhyuk udah menunggu.

“Tadi pas saya denger kamu damkar juga, saya seneng banget.”

Jooyoung berhenti dan menatap Dokter Choi bertanya.

“Kamu hebat banget, Mbak. Coba bayangin berapa orang yang kamu tolong dari damkar dan dari donor,” dia mengacungkan dua jempol buat Jooyoung sambil tersenyum hangat.

Sepanjang jalan pulang, Jooyoung tidak bisa berhenti tersenyum.

“Kak,” panggil Jooyoung.

“Hmm?” Joonhyuk membenarkan spionnya biar bisa lihat wajah Jooyoung sedikit.

“Nanti kalau mau donor di sini, bareng ya.”

“Iya.”

“Pulangnya juga bareng.”

“Gak ah. Jauh.”

“Katanya mau usaha?” Jooyoung merengut.

“Mau, sih. Tapi harus balik modal.”

Jooyoung melihat Joonhyuk lewat kaca spion, pria itu sedang tersenyum ngeselin.

“Ya udah, soto bapak,” jawab Jooyoung setelah beberapa lama.

“Soto pakde doang?”

Jooyoung menatap Joonhyuk beberapa saat sebelum mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Soto bapak dulu.”

Jooyoung tidak bisa lihat, tapi dia bisa merasakan senyum Joonhyuk semakin lebar, lalu berubah jadi tawa yang menular pada dirinya.

Tadi pak dokter bilang, dia harus banyak-banyak aktivitas yang bikin happy biar Hb-nya naik. Termasuk mengisi waktu dengan orang yang bikin Jooyoung bahagia. Sesekali gak apa-apa, kan?


Klik #damkarlife for more

#LeeJooYoung #LeeJoonHyuk #indofic

Komentar, feedback, & ideas: https://secreto.site/18493978

Terima kasih!!! xx