11.11

Suasana hangat memenuhi atmosfer kamar nomor 156. Dua insan tengah bergurau dengan asyik, meski sang gadis harus repot dengan selang oksigen yang terpasang padanya.

“Yeo, kamu bentar lagi ulang tahun, mau hadiah apa?” ujar sang gadis sembari menelusuri paras tampan Yeosang- sang terkasih.

“Aku mau kamu sembuh, Ya.” jawaban Yeosang sontak membuat Aya terdiam. Tak lagi menyibak rambut Yeosang, kini tangannya beralih menarik selimut.

Sembuh baginya membutuhkan waktu seumur hidup. Jangankan sembuh, untuknya bangkit dari kasur saja tak mampu. Dan Yeosang pun tahu itu. Hati Aya sedikit terkikis, ketika lelakinya meminta ia untuk sembuh pada hari bahagianya yang tinggal menghitung minggu.

“Yeo, aku nggak bisa,”

“Aku nggak bisa sembuh secepat itu, Yeo.”

“Ya-”

Belum sempat Yeosang menjawab, dokter masuk ke kamar Aya. Membawa tumpukan berkas dengan raut wajah tak terbaca. Seperti ingin memberikan berita baik namun juga terselip berita buruk didalamnya.

“Aya, kami sudah menemukan pendonor jantung untuk kamu. Apabila cocok, kamu akan menjalani transplantasi minggu depan.”

Ucapan dokter membuat mata Aya berbinar. Bergantian, netranya menatap Yeosang dan dokter dengan senyum merekah. Dokter mengangguk kecil, seperti menenangkan Aya.

“Saat ini fungsi jantung Aya kurang dari 40%. Tapi, orang tua kamu masih belum setuju tentang transplantasi ini, mengingat sangat beresiko tinggi meski operasi berhasil sekalipun. Apa Aya-”

Aya mengangguk tanpa jeda, memotong perkataan dokter seperti ia sudah tahu kemana arah pembicaraan beliau. Persetan dengan segala resiko, ia hanya ingin dapat hidup dengan bebas.

“Baik, kalau begitu besok saya akan rundingkan kembali dengan orang tua Aya, ya?” begitu kata dokter sebelum pamit meninggalkan Aya dan Yeosang.

Yeosang memeluk Aya dengan erat. Kabar bahagia ini, menjadi kabar bahagia untuknya pula. Karena kesembuhan Aya, adalah prioritas Yeosang.

Tepat satu minggu, Aya berbaring menatap langit-langit. Rasa cemas memenuhi dirinya, membuatnya sesak tak berujung. Netra Aya terus bergerak, mencari sosok yang ingin ditemuinya. Setidaknya sesaat sebelum Aya masuk ke ruang operasi.

“Aya, Yeo-yeosang bilang dia lagi ada urusan sebentar. Dia nitip surat buat kamu, katanya dibaca setelah operasi. Sama bunga, tuh.” mama Aya menunjuk ke sebuah bucket cantik dan sepucuk surat yang tergeletak di sofa. Sesaat, perasaan Aya menjadi tenang. Setidaknya, Yeosang tidak lupa.


June, 15. Sudah terhitung dua minggu, setelah operasi yang Aya lakukan. Operasi berhasil dilakukan, jantung di dalam diri Aya berdetak dengan stabil. Sudah tak ada lagi selang yang menempel di dirinya, selain selang infus dan vitamin. Namun, keberhasilan operasi itu tak juga membuatnya merasa senang. Ada rasa hampa, karena Yeosang tak kunjung datang.

“Ma, Yeo kemana sih? Aku telpon dia nggak angkat.” mama Aya terdiam. Tak memberikan jawaban, jemarinya merengkuh tubuh Aya dengan lembut.

“Aya, udah baca surat Yeosang?”

Aya ingat, surat yang diberikan dua minggu lalu dengan bucket bunga indah yang kini sudah layu. Ia membuka surat yang selama ini disimpan di bawah bantalnya.

Halo, Aya. Di hari kamu baca surat ini, itu adalah hari dimana aku jadi manusia yang paling bahagia, Ya. Kenapa? Karena akhirnya kamu bisa sembuh. Karena akhirnya, kamu bisa bebas. Aya sayang, Yeo minta maaf ya? Karena pergi dulu tanpa pamit. Bahkan cuma nitip bunga sama surat haha, cupu banget ya? Aku udah nitip peluk sama cium ke mama Aya. Aku bilang ke mama, buat selalu cium kening Aya sebelum Aya tidur. Aku bilang ke mama, buat selalu peluk Aya kalau Aya nyari aku.. Aya, Yeo sayang banget sama Aya. Aku cuma pengen Aya sembuh, makanya aku memilih pergi. Jantung yang berdetak di tubuh Aya saat ini, itu punya Yeo. Sekarang, Aya bisa ngerasain gimana kencengnya degub jantung aku kalo lagi sama Aya.

Aya, jangan sedih ya, aku pergi. Karena sebenernya, aku nggak kemana-mana. Aku selalu ada di deket Aya. Nemenin Aya setiap hari. Kalo lagi kangen sama aku, peluk mama ya, Aya. Yeo sayang banget sama Aya. Aya itu dunianya Yeo. Udah dulu ya, Aya. Sampai bertemu di kehidupan selanjutnya.

The one who loves you, Yeosang.

Tangis Aya pecah. Hatinya hancur, rata dengan dunianya yang runtuh. Jantung ini, ternyata dari sang terkasih. Raungan rasa sakit dari hati Aya, terdengar hingga segala penjuru rumah sakit. Menandakan sang pemilik hati tengah berduka dengan sangat dalam.

Tepat pada tanggal 15 juni pukul 11.11 malam, Yeosang mendapat hadiahnya, dengan memberikan seumur hidupnya.