Pulang

“Kamu kapan pulang?” Pertanyaan itu adalah wajib untuk Nana lontarkan ketika menelepon sang kekasih.

“Maaf ya Na, aku belum tahu pasti.” Dan jawaban ini adalah jawaban pasti dari sang kekasih padanya.

Menjadi seorang dokter adalah tugas yang tak mudah bagi Seonghwa. Pasalnya, ia kerap dimintai untuk merawat pasien di luar Korea. Membuat Seonghwa harus sedikit lebih jauh dari gadisnya.

“Aku kangen.”

“Aku juga, Na. Kangen banget.”

Pembicaraan di telepon berangsur hangat. Gurauan serta kekehan kecil mulai terdengar dari keduanya. Meski tak berlangsung lama, panggilan itu mampu untuk sedikit menghapus rindu yang merengkuh hati satu sama lain.

“Park Seonghwa, pengajuan liburmu saya setujui. Asalkan pada tanggal 28 sudah harus kembali kemari, mengerti?” Dokter kepala tersenyum tipis seraya membubuhkan tanda tangan di dokumen Seonghwa. Tak dipungkiri, kini banyak sekali kupu-kupu terbang di hati Seonghwa.

“Terimakasih, pak.” Usai membungkuk hormat, Seonghwa bergegas kembali ke ruangannya. Tak sabar ingin mengabari gadisnya, bahwa ia akan kembali pulang.

Sesaat sebelum kembali ke apartemen, Seonghwa menyempatkan mampir ke sebuah toko perhiasan. Kepulangannya ke Korea, menepati hari jadi mereka yang ke 3 tahun. Seonghwa ingin memberikan hadiah spesial untuk gadisnya.

“Ada yang bisa saya bantu?” Seorang pramuniaga menyambut Seonghwa masuk.

“Saya mau membeli cincin, untuk melamar pacar saya.” Ujar Seonghwa dengan pasti. Ia tak sabar, ingin memakaikan cincin itu ke jari manis Nana dan mengajaknya untuk hidup bersama.

;26-04-2020. Pagi itu, Nana sudah bersolek dengan cantik. Parasnya yang jelita bersinar cerah sebab ia selalu tersenyum. Tak sabar rasanya, untuk merengkuh sang kekasih dengan hangat dan erat.

“Nana, aku udah mau flight, pesawat S167. See you soon, cantik.”

Sebuah pesan masuk di layar ponsel Nana. Membuatnya bergegas bersiap dan keluar rumah. Langkah kakinya membawa Nana ke sebuah outlet bunga. Seonghwa menyukai bunga lavender dan lily. Untuk itu, Nana ingin memberikan bucket cantik sebagai hadiah.

“Terimakasih.” Ketika hendak pergi, langkahnya mendadak terhenti karena berita di televisi dari dalam outlet bunga.

“Pesawat korea airlines S167 tujuan Tokyo-Seoul mengalami kecelakaan 10 menit setelah lepas landas. Seluruh penumpang dan awak pesawat dikabarkan tewas karena ledakan yang terjadi sesaat setelah menabrak tebing-”

Bucket bunga yang sedari tadi ia pegang terjatuh rata dengan tanah. Nana menjerit, menangis, meraung. Dunianya hancur seketika.

“Hwa....”

Tak peduli berapa pasang mata yang menyaksikan kepedihan hati Nana, ia bersujud pada tanah. Memohon sebuah keajaiban untuk terjadi. Memohon agar waktu dapat terulang kembali.

Nana berjalan perlahan menaiki bukit yang penuh dengan bunga. Sebuah bucket bunga lavender berada di genggamannya.

“Seonghwa..”

Nana berlutut di hadapan nisan sang kekasih. Terpampang potret diri Seonghwa mengenakan jas hitam, dan tersenyum. Bunga lavender diletakkan Nana tepat di bawah potret diri Seonghwa.

“Akhirnya kamu pulang, ya?” Nana tersenyum getir karena pertanyaan yang ia lontarkan. Angin berhembus perlahan, seakan memberikan jawaban atas apa yang ia tanyakan.

“Kamu inget nggak, hari ini hari apa?”

“Happy 3rd anniversary, sayang. Nana sayang sama Seonghwa, selamanya.”

Kecupan singkat di nisan Seonghwa menandakan keikhlasan hati Nana. Melalui hembusan angin, Nana merengkuh Seonghwa untuk terakhir kalinya.