Tentang Kita dan Cinta.

Hujan perlahan membasahi apapun yang ia temui. Gemericik air bersahutan, seakan sedang berbincang hangat. Aku tak terlalu suka hujan pun tak juga membencinya. Hanya saja, hujan selalu merepotkan.

“Alice bareng gue aja, yuk” sebuah mobil silver berhenti tepat di hadapanku. Seseorang di dalamnya tersenyum manis padaku.

Oh, bolehkah aku ralat? Hujan tak selalu merepotkan.

“Yaudah, tapi anterin sampe rumah ya, Yon”

Mobil melaju perlahan. Menembus kabut dan sisa hujan yang masih menutupi pandangan. Beberapa kali aku melirik pemuda yang tengah beradu stir di sampingku, beberapa kali pula aku memergokinya menguap.

“Ngantuk? Minggir dulu aja, Yon. Bahaya” Seungyoun mengangguk kecil. Mobilnya berhenti di sebuah minimarket tak jauh dari situ

“Sorry, ya? Gue ngantuk banget. Semalem ga tidur ngerjain tugas” Ia menatapku, lama. Apa ada yang salah dengan wajahku?

“Kenapa?”

“Gapapa, lucu” oh, Tuhanku. Bolehkah aku terbang ke surga sekarang? Raga ku sudah siap melambung tinggi bersama dengan kupu-kupu di hatiku.

“Apaansih”

Menghindar, aku dengan sibuk memilih lagu untuk kami dengarkan. Tak sengaja, dan tanpa konteks apapun, jemariku memilih lagu Pool. Tak sadar, kami bersenandung bersama. Menyanyikan bait demi bait, lirik demi lirik.

Ingin rasanya aku menyanyikan lagu ini untuknya. Namun, aku tak bisa dan tak mungkin. Ada hati, dan nama yang harus Seungyoun jaga.

“Alice” aku menoleh kearahnya. Seungyoun menatapku dengan senyuman, manis sekali.

“Minggu depan, lo ke rumah gue, ya?”

“Ada apaan emang?” Seungyoun memandang keluar jendela, masih dengan senyum yang sama. Bahkan, lebih lebar dari sebelumnya.

“Gue tunangan, sama Mina”

“Oh.. akhirnya ya, Yon?” dia menoleh padaku kembali. Lalu dengan tawa kecil, ia mengusak puncak kepalaku

“Iya, akhirnya ya”

Aku tersenyum pahit. Kini, sudah tak ada celah bagiku untuk menjadi juara di hatinya. Tak ada celah bagiku untuk memiliki cintanya.

Aku, hanya lah sahabat baginya. Kita, hanya lah sahabat untuk satu sama lain. Kita, tidak dapat menjadi lebih. Kita, hanya lah dua orang yang terluka, dan saling menyembuhkan luka.

“Selamat ya, Yon” aku merentangkan tangan, meminta sebuah pelukan. Tak ada konteks, hanya sebuah pelukan. Seungyoun membalas, oh Tuhan, rengkuhannya begitu hangat.

Ini adalah tentangku, si pengecut yang termakan cinta. Hingga semesta kembali menyadarkan, bahwa tak ada rongga di hati Seungyoun untuk cintanya.

Ini adalah tentangnya, si bodoh yang takut kehilangan. Biarlah hanya semesta yang tahu, seberapa besar rasa cintanya untuk Alice. Yang akhirnya harus ia kubur dalam-dalam.

Ini tentang kita, si pengecut dan si bodoh. Tentang kita, yang sama-sama takut kehilangan. Tentang kita, yang memilih kata sahabat sebagai ungkapan. Tentang kita, yang hanya dapat mengungkapkan cinta lewat semesta.

Dan tentang cinta, yang begitu tabu untuk hanya terucap lewat tutur kata.