Kyracaramel

Caca berjalan menulusuri area parkiran motor, mencari sosok lelaki yang beberapa menit lalu mengirimkan pesan padanya.

Pandangan caca terhenti pada salah satu objek tepat di bawah pohon besar dekat dengan parkiran motor, terlihat seseorang yang tengah terduduk sendiri dengan didampingi motor besar berwarna hitam miliknya.

“Hazell,” panggilnya

Sontak membuat lelaki itu kian terkejut akan datangnya gadis yang kini tepat di hadapanya.

“Hehe kaget yaa? Maaf yaa aku gak maksud ngagetin kok,”

“Ya gapapa,” jawabnya pelan

“Oiya nanti kita mampir dulu ke toko kue boleh ngak? Mau beli kue siapa tau nanti kamu atau aku laper jadi bisa makan deh,”

“Iya, nanti lo bilang aja toko kue yang mana,”

“Okee,”

“Yauda nih pake helmnya,”

               \*\*\*\*\*

“Hazel,” teriak caca takut yang dipanggil tidak mendengar

“Kenapa?” jawab hazel

“Itu di depan sana ada toko kue kita berhenti disitu ya?” ucap caca sambil menunjuk sebuah toko kue yang berada di seberang tempatnya kini.

Tibalah mereka pada sebuah toko kue yang berada tak jauh dari gedung sekolah mereka.

“Hazel gak ikut masuk?” tawar gadis itu

“Gak gue tunggu disini aja,”

“Oh oke,”

Gadis itu kini memasuki toko kue yang terlihat cukup sepi.

6 menit berlalu namun sang gadis belum juga menampakkan batang hidungnya keluar dari toko tersebut. Hazel sibuk memainkan ponselnya dan duduk di bangku luar toko kue.

Hingga tiba-tiba ia dikejutkan dengan datangnya sosok wanita paruh baya yang memanggil namanya,

“Hazel?”

Ia terkejut setengah mati, bagaimana sang ibu bisa sampai disini batinnya dalam hati.

“Ngapain kamu disini?” ketus Yora

“Emm hazel lagi nemenin temen beli kue mih, mami juga mau beli kue? mau hazel belikan?” tawarnya, padahal ia akan tahu jawaban dari sang ibu yang akan selalu menolak tawaran darinya, namun Hazel tetaplah Hazel yang tak peduli mau seberapa kuat maminya menolak ia tetap akan berusaha sampai waktu yang ia nantikan itu tiba.

“Saya bisa beli sendiri, emang kamu? sukanya menghabiskan uang papa kamu saja,”

“Dan satu lagi, jangan pernah kamu sentuh ataupun lukai anak kesayangan saya lagi mengerti? Atau kamu akan tahu akibat dari perbuatanmu?”

“I-iya mih hazel ngerti, tapi kan hazel mau-”

“Cukup! Saya gak mau denger alasan apapun keluar dari mulut kamu yang mami mau kamu turutin perintah mami dengan baik kalau memang kamu masih mau tinggal dirumah papa kamu, ngerti?” Potong Yora

Hazel hanya mengangguk paham. Membiarkan sang ibu kian pergi menjauh dari hadapannya.

Tanpa ia sadari, dari jarak dekat sosok gadis yang sedari tadi hazel nantikan kehadirannya tengah terkejut mendegar apa yang baru saja ia lihat, rasanya hati gadis itu ikut andil merasakan betapa sakitnya mendengarkan kata kata tajam yang wanita paruh baya itu katakan kepada temannya.

Seumur umur gadis itu tidak pernah diperlakukan seperti itu oleng sang ibu, bersyukur atas hidupnya sekarang, namun kini ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menghibur Hazel.

               \*\*\*\*\*\*

Sepanjang perjalanan dari toko kue menuju taman, tidak ada percakapan diantara keduanya, yang ada hanyalah suara bising kendaraan bermotor yang berlalu lalang di jalan raya.

Caca yang masih terpikirkan soal kejadian tadi, ia bingung haruskah dia bertanya seputar kejadian tadi (?) apa dia pantas untuk menanyakan hal itu (?). Bergelut dengan pikirannya sendiri, Hingga akhirnya mereka telah sampai di sebuah taman yang cukup terkenal di kota Bandung yaitu taman cibeunying.

Sore hari ini suasana taman cukup sepi dan damai, Mencari tempat duduk yang nyaman dan pas untuk mereka duduki. Dibawah pohon yang rindang mampu memberikan mereka pemandangan yang cocok untuk tugas seni budaya yang bertemakan alam sekitar.

“H-hazel?” panggilnya ragu

“Hm?”

“Sekarang mau lukis apa?” tanyanya sambil mengeluarkan beberapa alat lukis di dalam mini bag miliknya, alih-alih dengan menghilangkan kegugupannya.

“Lukis langit ca,”

Caca seketika menghentikan aktivitasnya dan mulai mengikuti cara pandang orang yang kini berada di sebelahnya,

menatap langit sore di atas sana yang terlihat sangat cantik dihiasi dengan awan, langit biru, dan kicauan burung-burung yang sedang berterbangan di atas sana.

Rasanya sudah lama caca tidak melihat pemandangan seperti ini secara langsung dan terbuka, selain di balkon kamarnya.

“Cantik,”

Deg!

Jantung caca seolah berdebar 2 kali lipat dari sebelumnya, ntah mengapa lelaki itu mengatakan hal itu padanya(?)

“Maksud gue, langitnya yang cantik,” lanjutnya.

Membuat pipi semu caca yang tadinya mengembang merah muda, kini berubah kecut abu abu tak berekspresi hanya mengerucutkan bibirnya.

Hazel yang menyadari hal itu sontak dibuat tertawa melihat tingkah laku gadis yang berada di sebelahnya kini menekukkan sang muka dan mengerucutnya bibir pemiliknya.

“Lucu, ” batinnya

Caca yang mendegar gelak tawa kecil hazel, langsung memukul pelan lengannya, membuat sang pemilik lengan mengeluh kesakitan “Sakit ca,”

“Lagian kamu ngapain ketawa? “

“Lagian siapa suruh wajah lo ditekuk gitu, apa jangan-jangan lo salting ya?”

“Paansih enggak ya,enak aja,” Jawabnya, dengan memalingkan muka dari Hazel.

“Cie salting kan lo?” Goda Hazel

Tanpa perintah, gadis itu secara tiba-tiba mencoretkan sebuah warna dari cat arcylic miliknya pada punggung tangan Hazel.

Yang dicoret pun merasa terkejut “Caa kok-,”

“Salah siapa usil banget,”

“Kok gue?”

“Ya soalnya kamu usilin gue,”

Caca kembali memalingkan sang wajah dari Hazel.

Dan Hazel yang tak mau menyia-nyiakan waktu, Diam diam ia mengambil cat warna yang berada tepat di sebelah kanan kakinya, tanpa sepengatuhan Caca ia membuka dan menekan cat warna membiarkannya keluar hingga terkena 2 ibu jari telunjuk dan tengah tangan nya.

Dan!

“Kena!!” Hazel mengusapkan 2 ibu jari yang telah terkena warna pada punggung tangan gadis itu.

“Hazell!”

“Satu sama,”

“Ihh aku juga bisa nih,” Caca tak mau kalah dari Hazel, Ia kemudian membalas dengan hal yang sama.

Hazel yang sudah terlebih dulu lari menghindar dari coretan warna lagi tak membuat Caca menyerah sebelum ia berhasil memenuhi Hazel dengan warnanya.

“Hazel sini,” teriaknya

“Coba aja sini,” ledek Hazel membuat Caca semakin semangat untuk mengejarnya.

Sore itu terasa begitu bahagia bagi Hazel, dapat merasakan kebahagiaan dan tertawa lepas seperti sedia kala.

Untuk kali ini saja, ia ingin sekali menghentikan waktu untuk beberapa saat kedepan, merasakan bahagiannya kembali tanpa mengingat rasa sakitnya.

Namun apakah semesta akan mengizinkannya bahagia untuk saat ini (?)

Kini anak lelaki itu telah sampai pada sebuah pintu gerbang rumah miliknya. Perasaan bimbang mulai menyelimuti sang pemilik tubuh, sebenarnya ia sudah siap jika ia harus menerima rasa sakit itu lagi dari sang ayah, namun rasa ingin menangis datang menghampirinya, mengapa selalu anak lelaki malang ini yang harus disalahkan apa dunia memang tidak akan berkehendak padanya untuk kembali berbahagia lagi (?)

Menarik nafas panjang Hazel memberanikan diri masuk ke dalam pekarangan rumah yang begitu megah, memarkirkan motornya besar miliknya pada area sekitar rumah hingga ia terhenti pada sebuah pintu utama penghubung ruang tamu yang dimana tempat itu adalah tempat berkumpulnya keluarga.

Membuka pintu perlahan.

Belum saja mengucapkan salam hazel sudah diberi sambutan tatapan tajam dari mami dan papa nya, hazel tau waktu ini akan tiba. Ya dia sudah siap jika itu terjadi lagi.

“Dari mana saja kamu?” ucap sang ayah dengan nada yang rendah namun keras

“Hazel dari sekolah pa,” balas hazel, tak berani menatap kedua mata orang tuanya.

“Alasan aja, kamu tau? Kenapa anak kesayangan saya bisa terluka? Pasti gara gara kamu kan?” bentak yora membuat seisi rumah hening hanya ada suara sang ibu yang terdengar nyaring.

“M-maaf mih i-itu,”

“Pasti gara gara kamu kan? Jevian jadi luka luka begini? Jawab Hazel jangan diam aja,”

“B-bukan h-haz-”

“Ikut papa sekarang,”

Belum selesai hazel berbicara, Janu dengan sigap menarik lengan hazel dengan sarkas tanpa mau mendengarkan penjelasan dari sang anak. Membawa hazel menuju perkarangan belakang rumah miliknya.

“Pa bukan hazel paa,”

Suara cambukan sebuah kayu rotan melayang pada lengan hazel.

Sakit!!

Itulah yang kini anak lelaki itu rasakan.

“P-paa maafin hazel pa bukan hazel pa,” sebisa mungkin hazel menahan air matanya yang sudah tak tahan lagi meluncur membasahi wajah miliknya.

“Kenapa kamu selalu saja mencelakai Jevian hah, apa kamu belum puas 3 tahun lalu sudah buat jevian patah tulang, jawab papa!!!”

“B-bukan hazel pa i-itu murni kecelakaan,”

“Papa gak pernah ajarin kamu bohong Hazel!! Mau jadi apa kamu kalau kerjaan kamu hanya bikin celaka orang lain!!!”

Hazel hanya bisa pasrah dengan pukulan yang terus di layangkan pada seluruh badannya. Terasa begitu sakit luar biasa yang kini ia rasakan, mungkin sekarang tubuhnya sudah mulai membiru bahkan pada bagian lengan hazel terluka, mengeluarkan darah cukup banyak hingga memberi bercak merah gelap pada jaket jeans miliknya.

“Sampai kamu melakukan hal yang sama lagi papa gak akan segan segan kunciin kamu di gudang lagi paham?!”

Hazel mengangguk kecil sambil meringis kesakitan. Berjalan menjauh dari sang ayah.

Di dalam sana terdapat sang ibu sambungnya yang hanya menatapnya dengan tatapan sinis. Hati hazel rasanya tergores mengapa sang ayah yang dahulu sangat menyanginya kini beralih membeci dirinya.

Apa semesta benar-benar tidak akan memberinya sebuah kebahagian lagi (?)

Kini anak lelaki itu telah sampai pada sebuah pintu gerbang rumah miliknya. Perasaan bimbang mulai menyelimuti sang pemilik tubuh, sebenarnya ia sudah siap jika ia harus menerima rasa sakit itu lagi dari sang ayah, namun rasa ingin menangis datang menghampirinya, mengapa selalu anak lelaki malang ini yang harus disalahkan apa dunia memang tidak akan berkehendak padanya untuk kembali berbahagia lagi (?)

Menarik nafas panjang Hazel memberanikan diri masuk ke dalam pekarangan rumah yang begitu megah, memarkirkan motornya besar miliknya pada area sekitar rumah hingga ia terhenti pada sebuah pintu utama penghubung ruang tamu yang dimana tempat itu adalah tempat berkumpulnya keluarga.

Membuka pintu perlahan.

Belum saja mengucapkan salam hazel sudah diberi sambutan tatapan tajam dari mami dan papa nya, hazel tau waktu ini akan tiba. Ya dia sudah siap jika itu terjadi lagi.

“Dari mana saja kamu?” ucap sang ayah dengan nada yang rendah namun keras

“Hazel dari sekolah pa,” balas hazel, tak berani menatap kedua mata orang tuanya.

“Alasan aja, kamu tau? Kenapa anak kesayangan saya bisa terluka? Pasti gara gara kamu kan?” bentak yora membuat seisi rumah hening hanya ada suara sang ibu yang terdengar nyaring.

“M-maaf mih i-itu,”

“Pasti gara gara kamu kan? Jevian jadi luka luka begini jawab Hazel jangan diam aja,”

“B-bukan h-haz-”

“Ikut papa sekarang,”

Belum selesai hazel berbicara, Janu dengan sigap menarik lengan hazel dengan sarkas tanpa mau mendengarkan penjelasan dari sang anak. Membawa hazel menuju perkarangan belakang rumah miliknya.

“Pa bukan hazel paa,”

Suara cambukan sebuah kayu rotan melayang pada lengan hazel.

Sakit!!

Itulah yang kini anak lelaki itu rasakan.

“P-paa maafin hazel pa bukan hazel pa,” sebisa mungkin hazel menahan air matanya yang sudah tak tahan lagi meluncur membasahi wajah miliknya.

“Kenapa kamu selalu saja mencelakai Jevian hah, apa kamu belum puas 3 tahun lalu sudah buat jevian patah tulang, jawab papa!!!”

“B-bukan hazel pa i-itu murni kecelakaan,”

“Papa gak pernah ajarin kamu bohong Hazel!! Mau jadi apa kamu kalau kerjaan kamu hanya bikin celaka orang lain!!!”

Hazel hanya bisa pasrah dengan pukulan sebuah rotan yang terus di layangkan pada seluruh badannya. Terasa begitu sakit luar biasa yang kini ia rasakan, tubuhnya sudah mulai membiru bahkan pada bagian lengan hazel terluka mengeluarkan darah yang memberi bercak merah gelap pada jaket jeans miliknya.

“Sampai kamu melakukan hal yang sama lagi papa gak akan segan segan kunciin kamu di gudang lagi paham?!”

Hazel mengangguk kecil sambil meringis kesakitan. Berjalan menjauh dari sang ayah.

Di dalam sana terdapat sang ibu sambungnya yang hanya melihatnya dengan tatapan sinis. Hati hazel rasanya tergores mengapa sang ayah yang dahulu sangat menyanginya kini beralih membeci dirinya.

Apa semesta benar-benar tidak akan memberinya sebuah kebahagian lagi (?)

Setelah membaca pesan singkat yang dikirimkan Nathan tanpa sengaja, tak berfikir panjang Hazel pergi meninggalkan kelas bimbingannya. Ia berlari keluar sekolah menuju belakang sekolah.

Tak sampai waktu 5 menit Hazel telah sampai ditempat kejadian itu berasal. Sekumpulan siswa sekolah tetangga telah berhasil membuat Jevian kewalahan hingga berlanjut babak belur, untung saja disana ada Nathan dan Rafael yang telah menggantikan Jevian berduel.

Marah, itulah yang kini hazel rasakan, ia tak tahu bagaimana cara memberitahu Jevian agar berhenti mencampuri urusan sekolah lain.

Perlahan Hazel melangkahkan kakinya menuju kerumunan itu dengan tangan yang sudah tak sabar lagi ingin menghantam seluruh badan orang-orang di hadapanya yang telah membuat saudaranya babak belur.

Hingga ..

𝒃𝒖𝒌𝒌𝒉

Satu tendangan dari arah belakang tepat sasaran pada bagian punggung lelaki berambut pirang itu.

Kehadiran Hazel sontak membuat semua bola mata tertuju padanya, terutama Jevian yang nampak terkejut akan hadirnya sosok ini, tanpa ia sadari saudara yang begitu ia benci ternyata datang menolongnya, meskipun dari 3 menit yang lalu teman hazel (nathan dan rafael) telah datang membantunya terlebih dahulu.

“Kalau lo semua gentle lawan satu satu jangan main keroyokan” ucap hazel dengan santai namun hatinya tak bisa berbohong, sakit rasanya melihat saudaranya sendiri yang sedang berada di bawah pohon terduduk lemah dan dipenuhi luka lebam pada bagian wajah.

𝒃𝒖𝒌𝒌𝒉 𝒃𝒖𝒌𝒌𝒉

Satu persatu pukulan dilayangkan oleh hazel membuat sedikit demi sedikit dari mereka kalah dan berlari pergi meninggalkan 4 orang lelaki ini.

“Zell bibir lo luka kita balik ke uks sekolah sekarang urusan jevian biar nathan yang urus” ucap rafael yang tampak khawatir dengan kondisi hazel padahal hanya luka kecil saja namun itu terlihat menyakitkan baginya.

“Gapapa cuma luka kecil ntar sembuh”

“ckkh ” decakan kekesalan keluar dari mulut jevian yang terlihat terluka lebih dari hazel, nathan dan rafa

“Gue anter lo pulang”, tawar hazel pada jevian

“Gak, gue bisa pulang sendiri lagian gue gak butuh bantuan lo” tolaknya mentah mentah

“Songong banget, uda dibantuin juga gak ada rasa terimakasihnya lo emang, sukanya cari gara-gara mulu gak capek apa” sindir nathan, tanpa nathan sadari Jevian kini mengepalkan tangannya yang telah siap melayang ke arah nathan namun sayangnya tubuhnya kini sangat lemah untuk di gerakkan

“Uda nath gausa memperkeruh keadaan” saut rafael menenangkan suasana yang kini kian memanas

“Kalau lo gamau gue anter pulang gue telponin pak santo biar jemput lo” tawar hazel

“Sebelum lo suruh gue juga uda telepon sendiri” lagi dan lagi tawaran hazel ditolak mentah-mentah oleh jevian.

Lagi pula sudah biasa bagi hazel mendengarkan kata-kata tolakan yang terdengar begitu menyakitkan ditelinganya, belum lagi nanti saat ia sampai di rumah, papa dan maminya pasti akan marah besar padanya dengan alasan tidak bisa melindungi Jevian dengan baik hingga berakhir pada sebuah gudang yang gelap dan kedap udara.

Dadanya sesak setiap kali mengingat betapa sayangnya sang ayah dahulu padanya sebelum kejadian pada rumah tangga orang tuanya retak akibat datangnya orang ketiga yang telah menghancurkan keluarganya yang harmonis dan kini hanya tersisa luka didalam kehidupan yang menyedihkan ini