Anxious

semisuna semi x suna

Author @l1_mey

cw // anxious!semi , mxm , mention of sex


Semi Eita perlahan membuka kedua matanya. Rasa kantuk yang sebelumnya masih terasa langsung menghilang begitu saja ketika tangannya meraba ranjang di sebelahnya. Dingin, itulah yang tangan Eita rasakan ... yang artinya ranjang sebelah Eita sudah cukup lama ditinggalkan.

Eita beringsut bangkit dari posisi tidurnya. Ia terduduk, mencoba mengumpulkan tenaganya sebelum berjalan keluar dari kamarnya tanpa peduli saat ini ia hanya mengenakan celana training tanpa atasan.

Eita berjalan menuju dapur rumah kecilnya. Bebauan harum masakan menyapa indra penciuman Eita. Eita lantas menyunggingkan senyum lebar ketika melihat seseorang yang paling ia kasihi berdiri membelakanginya, sedang sibuk dengan masakan yang dimasaknya.

Suna Rintarou, atau lebih tepatnya Semi Rintarou. Kekasih Eita sejak ia kuliah dan akhirnya bersedia berganti marga menjadi nama marga keluarganya. Eita dan Rintarou telah menikah hampir satu tahun lamanya, namun bagi Eita ... semua ini rasanya masih sulit dipercaya. Rintarou menjadi suaminya, mereka resmi membangun rumah tangga, hidup berdua dan mengikat janji untuk bersama selamanya. Rasanya baru kemarin Eita menyatakan cintanya kepada Rintarou, padahal sekarang mereka sudah menikah satu tahun lamanya.

Eita berjalan mendekati Rintarou. Rintarou yang terlalu fokus dengan acara masaknya bahkan tidak menyadari jika ada eksistensi lainnya di dapur itu selain dirinya. Rintarou sedikit terkejut ketika merasakan kedua tangan yang memeluk perutnya dari belakang dan hembusan napas yang menggelitik sekitar tengkuk dan bahunya.

“Selamat pagi.” Eita menyapa lembut, memberikan kecupan singkat di bahu dan pelipis Rintarou.

“Selamat pagi. Dan bisa tidak, jangan mengagetkanku seperti itu!” tukas Rintarou sedikit mendengus.

Eita terkekeh, tidak membalas ucapan Rintarou dan kembali memberikan kecupan-kecupan lembut di pipi dan pelipis Rintarou.

“Eita ... berhenti! Aku sedang memasak!” tukas Rintarou yang semakin lama semakin risih. Jika saja saat ini ia sedang tidak berurusan dengan alat masak di depannya, Rintarou sama sekali tidak keberatan Eita memberikan banyak sekali ciuman selamat pagi untuknya.

Eita mencium pipi Rintarou untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya benar-benar berhenti memberikan ciuman kepada Rintarou. Eita memilih diam menyandarkan dagunya di bahu Rintarou, kedua tangannya masih setia memeluk erat perut suaminya itu.

“Kenapa diam?” tanya Rintarou tiba-tiba.

“Rin, kau yang menyuruhku diam tadi,” balas Eita.

“Oh, aku hanya terkejut kau menurut begitu saja. Biasanya akan tetap menggangguku sampai aku marah padamu,” balas Rintarou.

“Hmm, hmm, aku sedang berpikir,” ucap Eita.

“Berpikir apa?” tanya Rintarou.

“Ini nyata, kan?” tanya Eita.

Rintarou tidak langsung menjawab, ia masih sibuk mengaduk masakan dalam wajan sebelum akhirnya dengan sengaja mencubit tangan Eita yang memeluk perutnya.

“Aduh! Sakit, Rin!” seru Eita melepaskan pelukan tangannya dari perut Rintarou.

Rintarou mendengus, ia mematikan kompor di depannya kemudian berbalik menatap Eita. “Sakit, kan?” tanya Rintarou. Eita mengangguk, “itu artinya ini benar-benar nyata, tahu!” tukas Rintarou.

Eita merengut, “aku hanya masih tidak percaya ini nyata. Maksudnya semua ini ... kau yang ada bersamaku, di depanku, juga cincin ini—” Eita meraih jemari tangan Rintarou, memberikan kecupan kecil pada cincin yang tersemat di jari manis Rintarou, “—rasanya seperti mimpi bisa menjadikanmu milikku,” sambung Eita.

Rintarou menatap Eita dengan tatapan yang melembut, kedua tangannya naik menangkup kedua pipi Eita dan mengelusnya pelan dengan ibu jarinya. “Mimpi yang menjadi kenyataan, Eita. Semua ini nyata,” ucap Rintarou.

“Aku tahu, hanya saja—”

“Jangan katakan kau bermimpi aneh-aneh lagi!” tukas Rintarou.

Eita mengangguk ragu, “aku bermimpi kau pergi meninggalkanku bersama salah satu dari kembar Miy—”

“Astaga, Eita! Aku dan Osamu tidak mempunyai hubungan apa-apa lagi. Kami hanya berteman biasa sekarang. Kau tidak ingat saat kuliah dulu adalah kau yang menghiburku setelah aku putus dari Osamu? Kita berpacaran tidak lama setelah itu, Eita. Kau masih tidak percaya padaku?” tanya Rintarou.

Eita menggeleng cepat, “bukan aku tidak percaya padamu, hanya saja—” Eita berhenti, tidak melanjutkan apa yang ingin dia ucapkan.

“Eita, cincin ini sudah menjadi bukti jika kita sudah terikat satu sama lain. Kita sudah menikah satu tahun lamanya. Kau suamiku. Kita sudah tinggal bersama dan akan selalu seperti itu. Osamu juga sudah menikah dengan wanita pilihannya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan!” tukas Rintarou.

Eita terdiam, ia maju selangkah mendekati Rintarou dan menarik tubuh Rintarou ke dalam pelukannya. Dipeluknya tubuh Rintarou erat-erat. Dihirupnya aroma tubuh Rintarou yang selalu bisa menenangkannya. “Maaf.”

Rintarou menggeleng, tangannya mengelus pelan punggung lebar Eita. “Tidak perlu minta maaf.” Rintarou berbisik.

“Rin.”

“Hmm?”

“Janji tidak akan meninggalkanku?”

Rintarou mengangguk dalam pelukan Eita, “janji,” jawabnya.

Eita perlahan melepaskan pelukannya dari Rintarou, ia tersenyum menatap Rintarou, memajukan wajahnya mendekati wajah Rintarou hingga Rintarou bisa merasakan kecupan manis di keningnya.

Rintarou memekik kaget tidak lama kemudian ketika tiba-tiba tubuhnya sudah melayang dan kini berada dalam gendongan bridal style Eita. “Eita! Turunkan aku!” seru Rintarou memukul pelan bahu Eita.

“Aku ingin ‘itu’, Rin!”

“Hah!? Tidak! Tidak! Turunkan aku! Kita sudah melakukan ‘itu’ semalam. Aku lelah!” tukas Rintarou mencoba berontak.

“Rin, diam! Atau kau lebih memilih melakukannya di sini? Kitchen sex cukup menarik juga,” ucap Eita tersenyum miring menatap wajah Rintarou. Rintarou yang mendengar itu hanya bisa diam, wajahnya memerah membayangkan jika mereka benar-benar melakukan seks di dapur mereka. Eita yang melihat diamnya Rintarou semakin tersenyum lebar, ia segera berjalan membawa Rintarou dalam gendongannya menuju kamar mereka. “Rin, sekali-kali olahraga pagi tidak ada salahnya, kan?”

[FIN]