badmood

narasi bagian dua belas dari Missing Cat, a semisuna story


Rintarou memasukkan ponselnya ke dalam saku jaketnya begitu ia telah mengirimkan pesan balasan untuk Osamu. Belum reda kesalnya kepada Osamu karena chat digrup tiga sekawan itu, kejadian mie ayam pedas, kini Osamu berhasil membuat Rintarou kesal dengan pesan yang baru saja pemuda itu kirimkan untuk Rintarou.

Sebegitu inginkah Osamu menginginkan Rintarou move on dari Osamu?

“Sun, kenapa?” Rintarou menoleh ketika merasakan seseorang menepuk pelan pundaknya.

“Eh, nggak apa-apa,” balas Rintarou. “Jadi makan di rumah lo, kan?” tanya Rintarou.

Eita menjawab, “jadi, kakak sama mama gue juga udah masak,” jawab Eita.

“Gue jadi nggak enak lagi. Mama sama kakak lo masak banyak gara-gara gue mau dateng,” ucap Rintarou.

“Nggak apa-apa kali. Gue jarang juga bawa temen ke rumah, jadi jarang juga buat masak banyak,” balas Eita.

“Lo udah selesai?” tanya Rintarou.

“Udah, nih. Langsung pulang ke rumah gue aja, yuk. Udah agak malem juga,” ucap Eita.

“Mama sama kakak lo suka makanan apa, Sem? Ntar mampir aja dulu sebelum balik,” usul Rintarou.

“Iya nanti gampang sambil jalan pulang,” balas Eita.

Rintarou mengangguk kecil. Keduanya lalu berjalan menuju mobil Eita. Setelah Eita memasukkan tas khusus berisikan gitar listrik yang baru saja dibeli oleh Eita, mobil yang dikendarai keduanya kembali melaju.

Di tengah perjalanan mereka berhenti disebuah warung roti bakar untuk membeli roti bakar. Eita bilang jika mamanya suka roti bakar, maka dari itu Rintarou meminta Eita untuk mampir membeli roti bakar terlebih dulu. Eita sudah menjelaskan jika Rintarou tidak perlu repot-repot, tetapi Rintarou memaksa.

“Mana bisa gue nggak bawaain apa-apa buat mama sama kakak lo, padahal mereka udah repot-repot masak banyak karena dia akan datang.” Itu yang dikatakan Rintarou tadi.

Selama perjalanan, suasana dalam mobil menjadi hening. Baik Eita ataupun Rintarou sama-sama diam tidak mencoba untuk membuka percakapan.

Sesekali Eita melirik Rintarou yang duduk di kursi penumpang sebelahnya. Pemuda itu tampak melamun menatap pemandangan luar jendela. Eita menghembuskan napas pelan, Rintarou menjadi banyak diam sejak ia bermain dengan ponselnya tadi.

“Gue antar langsung pulang aja, ya.” Perkataan Eita jelas menyita perhatian Rintarou, ia langsung menoleh menatap Eita yang menatap lurus ke depan memperhatikan jalan.

“Kok gitu? Katanya ke rumah lo?” tanya Rintarou.

“Bukan apa-apa, tapi kayaknya lo lagi badmood gitu. Acara makan di rumah gue bisa ditunda kok. Klo lo lagi nggak enak hati, gue langsung antar pulang aja,” balas Eita.

“Nggak, gue nggak apa-apa! Sorry jadi kelihatan guenya keberatan makan di rumah lo. Gue sama sekali nggak masalah. Gue emang rada badmood tapi bukan sama lo atau keluarga lo kok,” jelas Rintarou.

Eita menoleh sebentar menatap Rintarou, “jadi tetap ke rumah gue, nih?” tanyanya. Rintarou mengangguk, Eita ikut mengangguk. “Klo jadi ke rumah gue, senyum dong! Klo cemberut gitu bisa-bisa mama sama kakak gue ngira gue maksa lo buat makan di rumah,” ucap Eita terkekeh.

“Iya, iya, ntar gue senyum buat keluarga lo,” balas Rintarou yang kembali membuat Eita terkekeh.

Suasana menjadi lebih nyaman setelahnya, Rintarou dan Eita sudah kembali seperti semula. Saling bercerita dan berbagi tawa sepanjang sisa perjalanan menuju rumah Eita.

tbc