band-aid

narasi bagian enam dari Catatan Akhir Sekolah, a semisuna story


Rintarou tersenyum lebar perjalanannya menuju ruang perpustakaan, membayangkan ia akan mendapatkan bento gratis dari Osamu membuatnya kesenangan. Rintarou tahu jika sahabatnya itu memang pandai memasak meskipun ia laki-laki, masakannya pun tidak main-main, hampir semua bahan makanan jika sudah Osamu olah akan menjadi makanan yang enak. Maka jangan tanya kenapa Rintarou begitu semangat jika mendapatkan masakan buatan Osamu. Selain itu, kapan lagi ia akan mendapatkan makanan gratis dari Osamu. Osamu itu memang pintar memasak, namun pelit makanan juga ... jarang-jarang Osamu mau berbaik hati berbagi hasil masakannya.

Rintarou memasuki perpustakaan, Rintarou sedikit heran ... biasanya perpustakaan merupakan tempat yang sepi dan didatangi siswa-siswi yang terlalu rajin belajar, namun di sekolahnya berbeda ... perpustakaan sekolah justru menjadi tempat yang cukup ramai didatangi oleh siswa-siswi di sekolahnya.

Rintarou melangkahkan kakinya menuju rak buku khusus buku-buku jurusan IPS. Matanya menelisik menulusuri judul-judul buku yang tertata rapi, mencari buku paket ekonomi yang biasa dipakai oleh gurunya mengajar.

Dengusan kecil keluar dari mulut Rintarou ketika melihat buku paket yang ia cari berada di bagian atas rak. Sebenarnya Rintarou bisa saja mengambilnya, namun rasanya sebal saja melihat buku tebal-tebal seperti itu bukannya diletakkan di rak paling bawah ... malah diletakkan di rak paling atas yang tidak semua orang bisa menjangkaunya.

Tangan Rintarou terulur ke atas, mencoba menjangkau buku paket yang ingin ia ambil.

“ANJ—sshh!” Rintarou mendesis pelan ketika tanpa sengaja ia menyenggol buku paket lain di sebelah buku paket yang ingin ia ambil hingga buku itu jatuh tepat menimpa keningnya. Rintarou berjongkok, memejamkan matanya ... kepalanya sedikit pusing setelah terkena buku yang terjatuh tadi.

“Suna? Lo kenapa?” Rintarou tidak langsung mendongak. Namun ia jelas tahu siapa yang bertanya kepadanya itu. “Suna?” Rintarou merasakan seseorang memegang bahunya, namun pusing di kepalanya membuat Rintarou enggan untuk mendongakkan kepalanya. “Lo kenapa, sih?” Rintarou terkejut ketika tiba-tiba dua tangan menangkup pipinya, dan memaksa Rintarou mendongak. Di depannya, ekspresi kekhawatiran jelas tampak di wajah Eita. “Astaga, Sun! Ini kenapa jidat lo bisa benjol begini?” tanya Eita kaget.

“Berisik!” Rintarou menepis kedua tangan Eita hingga terlepas dari pipinya.

“Ini kenapa? Kejedot di mana lo?” tanya Eita lagi.

“Bisa diem nggak? Pusing, nih, kepala gue!” desis Rintarou sebal.

“Lo mau ngambil buku apa?” tanya Eita.

Rintarou tidak secara langsung menjawab pertanyaan Eita, ia hanya menunjukkan beberapa buku yang sudah berhasil diambilnya. Eita mengangguk, kemudian dengan cekatan mengambilkan beberapa buku paket lagi untuk Rintarou.

“Butuh berapa buku?” tanya Eita.

“Enam belas,” balas Rintarou. Eita menatap buku yang dibawa Rintarou, dalam diam ia menghitung jumlah buku yang ada dalam pelukan Rintarou.

“Nih, udah gue ambilin,” ucap Eita. “Masih sakit?” tanya Eita.

Rintarou tidak ingin terlihat menyedihkan, namun bekas jatuhnya buku di keningnya tadi masih terasa nyeri dan membuatnya pusing.

“Hadep sini, deh!” tukas Eita. Ia meraih sesuatu dari dalam saku seragam sekolahnya kemudian menempelkan sesuatu di kening Rintarou, tepat pada benjol di kening Rintarou.

“Apaan, nih?” tanya Rintarou reflek memegang keningnya.

“Plester luka. Benjol, tuh, keliatan,” balas Eita.

Rintarou terdiam, “thanks, bisiknya pelan.

Eita tersenyum lebar, Rintarou tidak menolaknya. “Yaudah ayo gue bantu!” tukas Eita.

“Bantu gimana?”

“Gue bawain bukunya ke kelas lo,” balas Eita.

“Hah? Nggak usah! Ngapain!” tukas Rintarou cepat. Ia buru-buru berdiri, berniat mengambil tumpukan buku paket yang sudah diambilkan Eita ... namun Eita berhasil mendahuluinya.

“Kuat emang bawa buku sebanyak ini sendiri?” tanya Eita.

“Gue bukan cewek, ya! Gue bisa bawa ini!” tukas Rintarou kesal.

“Ya nggak apa-apa, gue mau bantu! Ayo buruan, keburu bel bunyi!” tukas Eita berjalan mendahului Rintarou.

“Udah, nggak usah!” tukas Rintarou mengejar Eita. Rintarou merasa was-was, jika nantinya akan timbul gosip baru tentang dirinya dan Eita.

“Nggak apa-apa udah ayo!” tukas Eita lagi. Rintarou menatap kepergian Eita, mau tidak mau akhirnya ia ikut berjalan menyusul Eita.

“Lo ngambil buku semua ini sendiri?” tanya Eita.

“Harusnya Osamu. Tapi Osamu lagi rapat terus minta tolong gue,” balas Rintarou. “Lo juga kenapa bisa di perpus?” tanya Rintarou balik.

“Gue habis balikin buku paket bahasa Indonesia trus liat lo jongkok di situ tadi,” jawab Eita.

Setelah percakapan singkat itu, keduanya berjalan berdampingan dalam diam. Rintarou sedikit risih ketika beberapa murid kelas 12 yang menatap mereka berdua dengan tatapan ingin menggoda. Inilah yang selalu Rintarou hindari jika ia berdekatan dengan Eita.

“Udah nggak usah bawa masuk!” tukas Rintarou begitu mereka sampai di depan kelas Rintarou.

“Trus gimana? Lo bisa bawa masuknya?” tanya Eita. Rintarou mengangguk.

“Tunggu sini!” tukas Rintarou. “Tsumu jelek!” teriak Rintarou, tidak lama kemudian Atsumu datang menghampiri Eita bersama Rintarou.

“Lah? Ngapain lo, Sem, di sini?” tanya Atsumu.

“Nih bantuin bawain bukunya Suna,” jawab Eita.

“Walah! Cie, cie, balikan, nih, ya!” tukas Atsumu terkekeh.

“Bacot lo! Cepet bantu bawain!” tukas Rintarou.

“Kok gue!?” protes Atsumu.

“Ya salahin kembaran lo yang udah nyuruh-nyuruh gue ngambil buku ampe kejatuhan buku gini,” balas Rintarou.

“Hah?? Oh—” Atsumu mati-matian menahan tawanya ketika menatap Rintarou, kemudian berbalik menatap Eita. “Thanks, Sem. Itu yang ngasih tempelan di jidat Rin juga lo?” tanya Atsumu.

“Iya,” balas Eita tersenyum geli. Atsumu ikut tersenyum geli.

“Lo berdua ngapain, sih, senyum-senyum gaje kayak orgil! Buruan bawa masuk! Keburu bel!” tukas Rintarou.

“Ya udah gue balik dulu ke kelas,” ucap Eita kemudian berjalan pergi meninggalkan kelas Atsumu dan Rintarou.

“Rin, jidat lo benjol apa gimana?” tanya Atsumu.

“Ya, iya. Kejatuhan buku paket segede kamus gitu,” balas Rintarou.

Atsumu terkekeh lagi, “coba, deh, lo ngaca,” ucap Atsumu.

“Kenapa emangnya?” tanya Rintarou.

“Udah ngaca aja sana!” Rintarou mendengus, namun akhirnya ia berjalan menuju cermin besar yang ada di kelasnya. Baru berapa detik ia berada di depan cermin, ia langsung menutupi band-aid yang menempel di keningnya.

“SEMI SIALAN!” seru Rintarou kesal.

Wajah Rintarou langsung berubah menjadi merah padam karena malu juga kesal. Jadi selama berjalan dari perpustakaan ke kelasnya, band-aid yang menempel di keningnya itu bergambar princess-princes dari Disney.

“Ya ampun gemes bangettt mukanya Rin! Ada hiasan gambar princess-princess!” tukas Atsumu tertawa mengejek Rintarou. Beberapa teman satu kelas mereka juga tampak terkekeh ketika melihat Rintarou berjalan memasuki ruang kelas mereka.

Rintarou merutuk! Bisa tidak, sih? Sehari saja Eita tidak menyusahkannya?

tbc