Broken

a semisuna short story slight osasuna

semisuna Pirate AU


cw // angst , characters death , blood , hars words , unrequited love , m/m , graphic depictions of violence , read with your own risk

Suara debur ombak, kepakan burung camar yang riang terbang di langit, dan terik matahari terasa begitu kontras dengan suasana di atas sebuah kapal besar perompak yang mengapung di tengah laut biru nan luas. Suasana mencekam begitu terasa, mampu membuat merinding siapa yang melihatnya.

Suna Rintarou, tidak bisa menahan air matanya ketika melihat keadaan Ojiro Aran—sosok laki-laki yang sudah ia anggap kakak sendiri—kini tergeletak begitu saja di geladak kapal dengan kepala yang hampir terpenggal dan darah yang menggenang di sekitarnya. Aran yang sebelumnya tampak gagah bertarung dengan lawannya, tumbang dalam sekejap dan kehilangan nyawanya di tangah laki-laki yang sama besarnya dengan Aran. Air mata Rintarou menetes, jauh dalam hatinya ia menyalahkan dirinya yang begitu lemah terlalu lama untuk bereaksi hingga membuat Aran harus kehilangan nyawa karena melindunginya.

Suara tembakan terdengar, kepala Rintarou menoleh, suaranya terasa tertahan di kerongkongan ketika melihat Omimi Ren ikut terkapar di lantai geladak setelah mendapatkan tembakan tepat di kepalanya.

“SUNA!!! MOVE!!! WE NEED TO TAKE CARE OF THEM!!” suara teriakan dari sahabatnya Miya Atsumu terdengar samar di telinga Rintarou. Ia masih terguncang, melihat teman-temannya satu persatu kehilangan nyawa mereka karena serangan kelompok perompak laut lain.

Tangan Rintarou gemetar, berusaha menggenggam erat pedang yang ia bawa ... namun tangannya terasa sangat lemas tidak bertenaga.

Sorry, Rin! You come with me!” Rintarou bahkan tidak bereaksi ketika seseorang merebut pedang yang ia bawa dan menarik Rintarou menjauh dari arena perang. Laki-laki berambut keabuan itu memaksa Rintarou, kemudian mengikat kedua tangan Rintarou dengan tali tambang yang sedikit menyakiti kulit Rintarou saking kuatnya laki-laki itu mengikat tangannya. “Stay here! Or do you want to die like your friends there?” bisik laki-laki itu di telinga Rintarou yang kini sudah duduk bersimpuh tanpa bisa melakukan apa-apa.

“SEMI!”

I’ll take care of him!” tukas laki-laki di sebelah Rintarou yang dipanggil Semi itu. “Ushijima promised me, I’ll help him but he’s mine!” laki-laki bernama Semi itu menunjuk Rintarou ketika berbicara. Laki-laki lain tadi mendengus, kemudian berjalan meninggalkan Rintarou bersama Semi.

“KITA-SAN!” Rintarou berteriak ketika melihat Kita Shinsuke—kapten kapalnya—digeret paksa oleh laki-laki tinggi besar yang sudah membunuh Aran sebelumnya.

“KITA-SAN!” teriak Rintarou lagi.

I suggest you to shut up, before Ushijima change his mind and kill you!” tukas Semi di sebelahnya.

Rintarou menoleh, ia menatap laki-laki di sebelahnya itu dengan tatapan nanar menahan air mata, “Eita ... why?” bisik Rintarou.

Semi Eita, teman masa kecil Rintarou dulu. Beberapa bulan yang lalu Eita menyatakan cintanya pada Rintarou tetapi Rintarou tidak bisa menerima Eita karena ia sudah mempunyai kekasih yang dicintainya. Rintarou tidak menyangka jika Eita akan bekerja sama dengan kelompok perompak lain dan menyerangnya hingga membuat Rintarou harus melihat teman-temannya terbunuh dalam sekejap.

You made me do this,” balas Eita. “If you accepted me a few months ago, I’ll never did something like this,” balas Eita. Setitik air mata lolos dari pelupuk matanya, di depannya kini bukanlah Semi Eita yang pernah Rintarou kenal dulu. Eita yang selalu ceria dan penuh senyum kini berubah menjadi sosok laki-laki yang terlihat dingin dan memiliki sorot mata tajam ketika menatapnya.

Rasa bersalah kembali menggerogoti Rintarou. Jika saja ... jika saja. Segala perumpuaan dalam kepala Rintarou berseliweran, jika saja Rintarou menerima Eita sebagai kekasihnya, ia tidak mungkin dalam keadaan yang seperti ini, Aran tidak mungkin tewas, Ren tidak mungkin tewas, semuanya tidak akan seperti ini.

“USHIJIMA!!! YOU FUCKER!!” Rintarou mendongak, ia begitu terkejut ketika mendengar suara makian yang keluar dari mulut Kita Shinsuke. Rintarou tidak pernah mendengar kata makian dari mulut Shinsuke, dan mendengar kalimat seperti itu diucapkan oleh kaptennya benar-benar mengejutkannya. Separah inikah keadaan mereka saat ini?

We already made an aggrement! Why you did all of this!?” tanya Shinsuke.

“Huh? Why? I should ask you the same thing? Why you let your crew attacked my crews?” tanya Ushijima Wakatoshi yang berdiri menjulang di depan Shinsuke yang duduk bersimpuh tidak bisa apa-apa.

What are you talking about?” tanya Shinsuke tidak mengerti.

“Oh? You didn’t know?” Wakatoshi memberikan kode kepada salah satu bawahannya, tidak lama kemudian bawahannya itu datang dengan membawa Miya Osamu yang sudah babak belur ke hadapan mereka. “You can asked him! What he did to one of my crew!” tukas Wakatoshi.

Rintarou yang melihat keadaan Osamu semakin gusar. Ia berniat bangkit dari posisinya, namun Eita dengan sigap menahan Rintarou dan memaksa Rintarou untuk tetap diam di tempatnya. “SAMU!!” teriak Rintarou, “LET ME GO!” teriak Rintarou menatap Eita tajam.

No way I let you go!” tukas Eita, “just stay here will you!”

“Eita, you bastard!” desis Rintarou.

“Osamu, what did you do?” tanya Shinsuke.

Osamu tidak langsung menjawab, ia mengerang, seluruh badannya yang sudah babak belur membuatnya hanya bisa merintih menahan sakit. Tendangan cukup keras di tulang rusuknya membuat Osamu terbatuk hingga mengeluarkan darah dari mulutnya.

“SAMU!” Rintarou berteriak lagi.

Answer him, brat!” tukas Wakatoshi.

Rintarou kembali menangis. Katakan saja dirinya lemah, namun melihat kekasihmu dalam keadaan seperti itu ... siapa yang tidak akan menangis. Bertahun-tahun menyimpan rasa kepada salah satu kembar Miya, dan pada akhirnya ia bisa berpacara dengan Osamu tentu saja membuat Rintarou bahagia. Namun Rintarou tidak pernah menyangka jika bahagianya ia menjadi kekasih Osamu harus menjadi seperti ini pada akhirnya.

“Ah, seems he can’t answer you question,” ucap Wakatoshi, “I’ll answer it for him. He attacked my crews a few weeks ago when they’re in cheap pub. I don’t know what for. The last thing I know I need to brought one of my crew to the hospital because of him,” jelas Wakatoshi. “This is what you got if you messing with me, Shin!” tukas Wakatoshi.

“Osamu ....” Shinsuke berbisik, namun Osamu sama sekali tidak bereaksi.

They’re the last! I got rid of them already!” tukas salah satu bawahan Wakatoshi.

Good,” balas Wakatoshi. “Throw their body to the sea!” perintahnya.

NO!” teriak Rintarou ketika melihat para bawahan Wakatoshi menggotong tubuh teman-temannya yang sudah tidak bernyawa dan satu persatu membuangnya ke laut.

“Semi! Can you him make him shut up! Or I’ll kill him for you!” ancam Wakatoshi.

Eita menatap datar Wakatoshi. Eita berjongkok di depan Rintarou, tangannya melepas headband yang ia pakai dikepala kemudian memakainya untuk menyumpal mulut Rintarou.

Rintarou hanya bisa meneteskan air matanya ketika bawahan Wakatoshi terus membuang satu per satu tubuh teman-temannya ke laut. Hingga akhirnya tiba giliran Shinsuke, Osamu juga Atsumu—kembaran Osamu—Rintarou kembali berteriak, namun teriakannya teredam kain yang Eita sumpal di mulutnya.

“USHIJIMA, YOU BASTARD!” maki Atsumu. Rintarou melihat ngeri keadaan Atsumu yang tidak lebih baik dari Osamu. Atsumu terlihat meringis kesakitan, tangan kanannya menekan bahu kirinya yang sudah bersimbah darah.

Walk!” perintah Wakatoshi memaksa Atsumu berjalan di papan titian tipis. Atsumu berusaha menolak, namun salah satu bawahan Wakatoshi lebih dulu menodongkan pedang di punggungnya dan mendorong Atsumu untuk tetap berjalan maju. Mau tidak mau Atsumu berjalan di papan titian itu.

You’ll pay for this!” ancam Atsumu.

Yeah, see you in hell!” balas Wakatoshi. “Now, die!” tukas Wakatoshi yang kemudian membuat bawahannya mendorong Atsumu hingga tubuh Atsumu terjatuh bebas ke laut. “Shin, your turn!” tukas Wakatoshi. Shinsuke perlahan berjalan di atas papan titian itu. Ia berhenti ketika sampai di ujung papan titian kemudian berbalik menatap jauh ke geladak kapal, tepat di mana Rintarou ditahan dan hanya bisa diam menyaksikan semua itu.

“Semi Eita! I know you love him. I’m sorry we took him away from you. Before I die, I have request for you ... please, take care of him. Don’t make him sad, or my soul will haunt you forever!” tukas Shinsuke. Rintarou menggeleng, air matanya kembali mengalir. Ia benar-benar menyalahkan keadaan yang membuatnya tidak bisa melakukan apa-apa. Setelah mengatakan itu, Shinsuke menjatuhkan tubuhnya.

Last!” teriak Wakatoshi.

Dua bawahan Wakatoshi memaksa Osamu berdiri. Tubuh Osamu yang sudah parah tidak bisa menahan tubuhnya sendiri untuk berdiri. Osamu mendongakkan sedikit kepalanya, susah payah ia membuka kelopak matanya. Hatinya begitu sakit ketika melihat bagaimana ketakutannya wajah Rintarou saat ini. Jika saja saat itu ia tidak tersulut emosi karena perkataan para bawahan Wakatoshi yang mengolok-olok Shinsuke dan teman-temannya, mereka tidak akan berada dalam situasi yang berujung hilangnya nyawa mereka seperti ini.

Osamu memaksa senyumnya kepada Rintarou yang semakin membuat air mata Rintarou mengalir dari pelupuk matanya. Ia membisikkan kata terakhirnya kepada Rintarou sebelum akhirnya tanpa perlawanan tubuhnya dilempar begitu saja ke laut oleh dua bawahan Wakatoshi yang memeganginya.

Osamu memejamkan matanya. Punggungnya yang jatuh menghantam air laut rasanya sangat menyakitkan. Tubuhnya seperti hancur.

‘I’m sorry, Rin. I love you.’

***

Hampir tiga hari mereka mengapung di tengah laut, hampir tiga hari juga Rintarou menolak untuk menyentuh makanan yang diberikan kepadanya. Hatinya terasa mati rasa, air matanya sudah lama mengering karena terlalu lama menangis. Kenapa semua temannya harus pergi dan menyisakan ia sendiri menahan rasa sakit yang terasa sangat menyiksa ini?

Entah persetujuan apa yang Eita buat bersama Wakatoshi, laki-laki itu tampak menyerahkan Rintarou kepada Eita sepenuhnya. Wakatoshi bahkan memerintah semua bawahannya untuk tidak menyentuh Rintarou seujung rambut pun. Hanya Eita yang selalu datang mengunjungi kamar di mana Rintarou dikurung, sesekali pemuda yang lebih muda darinya, Rintarou dengar namanya Shirabu Kenjiro. Pemuda itu beberapa kali membawakannya makanan, sesekali ia juga mengajak Rintarou berbicara. Namun Rintarou sama sekali tidak tertarik untuk berbicara dengan siapapun saat ini.

Suara pintu kayu yang terbuka kembali terdengar di telinga Rintarou. Tanpa menoleh pun ia tahu jika yang datang itu pasti Eita atau Kenjiro. Ia masih terduduk memeluk lututnya di atas ranjang dengan tatapan kosong menatap keluar jendela kecil dalam kamar itu.

I bring extra blanket for you.” Rintarou merasakan sebuah benda lembut dan hangat menyelimuti bahunya. Pandangannya masih tertuju pada pemandangan laut yang bisa ia lihat dari jendela. “Still cold?” tanya Eita lagi. Rintarou diam, tidak menjawab. Tidak lama setelah itu, Rintarou cukup terkejut ketika Eita duduk di belakangnya dan memeluknya dari belakang.

Rintarou merasakan bahunya berat. Ia melirik dari sudut matanya, Eita meletakkan keningnya di bahu Rintarou.

I’m sorry.” Eita berbisik kecil, masih bisa Rintarou dengar. “Do you hate me?” tanya Eita pelan. “I took away peoples you love. Even took you boyfriend away from you, you’ll never see him again,” ucap Eita. “Do you hate me?”

Cukup lama keheningan menyelimuti mereka berdua. Eita semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Rintarou ketika sama sekali tidak mendaparkan respon dari Rintarou.

No.” Eita mendengar Rintarou berbisik. “I want to hate you ... but I can’t,” bisik Rintarou. Suara Rintarou bergetar, setitik air mata kembali mengalir dari pelupuk matanya. Eita merasa sangat bersalah, ia kembali mengeratkan pelukannya pada Rintarou. Beberapa kali ia merapalkan kata maaf kepada Rintarou. “I don’t hate you,” bisik Rintarou. “I just hating on the situation we were into.”

“Rin...”

Leave me alone.” Rintarou berbisik.

Eita terdiam sebentar. Ia mencium pelipis dan pipi kanan Rintarou sebelum bangkit menjauh dari Rintarou.

“Rin, I hope someday you’ll move on and accept me. I’ll wait for you, Rin.” Suara pintu tertutup terdengar. Eita benar-benar meninggalkan Rintarou sendiri.

Sepeninggal Eita, Rintarou kembali menangis, menumpahkan segala rasa sakitnya yang tidak bisa lagi ia tahan. Di balik pintu, Eita hanya bisa menunduk merasa bersalah ketika mendengar tangis pilu dari seseorang yang sangat berharga bagi dirinya.

—FIN